logo

Li Jing XLIII

Guan Yi

  1. Menjadi ungkapan umum, bahwa yang menjadikan manusia itu manusia adalah kebenaran makna dalam melakukan Li (Kesusilaan). Yang pertama-tama menunjukkan hal itu ialah di dalam lurusnya perilaku, harmoninya sikap wajah, dan wajarnya dalam bicara. Bila perilaku itu lurus, sikap dan wajah itu harmoni, bicaranya itu wajar, maka siaplah kebenaran makna Li dan akan meluruskan jalinan antara penguasa dan pembantu / menteri, ada kasih jalinan antara orang tua dengan anak dan harmoni hubungan antara yang tua dan yang muda. Bila jalinan antara penguasa dan pembantunya / menterinya lurus, hubungan antara orang tua dan anak ada kasih, dan hubungan antara yang tua dan yang muda harmonis, maka kemudian tegaklah kebenaran makna Li. Oleh karena itu, setelah upacara pengenaan topi terselenggara penyiapan segenap keperluan untuk pakaian dilakukan. Dengan lengkapnya berbagai keperluan untuk perilaku (dapat sepenuhnya lurus), harmoninya sikap serta wajah dapat dibereskan dan pembicaraan dapat sepenuhnya sebagaimana dimaksudkan. Maka dikatakan bahwa upacara pengenaan topi adalah permulaan daripada Li. Karena itu pada zaman kuno, raja suci yang bersifat Nabi sangat memperhatikan makna upacara pengenaan topi.

  2. Pada zaman dahulu, saat akan dilaksanakan upacara pengenaan topi dilakukan pengkajian untuk penetapan hari dengan menggunakan rumput Shi, demikian pula siapa tamu (yang diharapkan hadir). Demikianlah ditunjukkan rasa hormat penghargaan terhadap hal-hal yang berkait dengan upacara pengenaan topi. Menaruh hormat akan hal-hal yang berkait dengan upacara pengenaan topi, itu bermakna memuliakan Li. Dengan pemuliaan terhadap Li itu, maka dibangun dasar (pokok) untuk suatu negeri.

    Maka, upacara pengenaan topi itu mengambil tempat di bagian puncak tangga timur (yang cocok untuk tempat tuan rumah):--- untuk menunjukkan bahwa anak itu harus tepat waktu di tempatnya. (Ayahnya) menyerahkan piala (mangkuk anggur istimewa) di tempat kedudukan tamu. Tiga piala digunakan di dalam upacara itu, yang satu lebih menggenapkan yang lain, untuk menunjukkan perhatian topi lewat, anak itu menerima nama alias sebagai orang dewasa. Demikianlah ditunjukkan jalan suci menjadi orang dewasa.

    Anak itu lalu menghadap kepada ibunya, ibunya memberi selamat dengan Bi; ia menghadap kepada kakak dan adiknya dan kakak serta adiknya memberi selamat dengan Bai kepadanya: --- ia sudah menjadi orang dewasa. Maka mereka saling bertukar hormat (Li) dengan mengenakan topi hitam (Min Guan) dan jubah hitam yang berbentuk persegi, anak itu menyampaikan persembahan perkenalan kepada penguasanya, dan selanjutnya dengan pemberian yang patut, disampaikan kepada para menteri dan pembesar dan kepada tetua kampung: --- demikianlah ia menghadap sebagai orang yang telah dewasa.

  3. Memperlakukan anak itu sebagai orang dewasa, mereka menuntut daripadanya ketaatan akan Li sebagai seorang dewasa. Mentaati Li sebagai orang dewasa, anak itu wajib melaksanakan segenap kewajiban sebagai anak, sebagai orang muda. Tetapi, bila keempat kewajiban ini dituntut daripadanya, tidakkah itu benar bahwa Li yang memberikannya tempat demikian itu benar bahwa Li yang memberikannya tempat demikian itu wajib diutamakan/dimuliakan?

  4. Maka dengan ditegakkannya perilaku bakti (Xiao), rendah hati (Di), setia (zhong) dan patuh (Shun), kemudian ia benar-benar boleh dipandang sudah menjadi manusia. Dan selanjutnya ia boleh mengatur orang lain. Oleh karena itulah maka para rajasuci yang bersifat nabi itu memuliakan kesusilaan (Zhong Li). Maka dikatakan upacara pengenaan topi adalah permulaan daripada Li dan itulah yang harus benar-benar dianggap penting / mulia dalam berbagai perhelatan. Karena itu daripada zaman kuno, orang menganggap sangat penting upacara pengenaan topi. Karena menganggap begitu penting upacara pengenaan topi, maka diselenggarakan di Miao leluhur. Dengan dilaksanakan di Miao, menunjukkan mereka sangat penting perhelatan itu. Karena menganggap demikian pentingnya hal itu, mereka tidak berani mengambil tanggung jawab itu dengan diselenggarakan sendirian. Dengan tidak berani mengambil tanggung jawab sendirian, dengan demikian mereka merendahkan diri dan memberikan penghormatannya untuk penyelenggraan itu kepada leluhurnya.