Li Jing VII
Zeng Zi Wen
Zengzi bertanya, “Bila seorang penguasa (raja) mangkat dan seorang anak atau pewaris (tidak lama kemudian) lahir, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Para menteri (Qing), pembesar (Dafu) dan pejabat (Shi) lain harus mengikuti Wali Pejabat Penguasa / Raja (She Zhu) yang mengambil alih pemerintahan sementara, berhimpun di ruang selatan tangga barat dengan wajah menghadap ke utara. Imam besar (Da Zhu), yang bertugas menaikkan doa, dengan mengenakan jubah dan topi istana, tangannya membawa bungkusan gulungan sutera, naik sampai ke tangga teratas, dan disana tangga naik ke pendapa memberi amanat agar semuanya menghentikan menangis. Tiga kali ia dalam suasana haru mengucapkan kata-katanya dengan jelas, melapor (kepada yang meninggal dunia) dengan berkata, “Seorang putera dari permaisuri anu telah lahir. Saya memberanikan diri menyampaikan laporan.” Ia kemudian naik keatas dan meletakkan sutera di atas bangku yang terletak di sisi timur peti jenazah, ia menangis, lalu turun. Para keluarga mendiang yang ada disana, para menteri, pembesar dan pejabat lain (beserta para perempuan) yang ada dalam ruangan, semuanya menangis dengan tanpa melonjak-lonjak. Setelah letupan duka ini lewat, mereka akan kembali ke tempat masing-masing (yang semestinya), dan melanjutkan upacara sembahyang kepada mendiang. Menteri Kecil Urusan Rumah Tangga (Xiao Zai) naik dan mengambil bungkusan sutera. “Pada hari ketiga, seluruh keluarga, para menteri, pembesar dan pejabat lain seperti kedudukan semula menghadap ke utara. Menteri Besar Urusan Keluarga (Da Zai), Menteri Besar Urusan Altar Leluhur atau Ibadah (Da Zong) dan Imam Besar (Da Zhu), semuanya mengenakan jubah dan topi istana. Xiao Shi (Guru Muda) membawa anak itu dilengannya, dengan mengenakan pakaian berkabung. Petugas penaikan doa maju lebih dahulu, diikuti anak itu. Menteri Urusan Keluarga dan altar memasuki pintu (ke ruang tempat peti jenazah disemayamkan) dan saat itu tangisan dihentikan. Anak itu dibawa naik lewat tangga barat ke depan peti mati dengan wajahnya menghadap ke utara, sementara para petugas (Zhi Shi) berdiri di sudut tenggara. Tiga kali diucapkan dengan jelas dalam suasana duka, “Si anu putera permaisuri anu beserta kami para Zhi Shi yang mengikutinya, memberanikan memperlihatkan diri kehadapan baginda”. Anak itu lalu (dibuat) melakukan bai dan Qi Sang, dan menangis. Petugas menaikkan doa, Menteri Rumah Tangga dan Menteri Urusan Altar, seluruh keluarga, para menteri, pembesar dan pejabat lain menangis dan melonjak-lonjak; melonjak tiga kali dengan tiga kali pula mencetuskan kepedihannya. Selanjutnya mereka turun kembali ke tempat masing-masing yang semestinya, di timur, semuanya membuka lengan dan bahu kirinya. Anak itu (yang ada dalam gendongan) dibuat melonjak-lonjak dan para perempuan yang ada di dalam ruangan pun melonjak-lonjak, tiga kali hal itu dikerjakan dan tiap-tiap kali tiga kali lonjakan. (Penggendong anak itu) menutup pakaian berkabungnya dan berjalan dengan membawa tongkat dan melanjutkan penyajian sembahyang, lalu keluar mengakhiri upacara, Perdana Menteri (Daa Zai) lalu mengamanatkan Pejabat Penaikan Doa dan Pencatat Sejarah untuk mengumumkan nama (anak) itu kesekitarannya, ke lima altar keluarga, berbagai gunung dan sungai.”
Zengzi bertanya, “Bila anak dan pewaris itu lahir setelah acara pemakaman. Lalu bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “ Da Zai dan Sa Zong (Menteri Besar dan Pengurus Besar Miao) mengikuti Imam Agung (Da Zhu) melaporkan semuanya itu kehadapan Ni (papan arwah penguasa yang meninggal dunia). Tiga bulan kemudian, di hadapan Ni itu juga dilaporkan nama yang diberikan dan laporan itu disebarluaskan kemana-mana, juga altar She Ji, Zhong Miao di gunung dan di sungai-sungai.”
Nabi Kongzi bersabda, “Bila rajamuda akan menghadap Tianzi, wajib melapor kehadapan Zu Dian (altar kakeknya) dan menyajikan persembahan kehadapan Ni orang tuanya, barulah kemudian mengenakan topi istana dan keluar pendapa istananya. Diamanatkan kepada Petugas Menaikkan Doa dan Pencatat Sejarah untuk melapor kehadapan altar untuk menghormati Malaikat Bumi dan Gandum, Kuil Leluhur, gunung dan sungai-sungai. Lalu diserahkan urusan negeri pada lima jawatan (Wu Guan) untuk menyelenggarakan pemerintahan, dan di dalam perjalanan keluar ini, disampaikan sajian sembahyang di jalan yang dilewati. Seluruh laporan itu harus usai dalam lima hari. Bila melebihi ketentuan itu, dianggap tidak memenuhi syarat Kesusilaan (Li). Seluruh acara laporan itu digunakan sajian berupa hewan korban dan sutera. Pada waktu kembali, hal yang sama dilakukan. Bila raja-muda berkunjung satu kepada yang lain, juga dilakukan pelaporan kehadapan altar Ni (altar untuk orang tuanya yang meninggal dunia). Selanjutnya dengan mengenakan jubah istana, keluar ke pendapa istana. Diamanatkan kepada Petugas Menaikkan Doa dan Pencatat Sejarah melaporkan (perpisahan ini) kehadapan lima altar Miao leluhur dan altar di gunung dan di sungai yang dilewati. Diamanatkan kepada kelima jawatan (Wu Guan) untuk mengatur pemerintahan Negara, lalu keluar melakukan perjalanan dan memberikan sajian sembahyang di jalan-jalan yang dilewati. Ketika mengamanatkan kepada Petugas Menaikkan Doa dan Pencatat Sejarah, memberi laporan seperti ketika akan berangkat. Setelah laporan diselenggarakan, baru kemudian mendengar dan menerima orang-orang menghadap di istana dan akhirnya masuk.”
Zengzi bertanya, “Bila acara perkabungan untuk kedua orang tua terjadi bersamaan waktu, bagaimana? Mana yang harus didahulukan, dan mana yang harus di belakangkan?” Nabi Kongzi bersabda, “Tata susila mengatur demikian. Upacara pemakaman yang lebih ringan didahulukan dan upacara yang lebih berat di belakangkan. Dan altar (Dian) persembahyangannya mendahulukan yang lebih berat dan membelakangkan yang lebih ringan. Dari acara pembukaan dan pemberangkatan sampai pemakaman (untuk ibu yang meninggal dunia itu), tidak dinaikkan sajian sembahyang. Dalam perjalanan menuju pemakaman, tidak ada upacara duka peratapan; ketika kembali dari pemakaman, baru dinaikkan sajian sembahyang (kehadapan ayah yang meninggal itu) dan selanjutnya dilakukan laporan (kepada arwahnya). Ketika peti jenazah diberangkatkan selanjutnya dilakukan upacara pemakaman dengan acara penuh (Xiu Zang). Upacara penyajian sembahyang dilakukan lebih dahulu kepada yang berat sifatnya dan di belakangkan yang ringan. Demikianlah Kesusilaannya”
Nabi Kongzi bersabda, “Putera tertua yang mempunyai hak waris (Zongzi), sekalipun sudah berusia 70 tahun, tidak boleh tidak harus ada seorang istri yang memimpin upacara sembahyang. Bila bukan Zongzi, tanpa ada istri yang memimpin upacara, bolehlah.”
Zengzi bertanya, “Pada saat akan dilakukan upacara pengenaan topi (Guan Zi) untuk anak, bila petugas pemimpin upacara pengenaan topi tiba, setelah saling menghormat dengan Yi, serta saling mengalah (dengan tuan rumah), dan petugas itu sudah masuk, lalu mendengar berita duka yang mewajibkan berkabung selama setahun atau Sembilan bulan (Da Gong), lalu bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Bila yang meninggal itu adalah keluarga dalam (Semarga / Nui Sang), upacara itu harus dibatalkan. Tetapi bila keluarga luar (Wai Sang), upacara itu diteruskan. Tetapi anggur manis tidak diberikan pada anak muda itu. Makanan-makanan disingkirkan dan tempat itu disapu, dan selanjutnya orang itu pergi ke tempat yang tepat dan menangis disana. Bila petugas upacara mengenakan topi itu belum datang, acara itupun dibatalkan. “Rencana menyelenggarakan upacara mengenakan topi bagi anak, bila harinya belum tiba, lalu ada peristiwa perkabungan yang mewajibkan melakukan Da Gong atau Xiao Gong ( 5 bulan), maka anak muda itu menerima upacara pengenaan topi dengan pakaian berkabung.” “Bila seluruh upacara perkabungan itu telah berlalu, bolehkah seorang anak tetap mengenakan topi itu?” Nabi Kongzi bersabda, “Bila Tianzi menganugerahi seorang rajamuda atau pembesar jubah atau topi yang cocok untuk dikenakan di Da Miao, anak muda itu setelah pulang lalu menyampaikan persembahan (di altar leluhur sendiri) dengan mengenakan jubah yang diberikan kepadanya. Dan di situ ia minum anggur manis seperti dalam upacara pengenaan topi. “Bila seorang anak menerima upacara pengenaan topi setelah ayahnya meninggal dunia, ia harus menentukan topi yang semestinya (sesuai kedudukannya), ia menyapu tanah dan melakukan sembahyang di hadapan Ni. Usai melakukan sembahyang ia menampakkan diri kehadapan paman kakak ayah dan paman adik ayah (Bofu dan Shufu). Baru kemudian ia menerima upacara pengenaan topi oleh petugas.”
Zengzi bertanya, “Dalam keadaan yang bagaimana upacara sembahyang tidak disertai acara minum anggur berantai?” Nabi Kongzi bersabda, “Aku mendengar bahwa di dalam penutup upacara Xiao Xiang (sembahyang setahun berkabung), tuan rumah dengan mengenakan pakaian sutera lunak melakukan sembahyang, dan tidak ada upacara minum berantai. Piala anggur diletakkan di samping tamunya, tetapi tamu itu tidak mengambilnya. Demikianlah kesusilaannya. Dahulu raja muda Lu Zhao Gong (541 s.M. – 510 s.M.) dengan mengenakan pakaian sutera mengambil piala dan memberikannya berkeliling, tetapi itu bukan kesusilaan; dan raja muda (Lu) Xiao Gong (795 s.M – 769 s.M.), setelah usai menggenapi upacara Da Xiang (3 tahun berkabung) meletakkan piala yang diberikan kepadanya, dan tidak memberikannya berkeliling. Ini juga bukan kesusilaan.”
Zengzi bertanya, “Di dalam upacara Da Gong (berkabung 9 bulan), bolehkah (tuan rumah yang sedang berkabung itu) mengambil bagian dalam penaikkan sajian (ke atas altar orang lain yang meninggal dunia)?” Nabi Kongzi bersabda, “Mengapa hanya berbicara tentang upacara Da Gong? Di dalam seluruh upacara perkabungan, dari yang 3 tahun sampai yang lebih bawah, semuanya boleh melakukannya. Demikianlah kesusilaannya.” Zengzi berkata, “Bukankah itu menjadikan upacara perkabungan yang ringan dengan lebih berat menjadi saling berpadu?” Nabi Kongzi bersabda, “Bukan demikian yang kumaksud. Bila ada upacara berkabung untuk seorang Tianzi atau raja muda (semuanya) yang mengenakan pakaian berkabung dengan pinggiran yang tidak rata akan membantu menaikkan sajian. Bila ada upacara berkabung untuk seorang pembesar, semua yang mengenakan pakaian berkabung yang sekalipun berpinggiran rata, juga ikut membantu menaikkan sajian. Dalam upacara berkabung untuk seorang pejabat biasa, kawan dan sahabatnya juga membantu menaikkan sajian. Bila semuanya ini belum cukup, boleh menerima bantuan dari semua yang sedang menjalani Da Gong atau yang lebih bawah; dan bila masih belum cukup, acara boleh diulang.”
Zengzi bertanya, “Di dalam upacara Xiao Gong (berkabung 5 bulan) bolehkah orang itu ambil bagian di dalam sembahyang (perkabungan ) orang lain?” Nabi Kongzi bersabda, “Mengapa hanya membicarakan orang yang sedang menjalani Xiao Gong? Dalam segala upacara perkabungan dari yang 3 tahun sampai yang lebih ke bawah, orang itu boleh mengambil bagian dalam upacara sembahyang.” Zengzi bertanya, “Bukankah hal ini menjadikan upacara perkabungan yang ringan berpadu dengan upacara yang berat?” Nabi Kongzi bersabda, “Di dalam upacara perkabungan untuk Tianzi atau raja muda, tidak ada yang ambil bagian kecuali yang mengenakan pakaian berkabung dengan pinggiran yang tidak rata. Di dalam upacara sembahyang untuk seorang pembesar, mereka yang mengenakan pakaian berkabung dengan pinggiran rata ikut melakukan. Untuk upacara sembahyang bagi pejabat biasa, bila kekurangan orang yang menyertai, orang akan menambahkan dari kakak atau adiknya yang sekalipun sedang berkabung Da Gong atau yang di bawahnya.”
Zengzi bertanya, “Bila orang ada kenalan yang berkabung, bolehkah orang saling membantu satu sama lain dalam bersembahyang?” Nabi Kongzi bersabda, “Seorang yang mengenakan pakaian 3 bulan berkabung, tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan sembahyang (di altar leluhur sendiri), bagaimana ia bisa membantu orang lain untuk itu?”
Zengzi bertanya, dengan menanggalkan pakaian berkabung, bolehkan orang membantu menaikkan sajian (untuk orang lain yang meninggal dunia)?” Nabi Kongzi bersabda, “Membantu orang lain menaikkan sajian sembahyang dengan menanggalkan pakaian berkabung sendiri, itu bukan kesusilaan. Kiranya, ia boleh membantunya menerima tamu.”
Zengzi bertanya, “bersadarkan kesusilaan dalam pernikahan (Hun Li), bila pemberian barang tanda pelamaraan (Na Bi) telah diterima dan hari bahagia telah ditetapkan; ---bila ayah atau ibu mempelai puteri meninggal dunia, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “(Calon) menantu laki-laki wajib mengirim seseorang untuk menyatakan bela sungkawa; bila yang meninggal itu adalah ayahnya atau ibunya, keluarga calon mempelai puteri itu wajib berbuat yang sama, mengutus orang untuk menyampaikan bela sungkawa. Bila yang meninggal itu ayahnya, (utusan itu) akan menyebut nama sang ayah (yang mengutusnya); bila yang meninggal dunia itu ibunya, (utusan itu) akan menyebut nama sang ibu (yang mengutusnya). Bila kedua belah pihak ayah bunda telah meninggal, (utusan itu) akan menyebut nama paman tua (Bofu) atau istrinya. Setelah calon menantu laki-laki itu memakamkan (orang tuanya yang meninggal dunia), sang paman tua akan melepas amanat pertunangan kepada keluarga gadis itu dengan berkata, ‘Puteraku si anu sedang melakukan upacara perkabungan untuk ayah atau ibunya, dan belum dapat menerima hak menjadi kakak atau adik. Maka menugaskan saya membebaskan dari ikatan ini.’ Dalam hal ini sesuai kesusilaan, keluarga gadis itu menyetujui maksud kedatangan utusan dan tidak berani mendesakkan hal pernikahan. Bila calon menantu laki-laki itu telah menggenapkan perkabungannya, ayah bunda gadis itu ke rumahnya, tetapi menanti setelah dilaksanakan pernikahan; inilah kesusilaan. Bila ayah atau ibu gadis itu yang meninggal dunia, (calon) menantu laki-laki itu juga berbuat hal yang sama.”
Zengzi bertanya, “setelah calon menantu laki-laki menjemput langsung mempelai puteri itu dan masih dalam perjalanan: --- bila ayah atau ibu calon menantu laki-laki itu meninggal dunia, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Mempelai puteri itu berganti pakaian; dan dengan mengenakan pakaian dari rami halus (linen), serta tali sutera putih melingkari rambutnya, dengan segera menghadiri upacara perkabungan. Bila mempelai puteri itu masih dalam perjalanan, dan ayah atau ibunya meninggal dunia, maka mempelai puteri itu pulang.” Bila menantu laki-laki itu telah menjemput langsung mempelai puteri, sebelum sampai ke rumah keluarga mempelai laki-laki; bila terjadi kematian yang menuntut perkabungan Da Gong, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Sebelum mempelai laki-laki itu masuk (rumah keluarga), ia akan berganti pakaian di suatu tempat di luar, sedangkan mempelai puteri segera masuk dan berganti pakaian di suatu tempat di dalam. Selanjutnya mereka menuju ke tempat yang semestinya dan meratap.”
Zengzi bertanya, “Bila perkabungan telah digenapkan, tidak beranikah mereka kembali menyelenggarakan upacara pernikahan?” Nabi Kongzi bersabda, “Demikianlah kesusilaannya: Saat upacara sembahyang telah lewat, tidak ada upacara sembahyang lagi. Mengapa mereka harus mengulang upacara yang seharusnya dilaksanakan lebih dahulu?”
Nabi Kongzi bersabda, “Suatu keluarga yang menikahkan puterinya keluar, tidak mematikan lilin selama 3 malam, untuk merenungi perpisahan yang telah terjadi. Keluarga yang menerima menantu puteri itu, selama 3 hari tidak memperdengarkan musik, merenungi bahwa mempelai laki-laki itu menjadi penerus orang tuanya. Setelah 3 bulan mempelai puteri itu datang menghadap Miao leluhur, dalam gaya ‘mempelai yang baru datang’. Dipilih hari untuk saat mempelai puteri itu melakukan sembahyang kehadapan altar Ni (papan nama mertuanya); demikianlah menggenapkan dirinya benar menjadi istri.”
Zengzi bertanya, “Bila mempelai puteri itu meninggal sebelum menghadap altar leluhur, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “(Peti matinya) tidak dipindahkan ke ruang Miao leluhur. Papan namanya juga tidak ditempatkan di samping ibu mertuanya. Sang suami tidak perlu membawa tongkat; juga tidak mengenakan sepatu dari jerami, juga tidak ada tempat khusus untuk meratapinya. Peti jenazahnya akan dipulangkan dan dimakamkan di lingkungan keluarganya; --- menunjukkan bahwa mempelai puteri itu belum genap menjadi istri.”
Zengzi bertanya,”Bila hari bahagia telah ditetapkan untuk saat penjemputan mempelai puteri, dan mempelai puteri itu meninggal dunia; ---bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Calon menantu laki-laki itu wajib mengenakan pakaian berkabung untuk 1 tahun (Ji Shuai). Ia harus ada di sampingnya ketika pemakaman dilaksanakan. Bila yang meninggal dunia itu adalah (calon) menantu laki-laki, hal yang sama juga dilakukan.
Zengzi bertanya, “Adakah sesuai dengan kesusilaan, jika dalam upacara perkabungan disediakan dua tempat untuk putera yang menjadi yatim dan di dalam Miao leluhur ditempatkan dua papan nama?” Nabi Kongzi bersabda, “Di langit tidak ada dua matahari; di suatu negeri tidak ada dua raja; di dalam upacara Xiang (upacara sembahyang untuk musim rontok), upacara Di (upacara sembahyang musim semi), Jiao (upacara sembahyang kepada Tian) dan She (upacara sembahyang kepada Malaikat Bumi) tidak ada dua tempat yang mendapatkan pemuliaan tertinggi. Aku tidak tahu apa yang kamu maksudkan sesuai dengan kesusilaan itu. Dahulu, rajamuda Ji Huan Gong (685 s.M – 643 s.M.) sering menggerakkan bala tentara untuk perang. Ia membuat papan arwah tiruan yang dibawa dalam perjalanan, dan setelah kembali disimpan di Miao leluhurnya. Adanya dua papan nama di altar Miao leluhur, Ji Huan Gonglah yang memulai. Tentang dua anak yatim dapat dijelaskan demikian: --- Dahulu, rajamuda Wei Ling Gong (543 s.M. – 439 s.M.) dalam kunjungan ke negeri Lu, upacara perkabungan untuk kepala keluarga Ji (Ji Huan Zi) sedang berlangsung. Rajamuda negeri Wei itu, mohon perkenan untuk dapat menyampaikan bela sungkawa. Rajamuda (Lu) Ai Gong menolak maksud itu, tetapi tidak dapat memaksakan penolakannya. Karenanya, terpaksa ia juga ikut menjadi tuan rumah, sehingga tamu-tamu datang menyampaikan bela sungkawa kepadanya. (Ji) Kangzi (anak Huanzi) berdiri di bagian kanan gerbang dengan wajah menghadap ke utara, dan rajamuda itu, setelah memberi hormat dengan Yi lalu mengalah naik lewat tangga timur dengan wajah menghadap ke barat. Para tamu kampung itu naik lewat tangga barat untuk menyampaikan bela sungkawa. Rajamuda itu memberi hormat dengan bai, lalu berdiri dan menangis. Sedangkan Ji Kangzi memberi hormat dengan bai, lalu menundukkan kepala sampai ke tanah (Qi Sang) di dalam kedudukannya yang semestinya. Para petugas yang menjadi penilik tidak berusaha membetulkan. Adanya dua anak yatim menerima tamu (yang berbela sungkawa) timbul dari kesalahan Ji Kangzi itu.”
Zengzi bertanya, “Pada zaman kuno, bila ada pergerakan bala tentara, tidakkah menjadi hal terpenting untuk membawa papan arwah Miao leluhur dalam perjalanan itu?” Nabi Kongzi bersabda, “Bila Tianzi melakukan perjalanaan pemeriksaan, ia mengambil dan membawa papan arwah Miao leluhurnya dikereta yang dimuliakan. Demikianlah harus ada rasa hormat itu. Kini, hal membawa ketujuh papan arwah Miao dalam perjalanan itu adalah kesalahan. Tidak boleh di altar ketujuh miao (bagi raja) atau di altar kelima Miao (bagi para rajamuda) dibiarkan kosong tidak ada papan arwahnya. Hanya bila Tianzi mangkat atau seorang rajamuda meninggal dunia atau meninggalkan negeri atau bila seluruh papan arwah diambil untuk upacara bersama di Miao leluhur yang tertinggi, sebuah altar boleh dibiarkan kosong (Tidak ada papan arwahnya). Aku pernah mendengar Lao Dan berkata,”Pada peristiwa mangkatnya seorang Tianzi atau seorang rajamuda, adalah menjadi kesusilaan petugas penaikkan doa harus mengambil papan arwah dari seluruh altar dan menempatkannya di altar leluhur yang tertinggi. Bila acara menangis telah usai (menempatkan papan arwah yang meninggal dunia di altar) dan acara telah digenapkan, lalu seluruh papan arwah dikembalikan ke altar Miao masing-masing. Bila seorang penguasa Negara meninggalkan negerinya, Perdana menteri (Da Zai) harus mengambil seluruh papan arwah berbagai Miao mengikutinya. Demikianlah kesusilaannya. Bila ada upacara atau sembahyang bersama di altar leluhur tertinggi, petugas penaikkan doa menjemput papan arwah dari keempat Miao, diupayakan untuk menghindari jalan yang biasa, demikianlah yang dikatakan Lao Dan.”
Zengzi bertanya, “Pada zaman kuno, bila gerakan tentara tidak membawa papan arwah leluhur yang dibawa bersama mereka, maka siapa pemimpin utamanya?” Nabi Kongzi bersabda, “Yang menjadi pemimpin utamanya ialah amanatnya.” (Zengzi bertanya), “Bagaimana maksudnya?” Nabi Kongzi bersabda, “Saat Tianzi atau rajamuda akan berangkat melakukan perjalanan, ia akan mempersembahkan sutera, kulit, dan papan batu kumala, melaporkan maksud perjalanannya kepada Ni kakek atau ayahnya. Ia lalu mengambil persembahan itu dan membawanya dalam perjalanan dalam kereta yang dimuliakan. Diberbagai tempat dalam perjalanan, ia mempersembahkan sajian disana, dan selanjutnya menduduki tempat itu. Saat kembali, ia akan memberi laporan (kehadapan altar yang sama). Dan saat mereka menyampaikan sajian lagi, ia mengumpulkan sutera dan batu kumala, menguburnya di antara kedua tangga naik Miao leluhur tertinggi; selanjutnya meninggalkan Miao itu. Demikianlah memuliakan amanat itu.”
Zi You bertanya, “Melakukan perkabungan untuk ibu pengasuh (ibu yang menyusui dan mengasuh anak yang menjadi piatu karena ibunya meninggal) samakah dengan kesusilaan untuk ibu kandung?” Nabi Kongzi bersabda, “Itu bukan kesusilaan. Pada zaman kuno, seorang anak laki-laki, di luar mempunyai bapak pengasuh (guru), di dalam mempunyai ibu pengasuh. Demikianlah seorang penguasa memberikan amanatnya untuk membimbing puteranya; --- dengan dasar apakah ia harus mengenakan pakaian berkabung? Dahulu, rajamuda Lu Zhao Gong, dalam usia muda telah kematian ibunya, dan ia mempunyai seorang ibu pengasuh yang sangat baik; dan ketika ibu pengasuh itu meninggal, rajamuda itu tidak tahan untuk tidak berkabung untuknya, dan ingin melakukan perkabungan itu. Seorang pejabat yang berwenang dalam masalah itu, ketika mendengar berkata, ‘Berdasar kesusilaan zaman kuno, tidak ada acara perkabungan untuk ibu pengasuh. Kini, bila baginda ingin melakukan perkabungan, itu akan bertentangan dengan kesusilaan kuno itu, dan mengacaukan hukum Negara. Bila bagaimanapun akhirnya anda akan melakukan hal itu, maka kami akan mencatatnya dan meneruskan kepada generasi yang mendatang; ---bukankah hal ini tidak dikehendaki?’ Rajamuda berkata, ‘Pada zaman kuno, Seorang Tianzi menanggalkan mahkota dan bersantai, mengenakan pakaian dalam yang tipis, itu hanya dilakukan bila telah lepas masa berkabung.’ Rajamuda itu tetap tidak tahan untuk tidak mengenakan pakaian berkabung untuk ibu pengasuhnya itu. Mengenakan pakaian berkabung untuk ibu pengasuh bermula dari rajamuda Lu Zhao Gong.”
Zengzi bertanya, “Ketika para rajamuda berhimpun bersama untuk menghadap kepada Tianzi; begitu mereka memasuki gerbang; ternyata tidak dapat menggenapkan kesusilaan itu; --- dalam peristiwa apa saja gangguan atau pembatalan itu dapat terjadi?” Nabi Kongzi bersabda, “Ada empat” “Mohon bertanya kejelasannya.” Dijawab: --- “Saat terjadi kebakaran atas Da Miao; saat terjadi gerhana matahari; saat upacara perkabungan untuk permaisuri; saat jubah mereka kehilangan bentuk karena hujan yang sangat lebat. Bila ketika itu para rajamuda sudah ada disana dan terjadi gerhana matahari, mereka menyertai Tianzi menolong matahari; masing-masing mengenakan pakaian dengan warna yang sesuai penjurunya, dan membawa senjata yang sesuai. (Ket. Hal 211). Bila ketika itu terjadi kebakaran atas Da Miao, mereka menyertai Tianzi memadamkan api tanpa ada ketentuan warna dan penjuru maupun senjata yang dibawa.”
Zengzi bertanya, “Antara para rajamuda, waktu saling berkunjung, setelah memasuki gerbang, lalu menghormat dengan Yi dan saling mengalah, tetapi bila mereka tidak dapat menggenapkan kesusilaan (Zhong Li), terpaksa dibatalkan; --- dalam peristiwa apa saja gangguan atau pembatalan itu dapat terjadi?” Nabi Kongzi bersabda, “Ada enam” “Mohon bertanya kejelasannya.” Dijawab, “Saat Tianzi mangkat; saat miao besar terbakar; saat ada gerhana matahari; saat ada upacara perkabungan untuk permaisuri atau salah seorang puteri Negara; dan bila jubahnya kehilangan bentuk karena hujan yang sangat lebat.”
Zengzi bertanya, “saat Tianzi melakukan upacara sembahyang Chang dan Di, upacara sembahyang Jiao dan She, dan upacara sembahyang kepada kelima altar keluarga (Wu Si), setelah wadah yang bulat maupun yang persegi (peralatan sembahyang) beserta isinya telah disajikan, bila terjadi Tianzi itu mangkat atau ada upacara perkabungan untuk permaisuri, bagaimana?” Nabi Bersabda, “Harus dibatalkan” Zengzi bertanya, “Bila pada saat dilakukan upacara sembahyang terjadi gerhana matahari atau Da Miao terbakar, bagaimana upacara sembahyang itu?’ Nabi Kongzi bersabda, Acara sembahyang harus dipercepat. Bila hewan korban telah tiba tetapi belum disembelih, upacara itu dibatalkan. “Bila Tianzi mangkat dan belum dimasukkan kedalam peti mati (Wei Bin), upacara sembahyang kehadapan kelima altar keluarga tidak dilakukan. Setelah jenazah dimasukkan kedalam peti mati, upacara sembahyang itu selanjutnya diselenggarakan lagi; tetapi masing-masing pemeran mendiang hanya 3 kali memasukkan nasi ke mulutnya, dan tidak didorong mengambil lagi. Kepadanya hanya disajikan tiga piala anggur, dan tidak disajikan lain-lain, serta upacara disudahi. Dari saat pemberangkatan peti jenazah sampai pulang dari pemakaman dan dilakukan peratapan, upacara sembahyang kepada Wu Si (kelima altar keluarga) tidak dilakukan. Setelah dimakamkan, upacara sembahyang itu diselenggarakan lagi. Tetapi ketika petugas penaikkan doa mengakhiri persembahan tiga piala anggur, upacara dihentikan.”
Zengzi bertanya, “Pada upacara She dan Ji yang wajib dilakukan para rajamuda, setelah kuda-kuda dan wadah untuk upacara sembahyang yang telah diisi siap, Datang berita Tianzi mangkat atau ada perkabungan untuk permaisuri, atau penguasa negeri itu meninggal dunia atau ada perkabungan untuk istrinya, apa yang harus dilakukan?” Nabi Kongzi bersabda, “Upacara itu harus dibatalkan. Dari saat penguasa itu meninggal dunia sampai saat dimasukkan kedalam peti mati, dan dari saat pemberangkatan peti mati sampai pulang dari makam dan dilakukan peratapan, mereka harus mengikuti suri teladan yang diberikan oleh Tianzi.”
Zengzi bertanya, “Pada upacara sembahyang untuk seorang pembesar (Dafu), bila Ding (wadah yang berkaki tiga) dan kuda-kudanya telah siap, dan pinggan dari bambu atau kayu beserta isinya telah disajikan, tetapi upacara belum terselenggarakan, ada beberapa kendala yang dapat membatalkan?” Nabi Kongzi bersabda, “Ada Sembilan.” “Mohon bertanya kejelasannya.” Dijawab, “Tianzi mangkat; perkabungan untuk permaisuri; penguasa Negara meninggal; atau ada perkabungan untuk istrinya; Da Miao penguasa Negara terkabar; ada gerhana matahari; ada panggilan kewajiban melaksanakan perkabungan 3 tahun; atau perkabungan 1 tahun (Ji Shuai); atau perkabungan 9 bulan (Da Gong). Semuanya itu mengakibatkan pembatalan. Pada upacara perkabungan untuk keluarga luar dalam segala tingkat sampai yang dua belas bulan, upacara sembahyang itu harus berjalan terus. Pada upacara berkabung dua belas bulan pemeran mendiang setelah memasukkan nasi 3 kali kedalam mulut, tidak lagi disuruh lebih banyak. Kepadanya hanya disajikan 1 kali piala anggur dan tidak diulangi, dan upacara diakhiri. Untuk perkabungan Da gong, setelah disajikan sekali piala anggur, acara sembahyang diakhiri. Untuk upacara perkabungan Xiao Gong dan Si (5 dan 3 bulan), acara sembahyang tidak diakhiri sebelum semua yang hadir di ruangan menggenapkan upacara. Hal yang membedakan bagi seorang pejabat biasa, ia tidak usah melakukan sembahyang bila mengenakan pakaian berkabung 3 bulan. Orang harus melakukan sembahyang kepada orang yang meninggal dunia, sekalipun ia tidak ada hubungan keluarga yang mewajibkannya mengenakan pakaian berkabung.”
Zengzi bertanya, “Bolehkah seorang yang sedang wajib berkabung 3 tahun (untuk orang tua) berkunjung melakukan belasungkawa?” Nabi Kongzi bersabda, “Pada saat mengawali upacara 3 tahun berkabung, orang itu hendaklah tidak berkumpul bersama orang lain atau berkerumun dalam perjalanan. Seorang Junzi melaksanakan kesusilaan adalah untuk mampu berperilaku semestinya sesuai dengan perasaannya. Sedang menjalani 3 tahun berkabung, lalu berkunjung untuk belasungkawa dan menangis, bukankah itu hampa (tidak bermakna)?”
Zengzi bertanya, “Bila seorang Dafu atau pejabat biasa sedang melakukan perkabungan pribadi, ia dapat menanggalkannya; bila ia sedang melakukan perkabungan untuk penguasanya dalam hal apa ia boleh menanggalkannya?” Nabi Kongzi bersabda, “Bila sedang mengenakan pakaian berkabung untuk penguasanya, ia tidak berani mengenakan pakaian berkabung yang bersifat pribadi --- apa yang harus di tanggalkan? Dalam hal ini, biarpun waktu telah lewat (untuk hal yang menyangkut perkabungan pribadi) ia tidak akan menanggalkannya. Setelah kewajiban mengenakan pakaian berkabung untuk penguasanya berakhir, ia akan menyelenggarakan upacara sembahyang besar (untuk upacara perkabungan pribadinya). Demikianlah kesusilaannya. Zengzi bertanya, “Bolehkah orang (kukuh) tidak meninggalkan perkabungan untuk ayah bundanya?” Nabi Kongzi bersabda, “Berdasarkan kesusilaan yang telah ditetapkan oleh baginda mendiang itu, bila suatu upacara telah lewat waktu, tidak semestinya diselenggarakan. Itu bukan karena tidak dapat tidak menanggalkan; melainkan memprihatinkan kalau hal itu dilakukan melangkahi ketetapan atau peraturan yang ada. Maka seorang Junzi, bila waktunya telah lewat, ia tidak menyelenggarakan upacara sembahyang. Demikianlah kesusilaannya.””
Zengzi bertanya, “Ketika seorang penguasa meninggal dunia dan terbaring di peti matinya, bila menterinya ada yang dipanggil melakukan perkabungan untuk ayah atau ibunya, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Ia harus pulang dan diam di sana. Benar ia wajib pergi ke tempat penguasanya pada saat urusan besar penguasanya itu, tetapi tidak tiap pagi dan sore.” (Zengzi bertanya), “ Bila, mereka sedang mulai memindahkan peti mati, ada menteri yang dipanggil berkabung untuk ayah atau ibunya, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Ia wajib pulang dan menangis, dan selanjutnya kembali dan ikut mengantar pemakaman penguasanya.” (Zengzi) bertanya, “Bila sebelum penguasa itu disemayamkan di peti mati, ada seorang menteri yang dipanggil berkabung untuk ayah bundanya, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Ia wajib pulang dan menyemayamkan jenazah ke peti, lalu kembali ke tempat penguasanya. Dalam upacara-upacara besar (Ket. Hal.216), ia wajib pulang, tetapi untuk upacara pagi dan sore, tidak. Bila ia (menteri itu) seorang pembesar, sesepuh pembantu rumah tangganya yang menangani urusan; bila ia seorang pejabat biasa, urusan dikerjakan oleh anak atau cucunya. Bila ada upacara besar di tempat penguasa, istri pembesar itu wajib pergi kesana, tetapi tidak untuk acara pagi dan sore.”
“Orang yang berkedudukan rendah tidak melantunkan Lei (Eulogy, lagu ratapan untuk orang yang meninggal dunia) kepada yang berkedudukan tinggi. Seorang anak muda tidak melantunkan Lei untuk orang yang lebih tua. Demikianlah kesusilaannya. Hanya seorang Tianzi menyebutkan Tian untuk mengungkapkan Lei-nya. Antara rajamuda saling mengungkapkan Lei-nya, itu bukan kesusilaan.”
Zengzi bertanya, “Seorang penguasa bila keluar dari batas negeri, ia membawa peti mati dalam untuk berjaga-jaga kalau terjadi 3 tahun (upacara perkabungan) untuknya. Bila penguasa itu meninggal dunia disana, bagaimana upacara membawanya kembali (ke negerinya)?” Nabi Kongzi bersabda, “Pakaian untuk keperluan setelah penyemayaman jenazah disiapkan. Anak laki-lakinya mengenakan topi dari rami halus dengan dilingkari tali pengikat tanda duka, mengenakan jubah duka dari kain kasar dan sepatu dari jerami, dan membawa tongkat ketika memasuki tembok yang dibuka ke ruangan tempat memasukkan ke dalam peti, dan naik dari tangga barat. Bila pakaian berkabung baru disiapkan, putera itu mengikuti usungan jenazah tanpa mengenakan topi, dan masuk lewat gerbang, dan naik lewat tangga timur. Dalam hal ini, berlaku peraturan yang sama untuk penguasa, pembesar atau pejabat biasa.”
Zengzi bertanya, “Bila seorang sedang menarik kereta jenazah dalam acara pemakaman penguasanya, lalu mendapat panggilan berkabung untuk ayah atau ibunya, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, ia harus menyelesaikan tugasnya; dan bila peti mati telah diturunkan ke makam, segera pulang tanpa menanti acara berpisah dengan putera (penguasa itu).”
Zengzi bertanya, “Bila seorang melakukan perkabungan untuk ayah bundanya, dan sedang menarik kereta jenazah di jalan menuju makam, lalu mendengar penguasanya meninggal dunia, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda, “Ia harus menyelesaikan pemakaman, dan bila peti mati telah diturunkan, ia harus berganti pakaian dan pergi (ke tempat penguasanya).
Zengzi bertanya, “Bila seorang putera pewaris (Zongzi) hanya pejabat biasa, sedang putera dari istri muda (Shuzi) menjadi seorang pembesar, bagaimana ia harus melakukan upacara sembahyang?” Nabi Kongzi bersabda, “Ia wajib melakukan sembahyang dengan hewan kurban yang semestinya bagi seorang pembesar, tetapi dilaksanakan di rumah putera pewaris itu. Pejabat penaikkan doa akan berkata,”Si anu putera berbakti, demi si anu putera pembantu , menyajikan persembahan yang lazim.’ “Bila Zongzi, karena ada kesalahan diam di negeri lain dan Shuzi menjadi pembesar, bia ia melakukan sembahyang, petugas doa akan berkata, Si Anu putera berbakti menyuruh si Anu putera pembantu melaksanakan sembahyang untuknya.” Dalam hal ini betapapun yang terpenting dalam perwakilan menaikkan sembahyang ini tidak berperilaku upacara sembahyang itu benar-benar memuaskan mendiang; piala anggur juga tidak dikelilingkan kepada hadirin. Juga tidak menerima pemberkatan langsung. Sebagian dari sajian sembahyang juga tidak diletakkan di tanah sebagai pernyataan syukur. Juga tidak mewajibkan istri sudaranya itu mendampinginya bersembahyang. Ia akan meletakkan cawan anggurnya kehadapan para tamunya, tetapi tidak meletakkan itu di tempat lain dan tidak dikelilingkan. Ia juga tidak mengirimkan sebagian daging (sisa sembahyang) kepada mereka. Ucapan kepada para tamu pada upacara pemulanya berkata, “Zong Xiong, Zongdi, Zongzi (kakak pewaris, adik pewaris, anak pewaris) ada di negeri lain, menugasi saya si Anu mengucapkan ini kepada anda.”
Zengzi bertanya, “Bila Zongzi pergi ke negeri lain, sedang Shuzi tidak berkedudukan, masih ada di rumah, bolehkah ia melakukan sembahyang untuknya?” Nabi Kongzi bersabda, “Dialah yang wajib melakukan sembahyang.” “Mohon bertanya bagaimana ia harus melakukan sembahyang itu.” “Ia akan membuat altar di depan makam, dan di situ melakukan sembahyang yang sesuai musimnya. Bila Zongzi meninggal dunia, ia wajib melaporkan hal itu kehadapan makam, dan selanjutnya melakukan sembahyang di rumah. Bila Zongzi meninggal dunia maka ia menyebut dirinya dengan namanya tanpa kata-kata putera berbakti. Hal ini baru dihentikan setelah ia meninggal dunia.” Seorang pengikut Zi You, di dalam kasus seorang Shuzi, melakukan sembahyang menyatakan bahwa ia sudah memegang kebenaran dalam melakukan sembahyang.”
Zengzi bertanya, “Di dalam upacara sembahyang itu, haruskah ada peranan mendiang atau boleh puas asal upacara sembahyang itu sudah dilaksanakan?” Nabi Kongzi bersabda, “Di dalam upacara sembahyang perkabungan untuk seorang yang telah dewasa, harus ada yang menjadi pemegang peranan mendiang, seorang pemeranan mendiang itu harus cucunya; bila cucu itu terlalu muda maka disuruh seseorang untuk menggendongnya. Bila tidak mempunyai cucu boleh diambil dari seorang (anak) yang semarga. Untuk upacara sembahyang kepada seorang yang mati muda, harus cukup puas hanya dengan diberi sajian, karena ia bukan seorang dewasa. Melakukan upacara sembahyang perkabungan untuk orang yang dewasa tanpa ada pemeranan mendiang, itu memperlakukannya seperti yang mati muda.”
Nabi Kongzi bersabda, “Ada ruangan penggenapan sembahyang di ruang Yin (ruang gelap) dan ada yang di ruang Yang (ruang terang).” Zengzi bertanya, “Seorang yang mati muda, tidak dilakukan upacara lengkap. Mengapa di dalam upacara penggenapan dibicarakan tentang dua macam sembahyang di ruang Yin dan di ruang Yang?” Nabi Kongzi bersabda, “Bila seorang Zongzi mati muda, tidak boleh adik, anak, istri muda dapat menjadi penerusnya. Di dalam upacara sembahyang untuk kebahagaiaan, disiapkan seekor sapi jantan muda. Tetapi di dalam upacara sembahyang untuk orang yang mati muda, tidak ada penyajian berupa paru, tidak ada kuda-kuda untuk menempatkan jantung dan lidah. Tidak ada anggur hitam,tidak ada pernyataan genapnya keberuntungan. Inilah yang dinamai upacara sembahyang di ruang gelap (Yin Yan). Semua saja yang mati muda dan tidak mempunyai keturunan diberi persembahyangan di rumah Zongzi, yang ruangannya serba putih atau terang, dan tempat sembahyang dihormati di ruang timur. Inilah yang dinamai Yang Yang (ruang penggenapan sembahyang terang.
Zengzi bertanya, “Di dalam upacara pemakaman, bila usungan jenazah telah dibawa ke jalan, bila terjadi gerhana matahari, haruskah diadakan perubahan?” Nabi Kongzi bersabda,”Dahulu, ketika aku mengikuti Lao Dan, ketika kami sampai di jalan, terjadi gerhana matahari Lao Dan berkata kepadaku, “Qiu, hentikanlah usungan jenazah di kanan jalan, disanalah tempat menangis dan menanti gerhana itu lewat. Setelah terang kembali perjalanan dilanjutkan.” Ia berkata, ”Demikianlah kesusilaannya.” Setelah kembali dari pemakaman, Qiu bertanya, ‘Di dalam perjalanan maju, usungan jenazah tidak boleh kembali. Bila ada gerhana matahari, kita tidak tahu apakah akan berlangsung cepat atau lambat. Tidakkah lebih baik perjalanan diteruskan?’ Lao Dan berkata, ‘Bila para rajamuda menghadap kepada Tianzi, ia berjalan melihat matahari, saat matahari terbenam, ia berhenti, lalu melakukan persembahyangan (di jalan). Seorang pembesar, bila mendapatkan tugas melakukan kunjungan, bila melihat matahari ia berjalan. Bila matahari terbenam ia berhenti. Perjalanan pengusungan jenazah tidak harus diberangkatkan pagi hari dan tidak ada tempat istirahat biar malam hari, tetapi, yang melakukan perjalanan di bawah sinar bintang, hanya orang yang berbuat kesalahan dan orang-orang yang tergesa-gesa memakamkan ayah atau bundanya. Bila ada gerhana matahari, betapa kita tahu tidak akan melihat bintang-bintang? Lebih-lebih seorang Junzi, di dalam melaksanakan kesusilaan tidak akan membiarkan keluarganya beresiko menanggung kesedihan atau hal memprihatinkan,’ demikianlah yang kudengar dari Lao Dan.”
Zengzi bertanya, orang yang mati di tempat penginapan saat diutus penguasanya, di dalam kesusilaan dikatakan: Bila di tempat penginapan Negara atau umum, dilakukan upacara pemanggilan rohnya bila di penginapan pribadi. Tetapi seorang yang menerima tugas utusan Negara, tentu ada petugas yang memberi penginapan. Karenanya, ia tentu menginap di Gong Guan (penginapan umum); --- apakah yang dimaksudkan tidak ada pemanggilan rohnya bila di penginapan pribadi?” Nabi Kongzi bersabda, “Shan Zai, sungguh pertanyaan yang baik. Rumah seorang menteri atau seorang pembesar dinamai penginapan pribadi. Gong Guan adalah penginapan yang ditunjuk oleh Negara. Maka inilah yang dikatakan bila di Gong Guan, diadakan upacara pemanggilan rohnya.”
Zengzi bertanya, “Anak yang mati muda (antara delapan sampai sebelas tahun) dinamai Shi Zhou. Ia dimakamkan di taman pada makam yang dibuat dari bata, dan diusung kesana di atas usungan untuk pengganti kereta dan tempatnya dekat; kini, bila makam itu dipilih di tempat yang jauh, bagaimana memakamkannya.” Nabi Kongzi bersabda, “Aku pernah mendengar hal ini dari Lao Dan: Lao Dan berkata, “Pada zaman dahulu, Pencatat sejarah bernama Shi Yi, mempunyai seorang anak yang meninggal dunia yang masih sangat muda, dan tempat pemakamannya jauh. Rajamuda Shao Gong berkata kepadanya, ‘Mengapa tidak diberi pakaian mati dan dimasukkan ke dalam peti mati di istanamu?’ Shi Yi berkata, ‘Bagaimana saya berani berbuat demikian?’ Rajamuda Shao Gong membicarakan hal itu kepada pangeran Zhou Gong, pangeran Zhou Gong berkata, ‘mengapa tidak dapat dilakukan?’ dan karena itu Shi Yi pun melakukannya.’ Menyemayamkan ke peti jenazah untuk anak yang mati sangat muda dan memberinya pakaian mati, berawal dari catatan Shi Yi.”
Zengzi bertanya, “Bila seorang menteri atau seorang pembesar akan menjadi pemeranan mendiang penguasanya; bermalam dan berjaga di ruang duka. Bila kebetulan terjadi hal yang menyebabkan ia harus mengenakan jubah duka dari rami keluarganya, bagaimana?” Nabi Kongzi bersabda,” ia harus keluar dari penginapan itu berdiam di Gong Guan sampai tugas untuk penguasanya itu digenapi. Demikianlah kesusilaannya.”
Nabi Kongzi bersabda, “Bila seseorang menjadi pemeranan mendiang dan sudah menganakan topi petugas yang terbuat dari kulit atau topi pembesar yang berjumbai-jumbai; para menteri, pembesar dan pejabat biasa semua harus turun dari kereta (ketika ia melewati). Orang yang menjadi pemeranan jenazah itu membongkokkan diri kepada mereka, dan ia juga harus mempunyai seorang petugas pembuka jalan.”
Zixia bertanya, “Seorang yang telah menggenapkan perkabungan tiga tahun dan meratap, ia tidak dapat menolak tugas militer. Adakah ini kesusilaan atau ini bermula karena tuntutan petugas yang berwenang?” Nabi Kongzi bersabda, “Pada zaman dinasti Xia, orang yang melakukan upacara perkabungan tiga tahun, begitu selesai penyemayaman jenazah kedalam peti mati, mereka meletakkan segala jabatan. Pada zaman dinasti Yin, mereka berbuat demikian pula begitu selesai pemakaman. Dari dalam catatan tersurat seorang Junzi tidak merampas hak seseorang untuk mencintai orang tuanya.” Zixia bertanya, kalau begitu orang yang tidak menolak tugas militer (dalam masa berkabung) haruskah di salahkan?’ Nabi Kongzi bersabda, “Aku mendengar dari Lao Dan, yang berkata, ‘Dahulu, Rajamuda negeri Lu yang bernama Bo Qin pernah melakukan hal semacam itu. Hal itu karena keadaan yang memaksanya.’ Tetapi aku tidak mengerti kalau orang akan mengambil keuntungan pada masa berkabung tiga tahun itu.