Li Jing I
Qu Li I
Tersurat di dalam Qu Li (Adat Susila): --- janganlah tidak hormat (sungguh-sungguh); berlakulah khidmat bagai berpikir; ungkapkanlah kata-kata dengan batin yang sentosa dan mantap. Ini akan menjadikan rakyat merasa tenteram sentosa.
Kesombongan tidak boleh diperpanjang; keinginan tidak boleh diperturut. Cita tidak boleh menjadi jenuh/penuh; kesenangan tidak boleh sampai puncak.
Orang yang bijaksana dapat akrab, tetapi tetap bersikap hormat; dapat takut/segan tetapi mencintai. Di dalam mencintai seseorang dapat mengerti akan keburukan-keburukannya. Di dalam membenci seseorang dapat mengerti akan kebaikan-kebaikannya. Menghimpun harta, mampu bagaimana menebarkannya; dalam menikmati kesentosaan tahu bagaimana meninggalkannya. Di dalam mendapatkan harta janganlah asal mendapatkannya, bila mengalami kesulitan jangan asal dapat menyingkirinya. Jangan hanya mencari kemenangan dalam hal-hal yang kecil; jangan hanya berupaya mendapatkan bagian banyak-banyak. Jangan berkukuh dalam hal-hal meragukan; berlakulah lurus dan jangan menganggap sesuatu itu hanya milikmu sendiri.
Bila seseorang duduk, hendaknya berlaku sebagai pemeran sosok mendiang; bila berdiri hendaklah seperti sedang melakukan sembahyang.
Di dalam tata susila hendaknya mengikuti yang semestinya. Di dalam menerima tugas sebagai utusan hendaknya mengikuti tata cara yang lazim.
Adapun kesusilaan (Li) itu akan menetapkan dekat jauhnya hubungan; untuk menempatkan apa hal-hal yang harus dicurigai/diragukan; untuk membedakan mana hal-hal yang sama dan berbeda; dan untuk mencerahkan mana hal yang benar dan mana hal yang salah.
Janganlah berupaya menyenangkan orang lain dengan cara yang tidak benar, atau dengan menghamburkan kata-kata. Dalam kesusilaan janganlah melanggar batas, janganlah mengganggu / melecehkan orang lain dan janganlah menyukai keakraban yang sembarangan. Membina diri dan menggenapi apa yang diucapkan itulah yang dinamai perilaku baik. Terbinanya perilaku dan kata-kata di dalam jalan suci itulah hakikat kesusilaan. Di dalam kesusilaan (Li), kudengar bagaimana orang mengambil seseorang sebagai suri tauladan, tidak kudengar bagaimana orang berupaya agar diambil sebagai suri tauladan. Di dalam kesusilaaan kudengar bagaimana orang datang belajar, tidak kudengar bagaimana orang pergi untuk mendidik.
Jalan suci (Dao), kebajikan (De), Cintakasih (Ren) dan kebenaran (Yi) tanpa kesusilaan (Li) tidak dapat menyempurnakan pendidikan/agama. Bimbingan untuk meluruskan perilaku tanpa kesusilaan, tidak akan lengkap. Di dalam menyelesaikan perselisihan dan menganalisa pengaduan; tanpa kesusilaan tidak akan terbereskan. Hubungan antara pemimpin dan pembantu atasan dan bawahan, orang tua dan anak, kakak dan adik, tanpa kesusilaan tidak akan dapat ditetapkan. Di dalam belajar untuk suatu profesi dan bagaimana melayani guru, tanpa kesusilaan tidak dapat terjalin keakraban. Berbagai jabatan di istana, mengatur bala tentara dan membereskan jawatan-jawatan, melaksanakan hukum tanpa kesusilaan (Li) tidak akan tegak kewibawaannya. Di dalam melakukan doa dan sembahyang syukur dan menyampaikan persembahan kepada Gui Shen (Yang Maha Rokh), tanpa kesusilaan tidak akan terbentuk ketulusan iman dan kekhidmatan. Karena itu seorang Junzi berlaku hormat dan sungguh-sungguh memuliakan, tekun di dalam melaksanakan tugas dan tidak melampaui batas, sedia mundur dan mengalah; demi mencerahkan makna kesusilaan.
Kakak tua dapat berbicara tetapi tidak lebih adalah seekor burung yang dapat terbang; kera besar dapat bicara tetapi tidak lebih adalah seekor hewan. Kini, bila orang tidak berkesusilaan, biar dapat berbicara; bukankah hatinya tidak lebih seekor hewan? Bila orang seperti hewan dan tidak berkesusilaan, maka ayah dan anak mungkin mempunyai pasangan yang sama seperti rusa. Karena itu para Nabi (Sheng Ren) menciptakan kesusilaan untuk mendidik orang, agar orang yang berkesusilaan itu mengerti bahwa dirinya berbeda dengan hewan.
Pada zaman yang paling kuno yang sangat menghargai kebajikan; pada zaman yang lebih kemudian dituntut adanya pemberian dan balasan. Di dalam kesusilaan dimuliakan menghargai tindakan timbal balik. Bila memberikan sesuatu tidak mendapatkan balasan, itu bertentangan dengan kesusilaan; bila ada suatu pemberian dan tidak dibalas, itu juga bertentangan dengan kesusilaan. Bila orang berkesusilaan, akan tenteram sentosa; bila tidak berkesusilaan, akan menanggung bahaya. Maka dikatakan, ‘kesusilaan tidak boleh tidak dipelajari.’
Adapun kesusilaan itu menjadikan orang berendah hati dan memuliakan orang lain. Biarpun seorang tukang pikul, dan penjaja wajib ada sikap memuliakan itu; betapa lebih tertuntut bagi yang kaya dan berkedudukan mulia. Bila orang yang kaya dan mulia mengerti betapa wajib menyukai kesusilaan pasti tidak akan sombong dan tidak berbuat maksiat. Bila orang yang miskin dan berkedudukan rendah mengerti betapa wajib menyukai kesusilaan pasti citanya tidak akan dipenuhi keresahan.
Orang lahir sampai 10 tahun dinamai anak yang wajib belajar. Ketika usia 20 tahun dinamai pemuda dan tiba saat menerima upacara mengenakan topi (tanda kedewasaan). Ketika usia 30 tahun dinamai orang dewasa dan sudah menikah. Ketika berusia 40 tahun dinamai orang yang sudah kuat memangku jabatan. Ketika usia 50 tahun dinamai orang yang sudah mulai beruban dan dapat memangku jabatan dalam pemerintahan. Ketika usia 60 tahun dinamai orang menjelang tua dan ia berhak memberi petunjuk dan menugaskan. Usia 70 tahun, ia dinamai orang tua dan ia boleh mewakilkan tugasnya kepada orang lain. Usia 80 sampai 90 tahun dinamai orang sangat tua. Orang yang usianya di bawah 7 tahun dinamai anak yang wajib dikasihi dan dikasihani. Anak yang masih wajib dikasihani dan orang yang sudah sangat tua biar melakukan tindakan kesalahan tidak dapat dihukum. Orang yang berusia 100 tahun dinamai orang yang wajib dirawat.
Seorang pembesar bila sudah berusia 70 tahun ia wajib menanggalkan jabatan. Bila ia tidak diperbolehkan menanggalkan jabatan, ia harus diberi kursi dan tongkat. Ketika melakukan perjalanan dalam tugas wajib didampingi pembantu perempuan; dan bila melakukan perjalanan ke empat penjuru (ke Negara lain), ia harus mengendarai kereta yang nyaman. (Di Negara lain) ia wajib menyebut dirinya Lao Fu (orang tua); di negeri sendiri ia menyebut diri dengan namanya. Bila mendapat pertanyaan tentang negerinya wajib menerangkan tentang lembaga-lembaga dan adat istiadatnya (yang lama).
Di dalam meminta nasihat kepada orang tua, orang harus membawakan bangku dan tongkat untuknya. Di dalam menjawab pertanyaan orang tua, bila tidak mau mengakui kekurangannya bahkan menghindar untuk tidak menjawab, itu bertentangan dengan kesusilaan.
Adalah kesusilaan bagi semua anak manusia; --- pada musim dingin berupaya menghangatkan dan pada musim panas berupaya menyejukkan. Menjelang senja wajib membereskan segala sesuatunya dan pada pagi hari wajib menanyakan kesehatan (nya); di dalam pergaulan dengan orang-orang mengupayakan tidak sampai berebut.
Menjadi anak orang (bila pertama kali) menerima tiga jenis anugerah (dari pemerintah), menolak mengendarai kereta dan kuda-kudanya, maka orang-orang kampung di wilayah kecil, wilayah besar dan wilayah tetangga akan menyebutnya seorang yang berbakti; kakak adik dan keluarga dari pihak ayah dan pihak ibu akan menyebutnya sebagai orang yang berwelas asih; kawan-kawan sejawatnya akan menyebutnya berperi cinta kasih dan orang-orang yang berhubungan dan bepergian bersama dengannya akan menyebutnya dapat dipercaya. Melihat kawan akrab ayah, bila tidak dipanggil maju tidak berani maju, bila tidak disuruh mundur tidak berani mundur, bila tidak ditanya tidak berani mengungkapkan kata, demikianlah perilaku seorang anak yang berbakti.
Menjadi anak orang, bila akan bepergian wajib memberitahu (kemana ia akan pergi), bila ia sudah kembali ia wajib menemui orang tua. Kemana ia pergi wajib ada tujuan yang pasti. Apa yang dilatihnya wajib berkait pekerjaannya. Di dalam bicara sehari-hari (dengan orang tuanya) tidak menyebut diri sudah tua. Melayani orang yang dua kali umurnya wajib seperti melayani kakak sendiri; dengan orang yang lima tahun lebih tua boleh jalan bersama bahu membahu, tetapi agak di belakang. Bila lima orang duduk bersama, yang paling tua wajib mendapatkan tikar sendiri.
Menjadi anak orang tidak duduk di pojok barat daya (tempat kedudukan malaikat Ao) juga tidak duduk di tengah tikar, tidak berjalan di tengah jalanan, juga tidak berdiri di tengah pintu. Di dalam pesta tidak mengambil bagian tempat mengatur nasi dan makanan-makanan lain. Di dalam upacara sembahyang (kepada leluhur) ia tidak menjadikan dirinya pemeran mendiang yang menjadi pemeran mendiang adalah cucu). Ia berperilaku sebagai mendengar meskipun tidak ada suara dan seperti melihat meskipun tidak ada bentuk. Ia tidak naik ke tempat yang tinggi atau mendekati tebing yang dalam; ia tidak menyenangkan diri dengan umpatan-umpatan yang ceroboh atau tertawa melecehkan.
Seorang anak berbakti tidak mengerjakan sesuatu yang bersifat bahaya. Karena takut memalukan orang tuanya. Saat ayah bunda masih hidup, ia tidak boleh berjanji mati dengan kawan, dan tidak menyebut miliknya sebagai milik pribadi.
Menjadi anak orang, saat orang tuanya masih hidup tidak mengenakan topi atau perhiasan pakaian yang berpinggiran putih merah. Anak yatim piatu yang mengambil peran ayah, tidak mengenakan topi atau pakaian yang berpinggiran berwarna-warna.
Seorang anak muda tidak diperkenankan melihat kebohongan biar sekejap. Seorang anak muda tidak boleh mengenakan pakaian atas dan bawah dari bulu. Dia harus berdiri lurus tegak dan tidak memiringkan kepala dalam mendengar. Bila yang lebih tua memegang dengan tangan, ia harus memegang tangan orang tua itu dengan kedua tangannya. Bila yang lebih tua telah mengalihkan pedang ke punggungnya dan berbicara sambil menundukkan kepala, ia wajib menutup mulut dengan tangan menjawabnya.
Bila mengikuti guru ia tidak boleh berhenti di jalan untuk berbicara dengan orang lain. Bila ia menemui guru di jalan, ia harus segera maju menghadap dengan tegap berdiri memberi hormat dengan mendekap tangan (Gong Shou). Bila guru itu berbicara kepadanya ia wajib menjawab, bila tidak demikian, ia wajib segera mundur.
Mengikuti orang yang lebih tua bila mendaki bukit atau gundukan, ia wajib menghadapkan wajahnya kearah mana orang yang lebih tua itu melihat.
Bila naik tembok kota ia tidak menunjuk-nunjuk atau berteriak.
Bila bermaksud ke penginapan, janganlah dengan perasaan kukuh akan mendapatkan apa yang dicari. Bila akan naik ke ruang rumah, kata-katanya harus diserukan. Bila di luar pintu ada dua pasang sepatu, kalau kata-katanya didengar ia masuk; kalau kata-katanya tidak didengar ia tidak masuk. Bila akan memasuki pintu ia wajib mengarahkan pandangannya ke bawah, setelah masuk (tangannya diangkat tinggi seolah) terbebani balok pintu. Di dalam melihat ke atas atau ke bawah ia tidak memutar-mutar kepala. Bila pintu terbuka wajib dibiarkan terbuka, bila pintu tertutup wajib ditutup kembali. Bila ada orang lain di belakangnya akan masuk, saat akan menutup pintu hendaknya tidak tergesa-gesa. Janganlah berjalan mengenakan sepatu (dilepas di luar) dan jangan melewati tikar (untuk mencari tempat duduk); tetapi wajib mengangkat pakaian bawah dan bersegera menuju ke sudut (daripada tikar) (setelah duduk harus hati-hati di dalam menjawab atau menyilakan).
Seorang pembesar atau pejabat lainnya, keluar masuk pintu penguasa lewat pintu sebelah kanan ruang pendapa dengan tidak menginjak bendul pintu.
Bila (tuan rumah telah menerima dan) masuk bersama tamunya, ditiap pintu wajib disilakan untuk sang tamu. Bila tamu itu telah sampai di pintu ruang terdalam, tuan rumah wajib mohon untuk masuk lebih dahulu untuk menyiapkan tikar. Setelah mengerjakan itu, ia keluar menerima tamu tersebut, yang akan kukuh menolak (masuk lebih dahulu). Tuan rumah membongkokkan diri dalam-dalam dan menyilakan tamu masuk (bersama). Tuan rumah memasuki pintu dan berjalan menuju kekanan, sang tamu masuk pintu dan menuju ke kiri; selanjutnya tuan rumah naik lewat tangga sebelah timur dan tamu itu naik lewat tangga sebelah barat. Bila tamu itu berkedudukan lebih rendah ia mengikuti tuan rumah menaiki tangga dari belakang; bila tuan rumah menolak maksud tersebut barulah kemudian tamu itu kembali naik lewat tangga barat. Selanjutnya tuan rumah dan tamu saling mengalah untuk naik; akhirnya tuan rumah naik lebih dahulu dan diikuti oleh sang tamu. Mereka mengangkat kakinya bersama-sama pada tiap tangga, demikianlah mereka berturut-turut sampai di atas. Yang naik lewat tangga timur mendahulukan langkah kaki kanan sedang yang naik lewat tangga barat mendahulukan kaki kiri.
Di luar tabir seorang pengunjung tidak berjalan tergesa-gesa. Setelah di ruangan atas juga tidak berjalan tergesa-gesa. Saat di ruang atas langkah kaki diatur sama, saat di ruang bawah langkahnya bebas; di ruang tengah, siku tidak diangkat seperti sayap burung terbang (untuk menghormat). Di dalam duduk bersama (orang yang seperingkat) tidak menyilangkan siku, menyampaikan sesuatu kepada yang berdiri tidak perlu berlutut, juga tidak perlu berdiri untuk menyampaikan sesuatu kepada yang duduk.
Di dalam segala hal, (seorang anak laki-laki) wajib membawa pergi segala kotoran yang telah disapu dari hadapan orang yang lebih tua; caranya berdasar kesusilaan, waktu mundur meninggalkan tempat ia menempatkan sapu di dalam keranjang dan menutupinya dengan lengan bajunya. Ia menghadapkan mulut keranjang ke dirinya sehingga debu tidak mengenai orang tua itu. Ia membawakan tikar (orang tua) itu dilengannya seperti pikulan. Bila tikar itu akan digunakan untuk tempat duduk, wajib ditanyakan ke arah mana (orang yang lebih tua itu) akan menghadap; bila tikar digunakan untuk tidur ditanyakan ke arah mana ia akan meletakkan kaki. Bila tikar menghadap ke selatan atau ke utara, tempat duduk yang di barat menjadi tempat yang terhormat. Bila tikar itu menghadap ke timur atau ke barat, tempat duduk yang di selatan itulah yang terhormat.
Bila bukan untuk makan bersama para tamu, di dalam menggelar tikar satu sama lain berjarak lebih kurang satu Zhang (sepuluh kaki). Bila tuan rumah berlutut untuk meluruskan tikar, sang tamu akan berlutut dan menahan tikar itu untuk menolak (penghormatan itu). Bila para tamu ada yang akan meninggalkan tikar, seorang atau lebih, tuan rumah wajib kukuh tidak mengijinkan. Bila tamu sudah menginjak tikar, (tuan rumah) mengambil tempat duduk.
Bila (seorang murid) menuju ke tikarnya, hendaknya wajah tidak menunjukkan kegelisahan, dengan dua tangan mengangkat pakaian bawahnya, sehingga bagian bawah pakaiannya agak berjarak sekitar 1 kaki dari tanah. Pakaiannya tidak dibiarkan lepas bebas dan kakinya tidak nampak bergerak cepat-cepat. Bila ada tulisan / bilah buku atau kecapi–siter (Qin Se) gurunya menghalangi jalan, ia wajib berlutut dan memindahkan dan hati-hati agar tidak merusak susunan. Bila duduk dan tidak mengerjakan sesuatu, ia wajib duduk tenang di bagian belakang tikar. Bila duduk sambil makan, dengan tenang ia maju ke depan. Duduk harus tenang dan menjaga wajahnya. Tentang apa-apa yang belum disentuh oleh yang lebih tua, jangan sembarangan mengungkapkan bicara. Jagalah penampilan dan mendengarlah dengan penuh hormat. Jangan mengiyakan atau mengulangi kata-kata yang didengar seperti Guntur. Bila harus menunjukkan bukti hendaknya diambil dari bahan yang berasal dari zaman kuno, dan mengacu kepada apa yang diungkapkan oleh para raja zaman kuno itu.
Bila duduk di hadapan guru, guru mengajukan pertanyaan, setelah pertanyaan selesai baru menjawab. Bila menanyakan tentang hal-hal yang berkait dengan tugasnya, wajib berdiri; bila mengajukan pertanyaan lebih lanjut, wajib tetap berdiri. Bila ayah memanggil jangan hanya sekadar menjawab “ya”, demikian pula bila guru memanggil jangan hanya mengucapkan “ya”. Tetapi harus dengan (penuh hormat) mengucapkan "ya” (Wei); dan segera berdiri
Bila duduk bersama dengan orang yang dimuliakan dan dihormati, janganlah membiarkan tikarnya bergeser; bila saat itu melihat orang yang seperingkat datang, tidak perlu berdiri. Bila lilin tiba, wajib berdiri demikian pula bila makanan datang atau seorang tamu yang lebih atas peringkatnya. Lilin tidak dibiarkan menyala sampai kelihatan dasarnya. Dihadapan tamu yang dimuliakan tidak boleh berteriak meskipun kepada anjing. Bila menolak suatu makanan, tidak boleh meludah.
Mendampingi duduk seorang yang berperingkat lebih tinggi dalam kedudukan maupun watak (Junzi), dan orang itu menguap atau menggeliat atau meletakkan tongkat atau sepatu, melihat/memperhatikan matahari apakah saat itu pagi atau petang maka orang yang mendampingi duduk itu boleh mohon perkenan untuk keluar. Mendampingi duduk seorang yang berperingkat lebih tinggi (Junzi), bila orang itu mengajukan pertanyaan tentang sesuatu yang baru maka pendamping itu harus berdiri waktu menjawab. Mendampingi duduk seorang yang lebih tinggi kedudukaannya, bila datang seseorang dan berkata, “Saya mohon kiranya anda mempunyai waktu sedikit untuk menyampaikan laporan kepada anda, “ pendamping itu wajib mundur ke kiri atau ke kanan dan menanti.
Jangan mendengarkan dengan memiringkan kepala atau menjawab sesuatu dengan kata-kata yang keras dan tajam, dan jangan melihat sesuatu dengan lirikan bersifat maksiat dan jangan membiarkan tubuh berposisi santai yang menunjukkan kemalasan. Saat berjalan-jalan jangan menunjukkan sikap sombong atau berdiri dengan menaikkan 1 kaki. Jangan duduk dengan kaki terbuka lebar, jangan tidur dengan menelungkupkan wajah. Sisirlah rambut sehingga terhimpun ke atas, dan jangan menggunakan rambut palsu. Janganlah mengenakan topi yang dimiringkan; dan jangan membiarkan dada terbuka, sekalipun sedang bekerja keras. Janganlah mengangkat pakaian bawah ke atas sekalipun saat udara panas.
Bila akan duduk mendampingi seorang yang lebih tua, janganlah naik ke ruang atas dengan mengenakan sepatu, janganlah lancang membuka dan meletakkannya di depan tangga. (Bila seorang pengunjung akan meninggalkan tempat) ia menuju ke tempat sepatunya lalu berlutut mengambilnya dan kemudian menuju ke samping. Bila (pengunjung yang mengundurkan diri, wajahnya) menghadap kepada orang yang lebih tua, orang itu berdiri di samping sepatunya, lalu berlutut dan bergerak agak menjauh kemudian membungkuk dan mengenakan sepatunya.
Bila ada dua orang duduk atau berdiri bersama, janganlah menyela mereka sebagai orang ketiga. Bila mereka keduanya berdiri bersama, janganlah lewat di tengah mereka.
Laki-laki dan perempuan jangan duduk bersama (dalam satu ruangan), jangan menggunakan gantungan atau rak yang sama untuk pakaiannya; janganlah menggunakan handuk dan sisir yang sama dan tidak saling bersentuhan tangan di dalam memberi dan menerima. Seorang ipar perempuan dan ipar laki-laki tidak saling bersapa; para ibu tidak disuruh mencuci pakaian bawah (anak laki-laki). Kata-kata dari luar tidak dibawa masuk melalui ambang pintu dan kata-kata di dalam tidak dibawa keluar melewati ambang pintu.
Bila seorang gadis telah ditunangkan, ia mengenakan kalung; dan kalau tidak ada urusan yang besar tidak boleh (laki-laki) masuk ke pintu kamarnya. Bila seorang bibi / kakak / adik perempuan atau anak perempuan yang sudah menikah berkunjung ke rumah, tidak boleh kakak adik laki-lakinya duduk satu tikar atau makan bersamanya dengan peralatan makan yang sama. Sekalipun seorang ayah dan seorang anak perempuan, tidak boleh duduk bersama dalam 1 tikar.
Laki-laki dan perempuan tanpa perantara tidak saling mengenal namanya. Jika tidak atau belum menerima hadiah pernikahan (Bi) tidak boleh saling berhubungan atau berakrab. Hari dan bulan pernikahan harus dilaporkan kepada penguasa dan dengan bersuci dan berpuasa melaporkan kepada Gui Shen (Yang Maha Roh / arwah leluhur); dan di tempat mempelai laki-laki wajib diadakan pesta dengan mengundang orang-orang di kampung dan sekelilingnya serta kawan-kawan sejawatnya: --- dengan demikian menunjukkan pentingnya pemisahan posisi (antara laki-laki dan perempuan).
Menikahi seorang perempuan tidak boleh yang sama marganya, maka bila membeli seorang pembantu perempuan dan tidak tahu marganya wajib dikaji lewat batok kura-kura (Bo). Dengan anak laki-laki seorang janda, bila tidak benar-benar mengenal dengan pasti, tidak menjalin persahabatan dengannya.
Bila seseorang memberi selamat (kepada seorang kawan) atas pernikahannya, pesuruhnya berkata, “ Si Anu sudah mengutusku, mendengar anda akan menerima tamu, ia mengutusku menyampaikan hadiah ini.”
Seorang yang miskin tidak menggunakan barang atau kekayaan untuk memenuhi kesusilaan (Li) dan orang tua tidak menggunakan otot dan tenaganya untuk memenuhi kewajiban kesusilaan.
Dalam memberi nama seorang anak laki-laki tidak mengambil nama Negara, tidak mengambil nama hari atau bulan, tidak menggunakan nama penyakit yang disembunyikan, juga tidak menggunakan nama gunung dan sungai. Anak laki-laki dan perempuan, hubungannya harus dibedakan berdasarkan usianya. Anak laki-laki pada usia 20 tahun menerima upacara pengenaan topi dan menerima nama sebutannya. Dihadapan ayah, seorang anak menyebut dirinya dengan nama pribadinya, dan di hadapan penguasanya menyebut nama jabatannya. Seorang anak perempuan setelah ditunangkan, ia mengenakan konde dan menerima nama sebutannya.
Kesusilaan di dalam menyampaikan makanan adalah sebagai berikut: --- daging yang direbus beserta tulang diletakkan di kiri dan daging yang telah diiris diletakkan di kanan: nasi ditempatkan di bagian kiri tikar tempat jamuan dan sayur diletakkan di kanan; daging cacah dan daging bakar diletakkan di luar (tempat daging bertulang dan yang diiris), acar dan saos diletakkan di bagian dalam; selanjutnya diletakkan bawang dan bawang rebus; anggur dan sirup diletakkan di sebelah kanan. Bila irisan daging kering dan daging yang dibumbui telah diletakkan: letaknya dipindah ke kiri dan akhirnya dipindah ke kanan.
Tamu yang lebih rendah peringkatnya, ia sebaiknya mengambil nasi sendiri ia berdiri dan menolak (penghormatan dalam menerima). Tuan rumah lalu berdiri dan tidak memperkenankan tamunya (mengundurkan diri). Setelah itu para tamu mengambil tempat duduk. Bila tuan rumah memimpin para tamu menaikkan sembahyang (sebelum makan); mereka menaikkan sembahyang dengan mangkok makanan pertama yang diserahkan. Dimulai dengan daging yang bertulang mereka menaikkan sembahyang, dilanjutkan dengan semua makanan yang tersaji. Setelah mereka tiga kali makan nasi, tuan rumah menyilakan para tamu mengambil daging yang diiris dan selanjutnya mengambil dari mangkuk-mangkuk yang lain. Seorang tamu tidak boleh mengosongkan mulut dengan minum sebelum tuan rumah menyingkirkan mangkuk.
Mendampingi makan seorang yang lebih tua, bila tuan rumah memberikan sesuatu dengan tangannya maka wajib menghormat dengan bai dan memakannya. Bila tuan rumah tidak langsung memberi sesuatu maka boleh makan tanpa menghormat dengan bai. Bila makan bersama, seseorang jangan makan cepat-cepat sampai kenyang dan bila makan nasi bersama, jangan sampai harus mencuci tangannya lebih dahulu.
Jangan mengepal-ngepal nasi menjadi seperti bola; jangan mengambil cepat-cepat berbagai makanan, jangan mereguk kuah. Jangan menimbulkan bunyi waktu makan; jangan menggerogoti tulang dengan gigi; jangan mengembalikan ikan/daging yang sudah dimakan; jangan melontarkan tulang kepada anjing dan jangan merebut (makanan yang diinginkan). Jangan menggelar nasi di piring (agar dingin); bila nasi itu dari gandum jangan menggunakan sumpit. Jangan menelan tergesa-gesa kuah yang di dalamnya ada sayurannya, dan jangan menambahi dengan bumbu; jangan mencungkil gigi, dan jangan mereguk saos. Bila seorang tamu menambahi makanannya dengan rempah-rempah atau dengan bumbu, tuan rumah akan mohon maaf karena hidangannya tidak tersiapkan lebih baik; bila tamu mereguk saos, tuan rumah harus memaafkan karena kemiskinannya. Daging yang basah (dan lunak) dapat dibagi dengan gigi, tetapi daging kering tidak dapat dibagi dengan gigi. Janganlah memotong daging kering dalam ukuran besar-besar. Setelah usai makan, para tamu akan berlutut di bagian depan (tikar) dan memindahkan mangkuk-mangkuk nasi dan saos untuk diberikan kepada petugas / pembantu. Tuan rumah segera berdiri dan menolak bantuan yang diberikan oleh para tamu, dan kemudian para tamu itu duduk kembali.
Bila seorang muda mendampingi minum bersama seorang yang lebih tua, bila anggur diberikan kepadanya ia berdiri dan menghormat dengan bai lalu menerimanya dengan penuh hormat di tempatnya. Bila orang yang lebih tua itu tidak berkenan (segera meminumnya) maka yang lebih muda itu kembali ke tikar siap meminumnya. Sebelum orang yang lebih tua itu mengangkat piala dan meminumnya sehingga kosong, para orang yang muda itu tidak berani meminum.
Bila seorang yang lebih tua memberi sesuatu, orang yang lebih muda atau lebih rendah peringkatnya tidak berani menolak. Bila buah yang langsung diberikan oleh penguasa di hadapannya ada bijinya, penerima harus menyimpan (biji itu) di (kantung) dadanya. Mendampingi makan seorang penguasa dan penguasa itu memberinya sesuatu yang tersisa, bila wadah barang itu mudah dibersihkan, ia tidak mengganti wadah itu; tetapi bila tidak demikian, ia sebaiknya menggantikan dengan wadah lain.
Sisa makanan, tidak digunakan untuk sajian sembahyang (kepada orang yang telah meninggal dunia). Seorang ayah tidak semestinya menggunakan barang itu sebagai sajian sekalipun kepada anaknya yang meninggal dunia, demikian pula seorang suami tidak menggunakannya untuk sajian sembahyang kepada istrinya (yang meninggal dunia).
Seseorang yang menyertai orang yang lebih tua untuk bersama dengannya (dalam suatu pesta) biarpun makanannya berlipat dua ia tidak boleh menolak. Untuk tempat duduknya sebagai pendamping orang lain (bila sudah disiapkan) ia tidak boleh menolak.
Bila gulai dibuat dari sayur-sayuran, digunakan sumpit; tidak digunakan sumpit bila tidak ada sayur-sayuran.
Menyiapkan buah semangka untuk raja (Tianzi) mula-mula dibelah menjadi empat bagian dan selanjutnya menjadi delapan, lalu menutupinya dengan serbet yang dibuat dari kain linen yang bagus. Menyiapkan untuk seorang penguasa suatu negeri (Guojun), (semangka) itu dibelah menjadi empat, lalu ditutup dengan serbet kasar. Untuk menyiapkan bagi seorang pembesar (Da Fu) (setelah dibelah menjadi empat bagian) lalu disajikan tanpa ditutup. Seorang pejabat rendahan (Shi) cukup menerimanya setelah dipotong tungkainya dan seorang rakyat kebanyakan langsung akan memakan dengan giginya.
Bila ayah-bunda sakit, (seorang muda) yang telah mengenakan topi (tanda kedewasaan) tidak menggunakan sisirnya, tidak berjalan dengan memegarkan lengannya, tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna, tidak memegang kecapi atau siter (Qin Se). Daging yang dimakan tidak diganti sampai berubah rasa; minum anggur tidak sampai wajahnya berubah. Dia tidak tertawa sampai menampakkan gigi, tidak marah sampai mencaci maki. Setelah (orang tuanya) sembuh dari sakit ia kembali sebagai sediakala.
Seseorang yang sedih, resah sebaiknya duduk ditikar yang dipisahkan dari tempat orang lain; orang yang sedang berkabung wajib duduk di tikar tunggal.
Bila turun hujan lebat, janganlah mempersembahkan ikan atau kura-kura. Mempersembahkan seekor burung, jangan menyodorkan kepalanya; bila yang dipersembahkan itu burung jinak, hal ini tidak dipersoalkan. Bila mempersembahkan sebuah kereta dan kuda-kudanya, orang harus membawa pecut dan tali kekangnya. Orang yang mempersembahkan sepasang baju jirah wajib pula membawa ketopongnya. Orang yang mempersembahkan tongkat harus memegang bagian ujungnya. Orang yang mempersembahkan tawanan harus memegang tangan baju kanannya. Orang yang mempersembahkan padi-padian yang belum disosoh harus dibawakan pula bagian yang tinggal sesuai bobotnya; setelah disosoh maka harus dibawakan takarannya. Orang yang mempersembahkan makanan yang sudah masak harus dibawakan pula saos dan acarnya. Orang yang mempersembahkan sawah dan tempat kediamannya harus membawakan pula surat-suratnya itu untuk diserahkan.
Dalam segala sesuatu menyangkut tata cara orang memberikan sebuah busur kepada orang lain, bila sudah dibengkokkan tali ototnya harus dihadapkan ke atas; bila belum dibengkokkan, maka pemberi dengan tangan kanannya memegang ujung busur dan tangan kirinya memegang bagian tengahnya; biar tinggi maupun rendah kedudukan masing-masing, mereka saling membongkokkan sampai baju bawahnya turun (ke tanah). Bila yang menjadi tuan rumah menghormat dengan bai sambil membongkokkan diri, maka tamu itu bergerak ke sisi untuk menghindari penghormatan dengan bai itu. Tuan rumah itu lalu menerima busur itu dan berdiri di kiri tamunya, menempatkan tangannya di bawah tangan tamu itu dan memegang bagian tengah busur dengan wajah yang mengarah sama jurusan dengan tamunya; dan demikianlah ia menerima busur (itu).
Orang yang menyerahkan sebatang pedang harus melakukannya dengan menempatkan hulu pedang di samping kirinya. Orang yang menyerahkan sebuah tombak yang berkait satu harus menempatkan pangkalnya yang bersarung logam di depan dan ujungnya yang tajam di belakang. Bila menyerahkan tombak yang berkait dua atau yang berkait satu tetapi dengan ujung tajam dua arah harus menempatkan bagian yang tidak tajam di depan. Bila orang menyerahkan bangku atau tongkat, pertama-tama harus lebih dahulu menyeka sehingga bersih. Orang menyerahkan seekor kuda atau seekor kambing, wajib menuntunnya dengan tangan kanan. Orang menyerahkan seekor anjing harus menuntunnya dengan tangan kiri. Orang yang membawa seekor burung (sebagai pemberian perkenalan) harus membawanya dengan kepala burung itu mengarah ke kiri. Untuk hiasan penutup domba atau angsa digunakan kain yang dibordir. Orang menerima permata (Zhu) atau batu kumala (Yu) harus menggunakan kedua belah tangannya. Orang yang menerima sebatang busur atau pedang harus menerimanya dengan (tangan yang) tertutup lengan jubahnya. Orang yang mereguk minuman yang diwadahi piala dari batu Yu (giok), jangan dikocok-kocok.
Bila akan mengirim bingkisan persahabatan dalam wujud busur atau pedang atau barang-barang lain, bungkuslah dengan tikar pandan atau rumput dan ditempatkan di keranjang bulat atau persegi. Pengirim harus membawa barang itu untuk diterimakan kepada orang yang diutus dan berlaku baik-baik bagaimana mengutus seseorang. Bila seseorang diutus oleh seorang penguasa, setelah tugas diterima dan mendengar kata-katanya, maka tidak boleh menunda keberangkatannya dengan bermalam di rumah. Bila kata-kata penguasa itu datang (lewat seorang menteri), tuan rumah harus keluar dan menghormat dengan bai sebagai tanda penghormatan. Bila orang yang membawa kata-kata penguasa itu akan kembali, sekali lagi harus menghormat dengan bai dan mengantarkan sampai keluar pintu. Bila (seorang menteri) mengutus seseorang menghadap penguasa, ia harus mengenakan jubah istana ketika menjumpai orang yang akan diutus; dan pada saat utusan itu kembali ia harus turun dari pendapa rumah untuk menerima amanat.
Banyak-banyak mendengar dengan sekuat tenaga memahami sambil tetap berendah hati; dengan sungguh-sungguh melakukan kebaikan tanpa merasa lelah, itulah yang dinamai seorang junzi. Seorang junzi tidak mengutamakan bagaimana orang menggembirakannya dan tidak habis-habisnya memanfaatkan kesetiaan seseorang; dengan demikian dijaga lestarinya jalinan hubungan.
Di dalam tata kesusilaan (Li) dikatakan, “Seorang Junzi menggendong cucunya tetapi tidak menggendong anaknya.” Ini mengatakan kepada kita bahwa seorang cucu boleh menjadi pemeran sosok arwah (Shi) kakeknya tetapi seorang anak tidak boleh menjadi pemeran sosok arwah (shi) ayahnya. Kepada orang yang berperan sebagai Shi (sosok arwah) penguasa yang telah mendiang, seorang pembesar atau pejabat biasa (bila berpapasan) harus turun dari kendaraannya. Yang menjadi penguasa waktu itupun bila mengerti adanya shi itu juga harus turun dari kendaraannya. Shi itu (pada saat yang sama) harus membongkokkan diri ke arah palang kereta. Untuk naik kereta harus menggunakan bangku.
Orang yang sedang melakukan puasa tidak menggembirakan diri dengan musik atau menyedihkan diri dengan hal-hal yang bersifat duka cita.
Berdasar kesusilaan (Li), untuk masa perkabungan (kepada seorang ayah), (Seorang anak) tidak membiarkan dirinya kurus sehingga kelihatan tulangnya dan tidak membiarkan penglihatan dan pendengarannya terpengaruh oleh penderitaannya. Ia naik turun rumah tidak lewat tangga timur (yang biasa dilalui ayah) juga keluar masuk rumah lewat jalan yang langsung di hadapan pintu tengah. Berdasarkan Li, orang yang sedang berkabung bila ada ketombe dikepalanya harus keramas. Bila ada gejala penyakit kulit dibadannya harus mandi. Bila sakit harus minum anggur dan makan daging. Setelah pulih kesehatannya ia melanjutkan perkabungannya. Orang yang tidak dapat menggenapkan perkabungannya seperti itu dinamai tidak ada kasih dan tidak bakti. Orang yang telah berusia 50 tahun ia tidak dibenarkan menyusutkan dirinya terlalu banyak, yang telah berusia 60 tahun sama sekali tidak boleh, yang berusia 70 tahun, ia hanya mengenakan pakaian berkabung dari rami yang tidak di klim dan tetap minum anggur, makan daging dan diam di ruangan biasa di dalam (rumahnya).
Hidup adalah menyangkut hari depan dan mati adalah menyangkut hari yang lalu. Orang yang mengerti makna hidup akan menyampaikan belasungkawa dan yang mengerti makna mati akan merasakan kedukaan. Orang yang mengerti makna hidup tetapi tidak mengerti makna mati akan menyampaikan belasungkawa tanpa kesedihan; Orang yang mengerti makna mati tetapi tidak mengerti makna hidup akan merasakan kesedihan tetapi tidak menyampaikan belasungkawa.
Bila menyampaikan bela sungkawa tetapi tidak dapat memberi bantuan / sumbangan, janganlah bertanya tentang pembiayaan. Menjenguk orang yang sakit tetapi tidak dapat membawakan sesuatu jangan bertanya tentang apa yang dia inginkan. Melihat seseorang (yang sedang dalam perjalanan) dan tidak dapat memberikannya penginapan, jangan bertanya dimana dia akan berhenti. Memberi sesuatu kepada orang jangan berkata, “kemari dan ambillah.” Memberikan sesuatu (kepada seseorang yang lebih rendah peringkatnya) jangan bertanya apa yang ia inginkan.
Bila seseorang ada di makam janganlah naik keatas gundukan makam, bila membantu acara pemakaman, orang harus ikut memegang tali (peti jenazah). Berada di rumah duka janganlah tertawa. Untuk saling memberi hormat dengan Yi (menaikkan genggaman kedua tangan) orang harus bergeser dari tempatnya. Bila melihat dari jarak jauh sebuah peti mati yang berisi jenazah janganlah menyanyi. Bila memasuki kerumunan orang-orang yang sedang berkabung, janganlah mengangkat lengan. Bila makan bersama orang lain janganlah mengeluh. Bila ada upacara duka di kampung tetangga, janganlah mengiringi suara lesung dengan alun suaranya. Bila ada sosok tubuh yang dimasukkan peti jenazah janganlah menyanyi di jalanan. Bila berkunjung ke makam janganlah menyanyi, demikian pula bila pada hari itu orang menangis (menyertai orang-orang yang sedang berduka). Menyertai orang yang sedang berkabung mengantar jenazah ke kuburan, jangan mengambil jalan pintas. Bila mengambil bagian dalam upacara pemakaman jangan menghindari lumpur atau kubangan-kubangan. Menghadiri upacara perkabungan harus ada rasa duka diwajah. Memegang tali (kereta penarik) peti mati jangan tertawa. Bila menghadiri acara gembira orang jangan mengeluh. Bila mengenakan pakaian jirah dan ketopong harus menunjukkan sikap wajah tegar seolah tiada terlawankan. Maka seorang junzi itu hati-hati dan teliti agar tidak kehilangan wajah di hadapan orang.
Bila pemegang kuasa suatu Negara memegang palang kereta dan menunduk kedepan, seorang pembesar harus turun dari kereta. Bila seorang pembesar memegang palang kereta dan menunduk ke depan, pejabat (bawahan) yang lain wajib turun kereta. Tuntutan melakukan Li (adat susila) ini tidak berlaku bagi rakyat jelata. Tuntutan hukuman tidak mengena jabatan pembesar (pembesar yang terkena hukuman harus dipecat terlebih dahulu). Orang yang telah dikenai hukuman tidak dibenarkan mendampingi penguasa.
Kereta tentara tidak mempunyai palang kereta (untuk membantu penumpang saat membongkokkan diri; pada kereta perang, panji (bendera) dikibarkan penuh; Pada kereta kebajikan (sipil) panjinya digulung. Seorang pencatat sejarah membawa alat tulis di atas keretanya; pejabat pembantunya membawa catatan kata-kata (yang berisi dokumentasi). Bila di depan ada air, bendera yang bergambar burung hijau (jenis burung air) dikibarkan. Bila di depan ada kabut debu dikibarkan bendera bergambar rajawali yang melengking. Bila di depan ada kereta dan penunggang kuda maka dikibarkan bendera yang bergambar angsa liar yang sedang terbang. Bila di depan ada sepasukan tentara maka dikibarkan bendera dari kulit harimau. Bila di depan ada hewan pemangsa maka dikibarkan bendera dari kulit macan tutul. Di dalam barisan yang sedang berjalan, bendera yang bergambar burung merah diletakkan di depan; sedangkan yang bergambar prajurit hitam diletakkan di belakang; yang bergambar naga hijau diletakkan di kiri; dan yang bergambar macan putih di kanan; dan yang padanya diberi pedoman penunjuk rasi bintang utara (kompas) diletakkan tinggi-tinggi (di tengah): --- semuanya untuk membangkitkan semangat dan memacu kemarahan. Ada peraturan bagaimana harus maju atau harus mundur; di kanan kiri ditempatkan berbagai tanda-tanda untuk pengaturan, masing-masing mempunyai tugas sendiri.
Dengan musuh yang telah membantai ayahnya orang tidak mau hidup bersama di bawah langit yang sama. Dengan musuh yang telah membantai kakak/adiknya, orang tidak seharusnya selalu siap menggunakan pedangnya untuk membalas. Dengan musuh yang membantai kawan mengembaranya, orang tidak mau hidup disebuah negeri yang sama.
Bila keempat penjuru pinggiran ibukota dikelilingi banyak kubu-kubu musuh itu adalah hal yang memalukan para menteri sang pembesar. Bila tanah luas dan tanah-tanah ladang besar terbengkalai dan tidak tergarap itu adalah hal yang memalukan bagi pejabat.
Bila menyertai upacara sembahyang, orang tidak boleh acuh tak acuh. Bila pakaian upacara sembahyang sudah usang harus dibakar, peralatan sembahyang yang telah usang harus ditanam, batok kura-kura dan batang-batang pengkaji yang sudah usang harus ditanam; begitu pula hewan kurban yang sudah mati harus ditanam. Siapa saja yang menyertai pangeran melakukan sembahyang, wajib menyingkirkan sendiri (barang-barang sajiannya).
Setelah usai acara tangis perkabungan, anak menyebut ayahnya dengan nama gelarnya setelah wafat. Li (tata susila) tidak menabukan nama-nama yang berhampiran suara dengan nama gelar itu. Bila orang tua mempunyai dua nama yang terdiri atas dua kata tidak perlu ada penabuan terhadap salah satu nama untuk nama gelarnya. Saat ayah bunda masih hidup dan anak itu dapat melayaninya, ia tidak usah menyebutkan nama ayah bundanya; bila ia tidak lagi dapat melayani ayah bundanya (karena meninggal dunia) ia tidak perlu menabukan nama gelar ayah-bundanya. Nama yang ditabukan (dalam keluarga) tidak perlu dihindari (oleh seorang pembesar) di hadapan penguasanya, tetapi di dalam keluarga pembesar itu diucapkan nama gelar itu. Di dalam membaca kitab sanjak (Shi Jing) atau kitab dokumentasi sejarah (Shu jing), tidak ditabukan nama-nama gelar itu, demikian pula di dalam menuliskan sebuah karya sastra. Di dalam Miao (kuil) tidak ditabukan nama gelar. Nama gelar seorang istri (Fu Ren) biar di hadapan penguasa, seorang menteri tidak menabukan nama gelar itu. Nama gelar seorang istri yang ditabukan tidak ke luar pintu. Di dalam upacara Da Gong (perkabungan besar untuk paman selama 9 bulan) maupun upacara Xiao Gong (perkabungan kecil untuk kemenakan dan ayah paman selama 5 bulan) tidak digunakan nama gelar. Bila seseorang memasuki perbatasan (suatu Negara) wajib bertanya apa-apa yang dilarang disana; setelah memasuki negeri itu wajib bertanya tentang kebiasaaan-kebiasaan yang ada dan bila memasuki sesuatu pintu orang wajib bertanya apa nama gelar (yang ditabukan).
Urusan luar dibicarakan pada hari keras (Kang Ri) yang bersifat Yang (gasal) dan urusan dalam dibicarakan pada hari lunak (Ruo Ri) yang bersifat Yin (genap). Di dalam melakukan pengkajian tentang hari dengan batok kura-kura (Bo) tau batang pengkaji (Shi), bila di luar 10 hari, dikatakan, ‘pada hari anu yang masih jauh,’ bila di dalam 10 hari dikatakan, ‘pada hari anu yang dekat.’ Untuk hal perkabungan didahulukan hari yang jauh; untuk hal kebahagiaan didahulukan hari yang dekat. Dikatakan, ‘Untuk hari itu kami bersandar kepadamu batok kura-kura besar (Da Gui) yang akan memberi petunjuk yang lazim!’ ‘Untuk hari itu kami bersandar kepadamu, batang pengkaji besar (Da Shi) yang memberi petunjuk yang lazim!’ Melakukan pengkajian dengan batok kura-kura atau batang pengkaji dilakukan tidak lebih 3 kali. Batok kura-kura dan batang pengkaji tidak digunakan untuk mengkaji masalah yang sama. Pengkajian dengan batok kura-kura (Gui) dinamai Bo, yang menggunakan batang-batang pengkaji (shi) dinamai shi. Penggunaan Bo dan Shi digunakan oleh para raja purba yang bersifat Nabi, untuk menjadikan rakyat percaya tentang waktu atau musim dan hari. Hormat kepada Tuhan Yang Maha Rokh dan takut/patuh kepada hukum dan perintahNya; dengan cara ini menjadikan rakyat memantapkan batinnya dari keraguan dan mengambil ketetapan sikap terhadap hal-hal yang mencemaskan, maka dikatakan, ‘Bila kamu ragu-ragu lalu melakukan pengkajian dengan batang-batang pengkaji, kamu tidak perlu lagi resah kalau-kalau berbuat salah, bila ditetapkan hari untuk melaksanakan hal itu, lakukanlah tepat sesuai dengan itu.’
Bila kereta penguasa akan dipasangi kuda, sang sais harus berdiri di depannya dengan pecut di tangan. Setelah kuda-kuda dipasang pada gandarannya, sais harus memeriksa pasak-pasak roda dan melaporkan bahwa kereta telah siap. (Ketika keluar lagi) sais itu mengibaskan debu dari pakaiannya dan naik dari sisi kanan dan memegang kedua tali kendali kereta itu. Ia lalu berlutut di dalam kereta (sampai penguasa itu duduk). Dipegang pecut dan tali kendalinya dipisah; dan disuruh maju kuda lima langkah lalu berhenti. Saat penguasa itu keluar menuju kereta maka sais itu memegang kendali pada satu tangan dan tangan yang lain menyerahkan tali pegangan kepada penguasa itu. Pembantu di kanan kiri penguasa itu lalu mundur memberi jalan. Mereka mengikuti dengan cepat-cepat menyertai jalan kereta. Setelah sampai di gerbang besar (Da Men) penguasa itu meletakkan tangannya pada sang sais (agar ia perlahan menyaisi) dan, melihat ke sekitar akan memerintah kepada para pengawal untuk duduk di sebelah kanan, bersama di dalam kereta. Saat melewati gerbang kampung dan menyeberangi parit kecepatan langkah kuda dikurangi, berjalan biasa.
Adalah Li (tata susila) bagi seorang sais memberikan tali kereta untuk orang yang akan naik. Bila sais itu berperingkat lebih rendah (daripada yang akan naik) maka tali kereta itu diterima. Bila tidak demikian maka orang itu menolak. Biarpun sais itu berperingkat rendah, orang yang akan naik itu meletakkan tangan di atas tangan sendiri (seolah menolak). Bila tidak demikian maka yang akan naik itu harus menerima tali kereta itu di bawah (tangan sais itu). Kereta tamu tidak masuk lewat pintu gerbang besar (Da Men); seorang perempuan tidak berdiri di dalam kereta; anjing dan kuda tidak dibawa masuk ke dalam ruang/pendapa.
Maka seorang junzi membongkokkan badan kedepan palang kereta saat menjumpai seorang yang telah berambut kuning/beruban; ia turun (dan jalan kaki) saat melewati tempat pangeran atasannya (saat menghadiri sidang). Ia tidak memacu kuda keretanya saat memasuki ibu kota; dan membongkokkan diri ke depan palang kereta saat memasuki suatu kampung. Bila mendapatkan amanat penguasa, biarpun yang diutus itu orang yang berkedudukan rendah / berperingkat rendah, pembesar atau pegawai biasa, orang harus langsung menemui sendiri. Seorang yang mengenakan pakaian zirah, ia tidak melakukan bai dengan membongkokkan diri; ia dianggap sudah melakukan penghormatan dengan bai meskipun terhalang untuk melakukan penghormatan dengan bai yang sempurna. Kereta jenazah saat iring-iringan pemakaman, ruang kiri harus dibiarkan kosong. Saat mengendarai kereta penguasa dalam acara lain, orang tidak berani membiarkan ruang kiri kosong, tetapi orang yang duduk di situ harus membongkokkan diri ke depan palang kereta. Menyaisi kereta yang dinaiki seorang perempuan, digunakan tangan kiri di depan (memegang kendali) dan tangan kanan ditempatkan di belakangnya. Menyaisi kereta yang dikendarai seorang penguasa Negara wajib menggunakan tangan kanan di depan dan tangan kiri di belakangnya dan kepala ditundukkan.
Seorang penguasa Negara tidak mengendarai kereta yang hanya beroda satu. Di dalam kereta ia tidak batuk keras-keras atau menunjuk-nunjuk dengan jari tangannya. Berdiri di atas kereta harus melihat ke depan sejauh lima putaran roda. Saat membongkok ke depan ia melihat ekor kuda-kuda itu. Jangan memutar-mutar kepala di luar batas tengah. Memasuki jalan ibukota orang menyentuh dengan lembut kuda-kudanya dengan pangkal cambuknya. Ia tidak memacu larinya dan debu tidak keluar dari jalur keretanya. Seorang penguasa Negara harus membongkokkan diri ke arah palang kereta bila menjumpai lembu untuk kurban sembahyang dan turun (jalan kaki) ketika melewati Miao leluhur (Zong Miao) seorang pembesar dan pegawai biasa harus turun kereta bila sampai ke pintu gerbang pangeran, lalu berjalan kaki sambil membongkokkan diri, menuju ke kuda-kuda yang keretanya dikendarai pangeran. Saat mengendarai salah satu kereta milik penguasa harus mengenakan pakaian istana, ia harus membawa pecut ke dalam keretanya, (tetapi tidak menggunakannya). Ia tidak berani memegang tali kereta yang diberikan kepadanya. Ia duduk di bagian kiri dan membongkokkan diri ke arah palang kereta. Menjalankan kuda-kuda penguasa menempatkannya di jalur tengah jalan. Bila ia mnginjak-injak makanan kuda itu dikenai hukuman, begitupula bila ia melihat gigi kuda-kuda itu (untuk menghitung giginya).