Li Jing XV
Sang Fu Xiao Ji
Saat mengenakan jubah berkabung yang tidak dikelim (untuk ayah), (anak) mengikat rambutnya dengan rami; saat mengenakan pakaian berkabung untuk ibu, anak juga mengikat rambutnya dengan rami. Bila pengikat rambut itu diganti dengan ikat kepala (Wan), digunakan dari bahan linen. (seorang istri), saat mengenakan pakaian berkabung Dhuai (satu tahun), yang pinggirannya rata, mengenakan sabuk yang sama dan konde dari kayu (hazel), dan mengenakannya sampai akhir perkabungan.
Seorang laki-laki mengenakan topi dan seorang perempuan mengenakan tusuk konde. (Dalam berkabung), seorang laki-laki mengenakan Wan (ikat kepala) dan perempuan mengenakan Zha (ikat kepala). Itu demi kebenaran atau kepantasan.
Tongkat berwarna gelap dibuat dari bambu; pada ujungnya dikerat dan diberi hiasan yang dibuat dari kayu Tong (elecocca).
Bila seorang kakek meninggal dunia, dan disusul dengan upacara perkabungan untuk nenek, seorang cucu wajib melakukan perkabungan tiga tahun.
Melakukan perkabungan untuk ayah atau ibu, anak tertua (sebelum memberi hormat kepada tamu yang datang berbela sungkawa), lebih dahulu melakukan Qi Sang (kepala ditundukkan, diletakkan di tanah agak lama). Bila ada seorang Dafu (pembesar) datang menyatakan belasungkawa (kepada pejabat biasa) beserta pembantunya, biarpun itu hanya dalam upacara perkabungan tiga bulan (Si), pejabat biasa yang bersangkutan wajib melakukan Qi Sang. Seorang istri, di dalam upacara perkabungan untuk suami atau anak laki-laki tertuanya, melakukan Qi Sang menghormat tamu-tamunya; tetapi tidak untuk upacara perkabungan yang lain-lain.
Seorang laki-laki (di dalam melakukan upacara perkabungan), wajib mendahulukan orang-orang yang semarga; istrinya mendahulukan yang berbeda marga.
Seorang anak laki-laki yang menjadi penerus generasi ayah tidak mengenakan pakaian berkabung untuk ibunya yang telah keluar dari keluarga.
Di dalam memperhitungkan kekeluargaan, (untuk upacara mengenakan pakaian berkabung), yang terdekat ada tiga (ayah, anak, cucu), diluaskan menjadi lima kakek dari ayah dan cucu dari anak), dan diperluas lagi menjadi Sembilan ( kakek dari kakek dan cucu dari cucu). Perkabungan menjadi berkurang kian jauh ke atas maupun kian jauh ke bawah, demikian pula kian jauh kesamping; dan perkabungan itu berakhir pada sanak famili.
Di dalam upacara sembahyang Di untuk para leluhur kerajaan, tempat pertama diberikan kepada pendiri dinasti, dan pendiri dinasti itu mewakili kedudukan seluruh leluhur, dan didirikanlah empat Miao untuk keperluan itu. Tentang putera-putera bukan pewaris, dijajarkan sesuai urutannya.
Bila seorang putera selain putera tertua menjadi leluhur (cabang generasi), pewarisnya menjadi tokoh yang dihormati, dan generasi berikutnya adalah tokoh-tokoh kecil yang dihormati. Setelah lima generasi, ada perubahan lagi sebagai tokoh yang dihormati; tetapi semuanya adalah penerus Gao Zu (leluhur tertinggi).
Demikianlah pindahnya kedudukan sebagai tokoh yang paling atas dihormati (dalam garis keturunan), dan berubahnya leluhur yang dimuliakan kepada keturunan di bawahnya, semuanya karena mereka menghormati leluhur. Karena mereka menghormati leluhur, mereka memuliakan tokoh yang dimuliakan; dengan menghormati tokoh yang paling dimuliakan, itulah cara mereka menunjukkan hormatnya kepada Ni para leluhur beserta pelanjutnya.
Bahwa putera tertua yang bukan pewaris tidak melakukan sembahyang kepada leluhurnya, untuk menunjukkan (hanya putera pewaris) akan menjadi calon pengganti tokoh yang dimuliakan itu. Maka, tidak ada putera lain mengenakan (tiga tahun) jubah berkabung yang tidak dikelim, yang dikenakan putera tertua. Karena hanya putera tertualah penerus garis keturunan Ni kakek dan Ni ayahnya.
Tidak ada putera lain melakukan sembahyang untuk anak laki-lakinya yang mati muda, atau yang tidak mempunyai keturunan. Papan penghormatan (Ni) untuk anak itu, ditempatkan di antara papan nama kakeknya dan di situ menerima upacara sembahyang untuknya.
Putera-putera lain yang bukan pewaris tidak menegakkan tempat sembahyang untuk Ni ayahnya; menunjukkan jelas-jelas (hanya putera pewaris) akan menjadi tokoh yang dimuliakan.
(Di dalam upacara perkabungan) akan nampak siapa keluarga yang paling dekat, siapa yang paling dihormati, siapa yang paling dituakan, dibedakan keluarga pihak perempuan; ini menyangkut jalan suci manusia yang terbesar.
Orang yang mengenakan pakaian perkabungan karena mengikuti hubungannya dengan seseorang, bila orang itu meninggal dunia iapun menghentikan perkabungan, biarpun yang lain ada yang meninggal dunia, ia tetap mengenakan pakaian berkabung. Seorang Qiq (selir) yang mengikuti tuan puterinya keluar meninggalkan keluarga (suaminya). Tidak berkewajiban mengenakan pakaian berkabung untuk anak laki-laki tuan puterinya itu.
Berdasarkan Li (kesusilaan), yang bukan seorang raja tidak melakukan sembahyang Di (upacara sembahyang kepada seluruh leluhur).
Seorang putera pewaris tidak berkurang kewajibannya untuk berkabung terhadap ayah bunda istrinya. Untuk istrinya, ia mengenakan pakaian berkabung sama seperti yang dikenakan putera pewaris seorang pembesar.
Bila ayahnya seorang pejabat biasa dan anaknya menjadi Tianzi atau rajamuda, ayah itu disembahyangi dengan upacara seperti seorang Tianzi atau raja muda, dan anaknya hanya seorang pejabat biasa, ayah itu disembahyangi dengan upacara seperti seorang pejabat biasa, tetapi pemeran mendiang itu juga hanya mengenakan pakaian pejabat biasa.
Seorang istri, bila dikeluarkan dari keluarga saat masih mengenakan pakaian berkabung utnuk mertuanya, ia melepaskan pakaian berkabungnya. Bila ia mengenakan pakaian berkabung untuk ayah bundanya sendiri, sebelum menggenapkan lian (perkabungan satu tahun), ia tetap melanjutkan mengenakan pakaian berkabung sampai tiga tahun. Tetapi bila lian itu sudah genap, ia tidak berani melanjutkan berkabung. Bila ia diundang kembali sebelum genap satu tahun, ia mengenakan pakaian berkabung sampai akhir masa yang ditentukan; tetapi bila kewajiban berkabung itu telah genap sebelum diundang kembali, ia melanjutkan mengenakan pakaian berkabung sebagaimana lazimnya untuk orang tuanya.
Upacara berkabung selama dua tahun, dianggap telah melakukan tiga tahun; dan perkabungan genap satu tahun dianggap dua tahun. Perkabungan selama 9 bulan dan 7 bulan, dianggap telah melakukan perkabungan selama 3 musim; perkabungan selama 5 bulan dianggap telah melakukan perkabungan selama 2 musim; dan perkabungan selama 3 bulan dianggap telah melakukan perkabungan selama 1 musim. Melakukan sembahyang sampai akhir tahun, itu berdasar Li, tetapi menanggalkan perkabungan sesuai saatnya, itu jalan suci. Melakukan sembahyang tidak berarti menanggalkan perkabungan.
Bila pemakaman tidak dilakukan sampai lewat 3 tahun, maka dilakukan dua kali upacara sembahyang. Upacara sembahyang itu berjeda waktu dan tidak bersamaan saat lepas kabung.
Orang yang melakukan Da Gong (perkabungan 9 bulan untuk keluarga), bila menjadi pemimpin upacara perkabungan yang harus berlangsung 3 tahun, ia wajib menawarkan untuk dilakukan dua kali sembahyang tahunan. Bila orang itu hanya kawan atau sahabat, ia hanya menawarkan untuk melakukan sembahyang penyemayaman dan penempatan papan nama di altar.
Bila Qie seorang pejabat biasa mempunyai anak, anak itu berkewajiban melakukan Si (perkabungan 3 bulan). Bila tidak mempunyai anak, maka tidak ada upacara perkabungan untuknya.
Bila orang (di negeri lain), dan tidak mempunyai hubungan dengan kakek, ayah atau ibu, para paman, kakak dan adik, bila terjadi kewajiban berkabung untuk salah satu di antara mereka, ia tidak harus melakukan.
Untuk ayah dan bunda, istri, anak tertua penguasanya (yang meninggal dunia), bila mendengar berita itu setelah penguasa itu menanggalkan perkabungan, ia tidak dituntut mengenakan pakaian berkabung.
Bila ada hal-hal tertentu, orang yang wajib menjalankan Xiao Gong (perkabungan lima bulan) dapat menurunkan menjadi Si (perkabungan tiga bulan).
Seorang pembantu dekat seorang penguasa (yang mengikuti perjalanan keluar daerah), bila penguasa itu wajib mengenakan pakaian berkabung (saat pulang ke rumah), ia mengenakan pakaian berkabung juga. Peserta lain, (yang bukan pembantu dekat) sekalipun penguasa itu harus mengenakan pakaian berkabung, bila ketentuan saat berkabung telah lewat ia tidak perlu mengenakan pakaian berkabung. Pembantu (di rumah), yang mengetahui peristiwa perkabungan itu, wajib mengenakan pakaian berkabung.
(pemimpin upacara perkabungan), setelah upacara penyemayaman (papan nama), tidak membawa tongkatnya diperjalanan ke kamarnya; setelah menempatkan papan nama mendiang (di altar nenek moyang), ia tidak membawa tongkat naik ke ruangan pendapa.
Para putera yang telah diakui oleh istri penguasa, bila istri penguasa itu meninggal dunia, mereka tidak berkabung sebagai keluarga pihak istri penguasa itu (melainkan sebagai keluarga penguasa itu).
Selempang yang digunakan seperlima lebih pendek (daripada panjang ikat kepala yang semestinya). Tongkat yang dibawa sama panjang dengan selempang itu.
Untuk putera tertua seorang penguasa, seorang Qie mengenakan pakaian berkabung seperti istri penguasa itu.
Di dalam menanggalkan upacara perkabungan, dimulai dengan hal yang dianggap paling berat. Di dalam berganti pakaian berkabung, dimulai dengan hal yang dianggap paling ringan.
Bila tidak ada hal-hal yang perlu, tidak dibuka pintu miao (ket hal 364). Disitu semuanya melakukan ratapan perkabungan pada kesempatan lain.
Di dalam memanggil pulang mendiang, mengukirkan tulisan (di atas peti jenazah), digunakan bahasa yang sama, dari Tianzi sampai pejabat biasa. Seorang laki-laki disebut namanya, seorang istri ditulis marga dan kedudukannya di antara kaumnya. Bila tidak diketahui marganya, dituliskan cabang kaumnya.
Sabuk dari Ge, serta pakaian berkabung yang tidak berkelim, (yang dikenakan seusai dilakukan ratapan) dan sabuk dari rami serta pakaian berkabung berkelim, (digunakan seusai berkabung satu tahun atau Ji Shuai), sama ukurannya. Sabuk dari rumput Ge untuk pakaian berkabung berkelium dengan sabuk dari rami untuk pakaian berkabung yang dikenakan pada permulaan perkabungan Sembilan bulan (Da Gong) sama ukurannya. (Bila pengenaan sabuk suatu perkabungan) berhampiran dengan acara perkabungan yang lebih ringan, orang mengenakan keduanya bersamaan.
Upacara sembahyang pemakaman diikuti dengan upacara sembahyang penyemayaman papan nama. Tetapi upacara peratapan terus dilanjutkan selama tiga bulan.
Bila upacara perkabungan untuk ayah bunda berhampiran waktu, sembahyang penyemayaman dan peletakan papan nama di altar (untuk ibu) yang dimakamkan lebih dahulu, tidak dilakukan sampai usai pemakaman ayah. Jubah perkabungan yang dikenakan pada saat pemakaman (ibu itu) tidak berkelim dan tidak rata.
Seorang pembesar mengurangi masa berkabungnya untuk putera yang bukan pewaris (Shu Zi); tetapi, cucunya (anak dari anak yang meninggal dunia itu) tidak mengurangi masa berkabung untuk ayahnya.
Seorang pembesar tidak menjadi pemimpin upacara berkabung untuk pejabat biasa.
Untuk ayah bunda ibu pengasuh, tidak ada kewajiban berkabung.
Bila seorang suami menjadi pewaris orang yang terkemuka (lebih dari ayahnya sendiri), istrinya mengenakan pakaian berkabung Sembilan bulan (Daa Gong) untuk mertuanya.
Bila papan nama seorang pejabat biasa ditempatkan di altar (kakeknya yang seorang pembesar). Hewan korban untuknya diubah (yang cocok untuk seorang pembesar).
Seorang anak yang tidak hidup bersama ayah tirinya (tidak berkewajiban melakukan upacara berkabung). Mereka harus hidup bersama dan tidak mempunyai anak pewaris untuk memimpin upacara perkabungan; dan (ayah tiri itu) harus membagi hartanya dengan sang anak agar ia dapat melakukan sembahyang untuk kakek dan ayahnya, (agar ia dapat mengenakan pakaiaan berkabung untuk ayah tiri itu); dengan keadaan yang demikian, mereka hidup bersama. Bila mereka mempunyai anak untuk memimpin upacara berkabung, mereka harus hidup berpisah.
Melakukan ratapan untuk kawan dan sahabat dilakukan di luar pintu utama di bagian kiri dan wajah menghadap ke selatan.
Bila jenazah seseorang yang telah dimakamkan di suatu tempat, tidak ada lagi pengkajian untuk tempat itu.
Papan nama seorang pejabat biasa atau pembesar, tidak dapat ditempatkan di altar kakeknya yang berkedudukan sebagai pejabat biasa atau pembesar. Papan nama istrinya ditempatkan di altar saudara kakeknya yang berkedudukan sebagai pejabat biasa atau pembesar. Papan nama istrinya ditempatkan di altar istri saudara kakeknya itu. Papan nama Qienya ditempatkan di altar Qie saudara kakeknya itu. Bila tidak ada altar untuk Qie itu, papan nama itu ditempatkan di altar saudara kakeknya; untuk penempatan semuanya itu, dipertimbangkan jauh dekatnya hubungan kekeluargaan dengan yang bersangkutan. Papan nama seorang rajamuda tidak dapat ditempatkan di altar seorang Tianzi atau rajamuda atau pembesar (yang menjadi leluhurnya).
Untuk ibu yang menjadi ibu seorang penguasa, bila ibu itu meninggal dunia, anak lainnya tidak wajib melakukan upacara berkabung.
Seorang putera pewaris, meski ibunya masih hidup, ia menggenapkan upacara berkabung penuh untuk istrinya.
Yang menjadi ibu pengasuh seorang generasi penerus, boleh berasal dari ibu pembantu ayahnya, juga boleh seorang ibu pembantu kakeknya.
Upacara berkabung dilaksanakan penuh untuk ayah, ibu dan putera tertua.
Untuk seorang ibu pengasuh atau Qie yang menjadi ibunya, upacara sembahyang tidak diteruskan sampai generasi kedua.
Seorang laki-laki, setelah melaksanakan upacara pengenaan topi tanda kedewasaan, tidak dapat dinamai mati muda. Seorang perempuan, setelah melaksanakan upacara pengenaan tusuk konde, juga tidak dapat dinamai mati muda. Bila mereka dianggap sebagai orang yang mati muda, pemimpin upacara mengenakan pakaian berkabung untuknya.
Jenazah yang terlambat dimakamkan, yang memimpin upacara perkabungan, hanya seorang saja yang tidak menanggalkan perkabungan, yang lain mengenakan pengikat dari rami selama beberapa bulan (sesuai hubungan kekeluargaan dengan yang meninggal dunia), lalu menanggalkan dan mengakhiri perkabungan.
Tusuk konde dari bambu untuk anak panah yang dikenakan (oleh anak perempuan yang belum menikah, untuk ayahnya) sampai akhir masa tahun berkabung tiga tahun.
Jubah berkabung berpinggiran rata dikenakan oleh yang berkabung tiga bulan (Ji Shuai), sama dengan yang digunakan oleh yang berkabung Da Gong (9 bulan). Sepatunya dibuat dari tali rami.
Saat hari akhir perkabungan Lian (satu tahun berkabung) tiba, dilakukan kajian dengan batang rumput She untuk menetapkan hari dan orang yang akan berperan sebagai Shi (pemeran mendiang). Diperiksa apakah segala sesuatunya telah bersih dan dikenakan sabuk perkabungan yang semestinya, dibawa tongkat masing-masing, dan dikenakan sepatu yang dibuat dari tali jerami. Petugas upacara setelah memeriksa semuanya itu, lalu melaporkan semuanya sudah siap, (putera) yang berkabung meletakkan tongkat yang dipegang dan membantu pengkajian untuk menetapkan hari dan siapa yang menjadi Shi. Para petugas melaporkan segala keperluan telah siap. Ia (putera yang berkabung) kembali memegang tongkat dan menghormat dengan bai kepada para tamu yang telah hadir, dan kemudian mengantarkan para tamu itu pergi. Pada upacara Da Xiang (akhir tahun kedua), (putera yang berkabung) mengenakan Ji Fu (pakaian bahagia) dan melakukan kajian tentang orang yang akan menjadi Shi.
Shu Zi (putera bukan pewaris) diam di rumah yang sama dengan ayahnya, dan tidak menghadiri akhir masa sembahyang berkabung untuk ibunya. Putera yang bukan pewaris itu juga tidak membawa tongkat maju ke tempat melakukan ratapan. Karena seorang ayah tidak memimpin upacara perkabungan untuk anak bukan pewaris, maka cucunya (putera anai itu) boleh membawa tongkat pergi ke ruang tempat meratap. Meskipun sang ayah hadir, seorang Shu Zi di dalam berkabung untuk istrinya boleh membawa tongkat menuju ke tempat meratap.
Bila seorang Zhu Hou (raja muda) berkunjung untuk berbela sungkawa atas kematian seorang menteri negeri lain, penguasa negeri itu menerimanya dan berlaku sebagai pemimpin upacara.
Rajamuda (yang melakukan kunjungan berkabung itu) harus mengenakan topi dari kulit dan jubah berkabung yang ditajin. Meski jenazah menteri yang dikunjungi itu telah dimakamkan, pemimpin upacara berkabung mengenakan sabuk perkabungan. Bila pemimpin upacara itu belum penuh mengenakan pakaian berkabung, penguasa yang melakukan kunjungan perkabungan tidak mengenakan jubah perkabungan yang ditajin (Xi Shuai).
Seorang yang merawat orang lain yang sedang sakit, tidak mengenakan pakaian berkabung (yang mungkin harus ia kenakan), dan (bila si sakit itu meninggal dunia), ia boleh memimpin upacara perkabungan untuknya. Tetapi jika keluarga lain yang tidak merawat orang yang mati saat sakit datang memimpin upacara perkabungan untuknya, ia tidak berganti pakaian berkabung yang harus dikenakan. Di dalam merawat seseorang yang lebih mulia kedudukannya (saat sakit), ia wajib mengganti pakaian berkabung yang harus dikenakan. Tetapi jika yang dirawat lebih rendah kedudukannya, tidak perlu.
Seorang Qie, bila dari pihak suaminya tidak ada nenek yang berkedudukan sebagai Qie, hewan korban untuk sajian sembahyang boleh diubah tempatnya di altar nenek penguasa itu.
Dalam perkabungan untuk seorang istri, dalam upacara penyemayaman dan mengakhiri ratapan, suami atau istrinya menjadi pemimpin upacara; bila papan namanya sudah ditempatkan, ayah mertuanya yang memimpin.
Seorang pejabat biasa tidak menjadi pemimpin upacara perkabungan untuk seorang pembesar. Ini hanya mungkin jika ia adalah keturunan langsung dari Dafu itu, yang merupakan generasi pewaris.
Bila seorang pemimpin upacara belum menanggalkan perkabungan, ada kakak atau adik datang dari negeri lain, orang yang menjadi pemimpin upacara itu menerimanya dalam kedudukan sebagai tuan rumah, tapi tanpa mengenakan sabuk perkabungan.
Peraturan untuk memperlihatkan benda-benda perkabungan adalah demikian: --- bila yang diperlihatkan itu banyak, sebagian daripadanya dimasukkan kedalam kubur; bila yang diperlihatkan itu tidak banyak, semuanya boleh dimasukkan kedalam kubur.
Rombongan yang bergegas melakukan perkabungan untuk kakak atau adik, (yang pemakamannya sedang dilakukan) pertama-tama pergi ke makam dan kemudian ke rumah, dan memilih tempat untuk melepas ratapannya. Bila yang meninggal dunia itu seorang kenalan, mereka lebih dahulu meratapi di tempat (peti mati itu berada), dan kemudian pergi ke kubur.
Seorang ayah (dalam upacara berkabung) untuk salah seorang anaknya, tidak mencucurkan air mata sepanjang malam di luar (pintu tengah, seperti untuk putera pewaris).
Untuk kakak atau adiknya, seorang rajamuda mengenakan jubah perkabungan yang tidak berkelim.
Di dalam upacara Xiao Gong (5 bulan berkabung), untuk seseorang yang meninggal dunia dalam usia sangat muda, selempangnya dibuat dari rami yang dicelup, tanpa dipotong akarnya. Selempang itu dibelitkan ke belakang dan diikat.
Bila papan nama seorang istri ditempatkan di altar nenek suaminya, dan di situ sudah ada tiga buah papan nama, maka papan nama itu ditempatkan di altar ibu dari ayah suaminya.
Ketika seorang istri akan meninggal dunia, suaminya adalah seorang pembesar (Dafu). Sesudah istri itu meninggal dunia, suami itu tidak menjadi pembesar lagi, (bila suami itu meninggal dunia) papan namanya ditempatkan di altar istrinya, hewan korban sembahyangnya tidak berubah (tetap sebagai pejabat biasa). Bila sesudah istri itu meninggal dunia, suaminya menjadi seorang Dafu, bila papan namanya diletakkan di altar istrinya, hewan korban sembahyangnya tetap sebagai seorang Dafu.
Seorang anak laki-laki pewaris tidak mengenakan pakaian berkabung untuk ibu yang telah keluar dari keluarga. Ia tidak mengenakan pakaian berkabung, karena sekali ia mengenakan pakaian berkabung, ia tidak dapat memimpin upacara sembahyang di Miao leluhurnya.
Bila seorang istri tidak menjadi pemimpin upacara berkabung, tetapi membawa tongkat, itu terjadi bila ibu mertuanya masih hidup, dan membawa tongkat untuk suaminya. Seorang ibu membawa tongkat yang ujungnya dipotong persegi, itu untuk mewakili putera tertuanya. Seorang anak perempuan yang masih ada di kamarnya (belum menikah) membawa tongkat untuk ayah dan ibunya. Bila yang menjadi pemimpin upacara perkabungan tidak membawa tongkat, anak perempuan itulah satu-satunya yang membawa tongkat.
Di dalam upacara berkabung Se (3 bulan berkabung) atau Xiao Gong (5 bulan berkabung), Saat sembahyang penyemayaman dan mengakhiri ratapan, orang mengenakan sabuk perkabungan. Setelah pemakaman, bila tidak segera diselenggarakan sembahyang penyemayaman, semuanya, termasuk pemimpin perkabungan, mengenakan topi; tetapi bila tiba upacara sembahyang penyemayaman, semuanya mengenakan sabuk perkabungan. Bila orang menanggalkan perkabungan untuk kakak atau adik, saat tiba acara pemakaman, mereka mengenakan topi; dan bila mereka datang pada saat penyemayaman dan mengakhiri acara ratapan, mereka mengenakan sabuk perkabungan. Bila tidak segera diselenggarakan sembahyang penyemayaman, mereka menanggalkannya. Bila pemakaman diselenggarakan di tempat jauh, dan setelah kembali dilakukan upacara peratapan, mereka mengenakan topi. Saat tiba di lapangan pinggir kota, mereka mengenakan sabuk perkabungan dan kembali untuk meratap.
Bila seorang penguasa melakukan kunjungan perkabungan, sekalipun bukan saat mengenakan sabuk perkabungan, pemimpin upacara wajib mengenakan sabuk perkabungan dan tidak membiarkan ujung sabuk raminya menggantung lepas ke bawah. Sekalipun yang melakukan kunjungan perkabungan itu penguasa di negeri lain, tetap dikenakan sabuk perkabungan. Seluruh keluarga juga mengenakan sabuk perkabungan.
Bila dilakukan upacara menanggalkan perkabungan untuk seorang yang mati muda, aturan sembahyangnya, semua pakaian berwarna gelap. Bila dilakukan upacara menanggalkan perkabungan untuk seorang yang sudah dewasa, aturan sembahyangnya, topi yang dikenakan berwarna putih polos dari sutera.
Seorang anak laki-laki yang bergegas melakukan upacara perkabungan untuk ayahnya, (yang jenazahnya tiba dari tempat jauh), ia mengikat rambutnya di pendapa atas, lalu membuka dadanya, turun ke ruang bawah, dan disana melonjak-lonjak. (Setelah melonjak-lonjak) ia naik ke pendapa, menutup dadanya, dan mengenakan selempang perkabungannya di ruang timur. Bila melakukan hal yang sama untuk ibunya, ia tidak mengikat rambutnya. Ia membuka dadanya di pendapa atas, lalu turun ke ruang bawah dan melakukan lonjakan-lonjakan. (Setelah naik lagi), ia menutup dadanya, dan mengenakan sabuk perkabungan di ruangan timur. Dengan tetap mengenakan sabuk perkabungan, ia menuju ke tempat yang ditentukan dan menggenapkan lonjakan-lonjakannya. Ia lalu keluar dari pintu (kamar jenazah) dan menuju ke tempat untuk mencucurkan air mata). Ratapan kematian itu lalu dihentikan. Selama tiga hari, lima kali ia meratap, dan tiga kali membuka dadanya untuk melonjak-lonjak.
Bila seorang anak laki-laki pewaris dan istrinya tidak dapat menggantikan sebagai pelanjut kedudukan orang tuanya, (saat istrinya meninggal), ibu mertuanya hanya mengenakan pakaian berkabung untuk lima bulan (Xiao Gong).