logo

Shi Jing XXVI

Dang

    1. Maha besar Shang Di Tuhan Khalik Semesta Alam, penguasa hidup rakyat di bawah! Betapa Shang Di sangat marah, karena firmanNya banyak disimpangkan! Tian melahirkan banyak rakyat jelata, tetapi firmanNya tidak dipercaya. Semua baik pada saat mula, tetapi jarang terselenggara sampai akhir.
    2. Raja Wen berkata, ‘aduh! Aduh, engkau penguasa dinasti Yin-Shang, engkau telah memiliki menteri yang menindas, engkau telah memiliki pembantu yang memaksa, engkau telah memiliki mereka di dalam jawatan, engkau telah memiliki mereka untuk berbagai masalah! Engkau telah memiliki mereka yang merusak kebajikan, dan engkau yang telah mendukung dan memberi kekuatan.
    3. Raja Wen berkata, ‘aduh! Aduh, engkau penguasa dinasti Yin-Shang, semestinya engkau menugaskan mereka yang menjunjung kebenaran, tetapi engkau bahkan mempekerjakan pemeras-pemeras yang menimbulkan ketidakpuasan. Mereka hanya penebar kabar angin, perampok dan pencuri ada di istanamu. Hanya mendatangkan serapah dan kutuk, tanpa batas tanpa akhir.’
    4. Raja Wen berkata, ‘aduh! Aduh, engkau penguasa dinasti Yin-Shang, engkau menunjukkan kekezaman yang sangat di Zhong Guo, dan sikap permusuhan sebagai pernayataan bukti kebajikan. Sungguh tidak cerah kebajikanmu, dan tiada orang baik di belakang dan disampingmu. Kebajikanmu tidak cerah gemilang, tidak memiliki penasihat maupun pembantu yang baik.’
    5. Raja Wen berkata, ‘aduh! Aduh, engkau penguasa dinasti Yin-Shang, bukan Tian menyiram wajahmu dengan anggur, tetapi kamu mengikuti yang tidak benar dan meniru. Engkau berbuat salah dalam segala perilaku; tidak dapat membedakan yang terang dan yang gelap; di antara hiruk pikuk dan teriakan, kamu menjadikan hari menjadi malam.’
    6. Raja Wen berkata, ‘aduh! Aduh, engkau penguasa dinasti Yin-Shang, dikelilingmu hanya suara jangkrik dan tonggeret, atau seperti suara sayur yang mendidih. Perkara besar maupun kecil menuju kehancuran; tetapi engkau tetap berlanjut. Kemarahan bangkit melawanmu di seluruh Zhong Guo, sampai ke alam kubur (Gui Fang).’
    7. Raja Wen berkata, ‘aduh! Aduh, engkau penguasa dinasti Yin-Shang, bukan Shang Di yang menjadikan zaman menjadi buruk, tetapi karena dinasti Yin tidak menggunakan yang lama (jalan suci para pendahulu). Biarpun engkau tidak memiliki orang tua yang sempurna pengalaman. Tapi engkau masih memiliki peraturan dan hukum yang baku. Tetapi engkau tidak mau mendengarnya, dan firman besar bagimu itu sedang runtuh.’
    8. Raja Wen berkata, ‘aduh! Aduh, engkau penguasa dinasti Yin-Shang, orang mempunyai peribahasa, “Bila sebatang pohon runtuh, mungkin batang daunnya tidak rusak, tetapi akarnyalah yang tercabut.” Contoh dinasti Yin tidaklah jauh, hanya pada zaman kekuasaan dinasti Xia.’
  1. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan; yakni menunjukkan penyebab runtuhnya kekuasaan raja Zhou Li Wang dengan mengutip kata-kata yang diucapkan oleh pangeran Xi Bo atau pangeran barat yang kemudian diberi gelar Wen Wang atau raja Wen atau nabi Ji Chang untuk menegur Zhou Wang raja terakhir dinasti shang yang ditumbangkan raja Zhou Wu Wang putra Wen Wang.

    1. Perilakunya penuh pengendalian diri, yang menunjukkan kebajikannya. Orang-orang mempunyai peribahasa,‘Tiada orang bijak yang tidak bodoh (nampak bodoh).’ Kebodohan orang biasa, ditentukan oleh cacat alaminya. Kebodohan orang bijak, karena berlaku keras (kepada diri sendiri).
    2. Apa yang menjadi kekuatan seseorang, di empat penjuru dipatuhi. Kepada orang yang penuh sadar melaksanakan kebajikan, di empat penjuru negeri akan mengikuti. Petuah agung dan titah yang mantap, akan menjangkau ke tempat yang jauh dan diberitakan, penuh hormat dan hati-hati itu perilakunya, menjadi suri tauladan rakyat.
    3. Namun kejadian yang sekarang, semua sesat dan kacau dalam pemerintahan. Kebajikan diselewengkan; hanya dimabukkan oleh anggur. Untuk hal yang sia-sia engkau bergembira, tanpa mengingat jalinan dengan yang lampau, dan tidak mau luas-luas belajar kepada raja yang telah mendahulu, sehingga boleh memegang teguh hukum yang gemilang.
    4. Haruskah Tian tidak berkenan, dan turun bagai air mengalir dari sumber, menenggelamkan dan menghancurkan? Bangunlah pagi-pagi dan tidurlah larut-larut, perciki dan sapulah halaman pendapa, menjadi suri tauladan rakyat. Aturlah baik-baik kuda dan kereta, busur dan anak panah serta peralatan perang, bagai sedang bersiap perang, demi menjaga serbuan dari wilayah Man.
    5. Binalah baik-baik orang-orang dan rakyat; berhati-hatilah tugasmu sebagai pangeran, bersiaplah untuk hal yang tidak nampak hati-hatilah dalam berkata; penuh hormat dalam perilakumu; dalam hal apapun janganlah tidak lembut dan benar. Noda pada tongkat komando batu kumala putih (Bai Gui: Lun Yu : 11 . 6) dapat digodok hapus; tetapi noda dalam bicara tiada sesuatu dapat dilakukan.
    6. Jangnlah gampang bicara. Jangan berkata, ‘ini tidak penting.’ Tiada orang dapat menahan lidahmu; kata-kata tidak dapat dibuang. Tiap kata akan menemukan jawab; tiada kebajikan tidak beroleh balas. Berlaku welas asih kepada kawan, kepada rakyat perlakukan bagai anak-anak kecilmu, anak cucumu tidak akan terputus, berlaksa rakyat tiada yang tidak mentaatimu.
    7. Perhatikan kawanmu mana yang bersifat Junzi, jalinlah dengannya harmonis dan lembut, hati-hatilah jangan berbuat kesalahan. Periksalah isi rumahmu, jangan ada yang memalukan sekalipun di sudut-sudut (Zhong Yong XXXII : 3). Jangan berkata, ‘Ini bukan tempat umum; tiada orang yang melihat.’ Kenyataan Tuhan Yang Maha Roh tidak boleh diperkirakan; lebih-lebih tidak dapat ditetapkan (Zhong Yong XV : 4).
    8. O! Pangeran, amalkan kebajikan. Agar semuanya baik dan indah. Hati-hati menjaga perilakumu, jangan biarkan ada yang salah. Jangan berlebihan dan jangan merugikan, akan jarang orang yang tidak bersuri tauladan. Bila orang melontarkan buah Tao (persik), aku akan membalasnya dengan buah Li (plum). Mencari tanduk biri-biri muda hanya akan melelahkan, anak kecilku.
    9. Kayu yang muda dan lentur dapat diatur dengan tali. Orang yang lembut dan hormat memiliki dasar kebajikan. Kepada orang yang bijak, kuberitahu kepadanya dengan kata-kata, ia akan mengikuti laku kebajikan. Kepada orang yang bodoh; Ia akan menganggapku tidak benar, orang memiliki pikiran masing-masing.
    10. Oh! Anak kecilku, bila engkau tidak tahu yang baik dan yang tidak baik, aku tidak hanya membimbingmu dengan tangan, kutunjukkan beda berbagai masalah. Tidak hanya menegurmu, aku akan menarik telingamu. Mungkin kamu tidak mampu memahami, meski tentang anak yang kau gendong. Bila rakyat tidak merasa puas, siapa malam-malam siap melaksanakan tugas?
    11. Sungguh Hou Tian Maha tahu, aku hidup tanpa kesenangan. Melihatmu betapa gelap dan bodoh, hatiku sungguh pedih. Aku mengajarimu berkali-kali, namun kamu hanya melecehkan. Engkau tidak menganggapku gurumu, tetapi hanya menganggapku sebagai pengacau. Engkau tetap tidak mampu mengerti. Meski engkau sudah menjadi renta.
    12. Oh! Anak kecilku, telah kuberitahukan pedoman lama itu. Dengar dan ikutilah saranku, agar engkau tidak menanggung penyesalan besar. Tian sedang menurunkan berbagai bencana, yang akan menghancurkan Negara. Petunjukku tidak mengambil contoh yang jauh, Hou Tian tidak berbuat salah. Bila engkau berlanjut merusak kebajikan, engkau akan membawa rakyat menderita besar.
  2. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan meski ada bagian-bagian yang bersift kias. Berisi nasihat pangeran Wei Wu Gong (812 – 757 s.M) dalam mawas diri saat mencapai usia 95 tahun; khususnya dalam pemerintahan yang wajib hati-hati dalam perilaku dan sedia menerima nasihat-nasihat.

    1. Masih muda pohon besaran itu, rindangnya membawa sejuk di bawahnya; namun dipetik daunnya sampai meranggas. Menjadikan pedih rakyat di bawah, hatiku tak henti bersedih, belas kasihan memenuhi diriku. O! Hou Tian Yang Maha Gemilang, tidakkah mengasihiku?
    2. Keempat ekor kuda lari gagah dan kuat, panji bergambar kura, ular dan elang berkibar-kibar. Kekacauan berkembang tidak terkendali. Berbagai negeri hancur; di antara rakyat tiada yang berambut hitam; semuanya hancur menjadi abu. Oh! Sungguh menyedihkan! Negara sedang menuju kepunahan.
    3. Tiada sesuatu mampu menahan kepunahan Negara; Tian tidak memberkati kita. Tiada tempat untuk hentian; tiada tempat untuk pergi. Junzi-lah pengokoh negeri, jangan jadikan cabar hatinya siapa yang menimbulkan ketidakpuasan, sehingga menjadikan keadaan seperti ini?
    4. Hatiku sungguh pedih, merenungi tanah airku ini. Aku lahir bukan waktu yang tepat, harus menemui kemarahan Tian. Dari barat sampai ke timur, tiada tempat yang tenang. Banyak kujumpai berbagai derita; lebih-lebih di tanah perbatasan.
    5. Kunasihati untuk berhati-hati; namun kekacauan terus berlanjut. Kunasihati untuk berprihatin; bagaimana mengatur tugas kewajiban. Siapa dapat memegang benda yang panas? Kalau tidak dimasukkan air? (Lihat Mengzi IV A : 7.6 ). Bagaimana dapat mengatur negeri? Engkau (dan pembantumu) hanya menenggelamkan diri.
    6. Bagai angin puting beliung, menjadikan orang sulit bernapas. Ada itikad baik oleh rakyat, namun ragu apa ada gunanya. Mereka bergantung bercocok tanam, rakyat rajin bekerja tidak hanya makan. Mereka bertanam dan memanen; itu lebih diutamakan dari menikmati makan.
    7. Tian telah menurunkan kematian dan kekacauan, dan membinasakan raja kita. Diturunkan hama perusak tanaman, mengakibatkan pertanian rusak dan mati. Kepedihan sangat menimpa Zhong Guo; semuanya gersang dan rusak; apa daya bukan kekuatanku, hanya berharap dari Yang Maha Tinggi.
    8. Demikianlah penguasa yang berwelas asih, rakyat dan orang-orang senantiasa memandangnya, ia menjaga hati dan gagasannya sungguh-sungguh, tekun teliti mencari pembantu. Hanya ada satu tetapi tidak mematuhi (firman), ia hanya menganggap benar anggapan sendiri; ia hanya berkukuh pada isi dada dan perutnya, dan menjadikan rakyat kebingungan.
    9. Lihatlah isi hutan itu, tempat kelompok kijang hidup bersama. Antara kawan tidak dapat dipercaya, tidak saling membantu dalam hal yang baik. Orang ada peribahasa, ‘Maju mundur serba canggung.’
    10. Demikianlah seorang yang bersifat nabi, pandangan dan kata-katanya menjangkau ratusan Li. Demikianlah seorang yang bodoh, ia hanya menyukai kegilaannya. Bukanlah aku tidak dapat bicara; betapa dapat aku menangkal ketakutanku?
    11. Demikianlah seorang yang baik (Liang Ren), ia tidak sembarang mencari atau mempekerjakan. Demikianlah orang yang tega hati (Ren Xin), ia siap memajukan dan menarik kembali. Orang pada umumnya serakah dan suka mengacau, menyukai hal yang pahit dan beracun.
    12. Demikianlah tiupan angin besar, itu datang dari wilayah yang besar. Demikianlah orang yang baik, segala karyanya mendatangkan kebaikan. Demikianlah orang yang tidak patuh, perilakunya mengikuti sifat keji dalam dirinya.
    13. Demikianlah tiupan angin besar, orang serakah akan mengalami kekalahan. Aku akan bicara bila didengar, tetapi aku hanya dapat bersenandung saat mabuk. Ia tidak akan mempekerjakan yang baik, menjadikanku sungguh pedih.
    14. O! Sahabatku, dalam kebodohan aku membuat ini? Seolah serangga sedang terbang, sering membentur dan ditangkap. Aku mengharapkan kebaikan bagimu, namun engkau kian marah kepadaku.
    15. Rakyat yang sedang sangat kacau terpikat oleh kepura-puraan. Yang menjadikan rakyat tidak beruntung, segala perilakunya menjadi tidak benar. Rakyat yang rusak perilakunya terdorong hanya menggunakan tenaganya.
    16. Keadaan rakyat yang belum mantap memberi peluang kepada pencuri dan perampok. Orang yang pandai pura-pura, berkata ‘Jangan lakukan itu;’ tetapi dibaliknya mencaci-maki (kepada yang baik). Sekalipun berkta, ‘ Aku tidak melakukan hal demikian,’ kuciptakan lagu ini.
  3. Catatan:

    Kidung ini bersifat kias dan menceritakan. Pangeran Liang dari negeri Rui memprihatinkan kekacauan zamannya akibat kesewenang-wenangan raja Zhou Li Wang yang hanya mendengar bujukan menteri-menteri yang jahat dan penjilat, maka dibuat kidung ini. Tentang pangeran Rui disebutkan di dalam Kitab Shu Jing V. 22 . 3 juga dicatat dalam Zuo Chuan.

    1. Sungguh cemerlang Yun Han (Rasi Bintang Bima sakti), memancar dan bergerak di langit. Raja berkata, ‘Aduhai! Kejahatan apa ditujukan kepada kita, sehingga Tian menurunkan kebinasaan dan kekacauan? Kelaparan terjadi berulang-ulang: persembahan apa yang tidak kunaikkan; hewan kurban apa yang tidak kita naikkan? Belumkah dikorbankan bilah Gui Bi (peralatan dari batu Yu); --- betapa aku tidak mendengar?
    2. Bencana kering sungguh luar biasa; rasa panas kian menyiksa. Tiada henti kulakukan persembahan; di Jiao maupun di Gong. Kepada yang di atas maupun yang di bawah. Tiada roh suci yang tidak kumuliakan. Demikian pula kepada Hou Ji; Shang Di tidak berkenan. Menyapu dan menghancurkan tanah di bawah, haruskah semuanya itu dibebankan kepadaku?
    3. Bencana kering kian merebak, aku tidak boleh memaafkan diriku. Aku penuh ketakutan dan kecemasan, bagai disambar petir dan Guntur. Rakyat berambut hitam pewaris dinasti Zhou, tiada separuhpun orang tinggal; Tian Yang Maha Besar – Yang Maha Tinggi (Hao Tian Shang Di) tidak mengecualikan diriku. Betapa kita tidak ketakutan? Haruskah altar leluhurku musnah.
    4. ‘Bencana kering kian merebak, dan tidak dapat dihentikan. Kian menakutkan dan mengerikan, tidak memberikanku tempat. Berakhirnya firman besar itu telah dekat, tiada yang nampak berada di kelilingku. Para pangeran dan menteri yang telah mendahulu, tiada yang membantuku. O, ayah – bunda dan leluhur, betapa tega melihat ini?
    5. ‘Bencana kering kian merebak, gunung runtuh, sungai kering. Hantu kekeringan sungguh ganas, bagai merebaknya nyala api. Hatiku ngeri bagai dipanggang, kekhawatiran hatiku bagai dibakar. Para pangeran dan menteri yang telah mendahulu tiada yang mendengarkanku. O, Tian Yang Maha Besar – Yang Maha Tinggi, berkatilah diriku lepas dari semua ini!
    6. ‘Bencana kering kian merebak, aku berjuang dan takut untuk pergi. Betapa aku dituduh menjadi penyebab bencana kering? Aku tidak mengerti apa penyebabnya. Doa untuk tahun yang bagus telah kulakukan; demikian pula kepada malaikat keempat penjuru tidak terkecuali. Tian Yang Maha Besar – Yang Maha Tinggi tidak semuanya kesalahanku. Hormat sujud kepada Tuhan Yang Maha Gemilang (Ming Shen), janganlah menimpakan kesalahan hanya kepadaku.
    7. “Bencana kering kian merebak, semuanya kabur tiada lagi persaudaraan. Jangan keterlaluan para kepala jawatan; perdana menteri sungguh menderita. Pelatih kuda, komandan pasukan, kepala juru masak dan para pengawalku. Jangan ada yang tidak berupaya menanggulangi; jangan merasa tidak mampu dan berhenti. Kupandang kepadamu Hao Tian; mengapa terjadi semua ini?
    8. ‘Kupandang kepadamu Hao Tian (Tuhan Yang Maha Agung), di langit bintang-bintang gemerlap. Para pembesarku dan segenap Junzi, Dengan segala kekuatan kamu telah berupaya. Berakhirnya firman itu telah mendekat, jangan sia-siakan apa yang telah kau lakukan. Kamu tidak hanya mencari untukku saja, tetapi untuk menolong segenap jawatan. Kupandang kepadamu Hao Tian; kapankah datang berkah kedamaian itu?
  4. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan saat raja Zhou Xuan Wang (827 – 719 s.M.) menghadapi bencana besar/kekeringan. Mengeluh kepada Tian dan para suci yang dirasakan akan menghancurkan negeri dan rakyatnya. Ia mengajak segenap orang dan rakyatnya bagaimana menanggulangi berbagai bencana itu. Di dalam kitab Chun Qiu disuratkan pada tahun ke lima pemerintahan pangeran Lu Huan Gong (711 – 693 s.M.) raja mengutus Reng Shu ke negeri Lu; diduga Reng Shu adalah putra penulis kidung ini.

    1. Sungguh menjulang tinggi pegunungan itu, segenap isinya menjangkau langit. Dari pegunungan itulah diturunkan roh, yang menurunkan Fu dan Shen. Adapun pangeran Fu dan Shen adalah pendukung dinasti Zhou, yang menaungi keempat penjuru negeri, keempat penjuru negeri dalam pengaruhnya.
    2. Sungguh cekatan pangeran Shen Bo, dan raja berkenan menugaskannya melayani (altar leluhurnya), yang ada di ibukota negeri Xie, di sana menjadi tauladan negeri-negeri selatan. Raja menitahkan pangeran Shao Bo, memantapkan kediaman pangeran Shen Bo, yang penting dikerjakan untuk wilayah selatan, tempat keturunannya mewarisi perbuatan baik.
    3. Raja menitahkan pangeran Chen Bo, ‘Jadilah suri tauladan wilayah selatan, menjadikan orang-orang Xie pelestari segenap karyamu.’ Raja memberi titah kepada pangeran Shao Bo, menetapkan batas tanah sawah pangeran Shen Bo. Raja menitahkan kepala pengawal memindahkan anggota keluarganya kesana.
    4. Adapun perbuatan baik pangeran Shen Bo, latar dasarnya telah diletakkan pangeran Shao Bo, yang pertama telah membangun tembok kota, dan digenapkan dengn membangun Miao (kuil) leluhurnya. Setelah miao itu jadi, luas dan agung raja menganugerahkan kepada Shen Bo empat ekor kuda yang bagus, beserta segenap peralatannya yang gemerlapan.
    5. Raja memindahkan pangeran Shen Bo, dengan kereta Negara beserta seperangkat kuda. ‘Aku telah memetakan kediamanmu menjadi yang terbaik di tanah selatan. Kuanugerahkan untukmu tongkat komando dari batu Gui, yang menjadi mustika kewibawaanmu. Berangkatlah paman, dan lindungilah tanah selatan.’
    6. Pangeran Shen Bo pamit berangkat, dan raja menjamunya di Mei. Pangeran Shen Bo berlanjut ke selatan, sampai tiba di negeri Xie. Raja menitahkan pangeran Shao Bo, menetapkan batas tanah pangeran Shen Bo, dan membangun gudang persediaan, sehingga kemajuan boleh berkembang.
    7. Pangeran Shen Bo maju bergerak memasuki wilayah Xie, yang berjalan kaki dan yang berkuda demikian banyak, dan saat melewati negeri Zhou semua gembira. ‘Engkau telah mendapatkan pendukung yang bagus. Sungguh mengesankan pangeran Shen Bo, Paman sulung raja itu, para pejabat sipil maupun militernya.’
    8. Kebajikan pangeran Shen Bo lembut, tertib, dan lurus. Akan mampu menjadikan berlaksa negeri ini teratur, dan termasyhur di keempat penjuru negeri. Ji Fu, menciptakan kidung ini sebuah sanjak yang agung, yang memiliki pengaruh baik, untuk dipersembahkan bagi pangeran Shen Bo.
  5. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan. Mengungkapkan pengangkatan raja atas pangeran Shen Bo untuk membangun pertahanan di wilayah selatan.

    1. Tian menjelmakan rakyat, menyertainya dengan bentuk dan sifat. Sifat umum rakyat ialah, menyukai kebajikan mulia itu (Lihat Mengzi VI A : 6 . 8). Tian memandang penguasa dinasti Zhou, betapa menyinari yang di bawah; demi melindungi kaisar (Tianzi), maka dilahirkan Zhong Shan Fu.
    2. Adapun kebajikan Zhong Shan Fu lembut terpuji, sesuai semestinya. Bagus perilaku; ramah wajahnya; hati-hati terhadap segala sesuatu; hukum yang kuno itu menjadi pedomannya. Perilakunya dilaksanakan sepenuh tenaga. Mendorong Tianzi bagaimana menggenapkan tugas, sehingga firman gemilang tersebar luas.
    3. Raja bertitah kepada Zhong Shan Fu. ‘Jadilah suri tauladan beratus pangeran; lanjutkan penghormatan untuk para leluhur. Lindungilah para pembantu raja; maklumatkan segala titah raja. Jadilah tenggorokan dan lidah raja; memaklumkan tata pemerintahan keluar, sehingga di empat penjuru berkembang kepatuhan.’
    4. Segenap kewibawaan titah raja, Zhong Shan Fu menjadikannya terlaksana. Apa yang dilarang dan dibolehkan Negara, Zhong Shan Fu menjelaskan terang-terang. Sungguh cerah batin dan bijaklah dia, sehingga melindungi diri; tidak berlaku malas, siang maupun malam, demi mengabdi yang seorang.
    5. Orang ada peribahasa, ‘yang lembut itu ditelan, yang keras itu diludahkan.’ Tetapi akan Zhong Shan Fu, tidak menelan yang lembut, dan tidak meludahkan yang keras. Tidak melecehkan orang miskin atau yang duda; tidak takut akan paksaan dan tindasan.
    6. Orang ada peribahasa. ‘Kebajikan itu ringan bagai bulu, namun rakyat jarang yang mampu mengangkatnya.’ (Zhong Yong XXXII : 6) Bila aku merenungkan itu, hanya Zhong Shan Fu mampu mengangkatnya. Aku mencintainya tetapi tidak dapat berbuat sesuatu untuk membantunya berbagai cacat dalam melaksanakan tugas raja hanya Zhong Shan Fu mampu menutupnya.
    7. Berlanjut Zhong Shan Fu menyelenggarakan sembahyang untuk leluhur. Keempat ekor kudanya sungguh kuat; para pembantunya benar-benar ulet; Ia khawatir dan tidak mencapai sasaran; keempat kuda lari tanpa henti, kedelapan kelintingnya terus berbunyi. Raja bertitah kepada Zhong Shan Fu, membuat benteng di wilayah timur.
    8. Keempat kuda lari tanpa henti, kedelapan kelintingnya terus berbunyi, Zhong Shan Fu berlanjut ke negeri Qi, dan segera akan kembali. Aku Ji Fu, membuat kidung ini, semoga menjadi angin segar, Bagi Zhong Shan Fu yang senantiasa resah, untuk membenarkan hatinya!
  6. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan, untuk memuji kebajikan Zhong Shan Fu yang menjadi perdana menteri raja Zhou Xuan Wang yang menerima tugas ke wilayah timur, membentengi ibukota negeri Qi. Seperti kidung di depannya, kidung ini juga diciptakan oleh Yin Ji Fu untuk dilantunkan bagi kawannya yang akan meninggalkan istana negeri Qi.

    1. Sungguh megah pegunungan Liang, Yang telah diolah oleh Yu. Memancar gemilanglah jalan suci dari situ. Pangeran Han Hou menerima titah untuk itu. Raja sendiri menurunkan titah. ‘Lanjutkan pengabdian leluhurmu; jangan sia-siakan titahku. Rajin-rajinlah siang maupun malam dan muliakanlah tugas kewajibanmu, maka titahku tidak akan berubah. Lawanlah pangeran yang tidak datang menghadap ke istana, demi mendukung kuasamu.’
    2. Dengan empat ekor kuda yang gagah kuat, dengan penuh kesiapan diri, pangeran Han Hou datang menghadap, dengan membawa tongkat dari Gui, ia masuk dan menghadap raja. Raja menganugerahi pangeran Han Hou. Bendera naga yang bagus berhias buku-buku; tabir dari bambu dan hiasan gandaran kereta; jubah hitam bergambar naga dan selop merah; penutup dada dan ikat kepala; bangku sandaran tertutup kulit harimau, ujung tali kekang bercincin emas.
    3. Ketika pangeran Han Hou meninggalkan istana; Ia bermalam di Tu. Xian Gu memberinya jamuan makan perpisahan, dengan beratus poci anggur. Dan apa lauknya? Bulus bakar dan ikan segar. Apa sayur-mayurnya? Rebung muda dan Pu. Apa cenderamatanya? Sebuah kereta kerajaan dan perlengkapannya. Banyak mangkuk berisi sayur dan buah; banyak pangeran lain di dalam pesta.
    4. Pangeran Han Hou mengambil istri, kemenakan raja Fen, putri Jue Fu. Pangeran Han Hou menjemputnya, sampai ke wilayah Jue. Beratus keretanya berjajar-jajar, delapan kelintingnnya bergemerincing; sungguh megah gemerlapan. Gadis-gadis pengikutnya mengikuti sang putri, santai mengikuti bagai awan yang indah. Pangeran Han Hou memandang semuanya, Pintu gerbangnya demikian megah.
    5. Jue Fu sungguh gagah perkasa, tiada negeri yang tidak pernah dikunjungi. Ketika memilih kediaman untuk Han Ji, tiada yang lebih menyenangkan daripada negeri Han. Sungguh menggembirakan wilayah Han, beserta alirannya yang luas, penuh dengan berbagai ikan air tawar; beserta demikian banyak kijang, dengan berbagai jenis beruang yang mengerikan; serta kucing liar dan harimau. Sungguh kediaman yang sangat menyenangkan, dan putri Han Ji mendapatkan tempat istirahat yang menggembirakan. Sungguh tebal tembok kota Han, yang dibangun oleh para orang Yan. Karena leluhurnya telah menerima titah untuk memimpin beratus orang Man. Raja menganugerahi pangeran Han Hou wilayah Zhui dan Mo, segera dikelola wilayah utara negeri, dan tampak menjadi pemimpinnya berperingkat Bo; dikokohkan tembok kota dan diperdalam paritnya, diolah sawah ladang dan diatur pendapatannya, dipersembahkan kulit serigala putih, serta macan merah dan beruang kuning yang mengerikan.
  7. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan memuji pangeran Han Hou saat dilantik oleh raja; anugerah yang diterima dan jamuan perpisahannya; perkawinannya; kesuburan tanahnya yang terbentang di wilayah utara. Peristiwa ini terjadi pada zaman raja Zhou Xuan Wang dan sanjak ini diciptakan juga oleh Yin Ji Fu.

    1. Sungguh luas kawasan bengawan Jiang dan Han, bala tentara maju bagai arus gelombang. Tiada saat istirahat atau berkeliaran, mencari dimana suku Huai Yi. Telah dikeluarkan kereta kita; telah dikibarkan bendera elang. Tiada saat santai tiada saat istirahat, menghadapi suku Huai Yi yang datang menyerbu.
    2. Sungguh luas kawasan bengawan Jiang dan Han, bala tentara maju gagah perksa. Keempat penjuru negeri sudah menjadi tertib, kita laporkan keberhasilan kepada raja. Setelah keempat penjuru negeri damai, kerajaan makin mantap. Tiba saat tiada ancaman, hati raja menjadi tenteram.
    3. Di tepi bengawan Jiang dan Han, Raja bertitah kepada pangeran Shao Hu. Bukalah keempat penjuru kawasan negeri; tetapkan batas jangan resahkan rakyat, jangan tergesa, jadikan mereka patuh kepada kerajaan. Tentukan batas tanah yang luas dan yang lebih kecil, sampai ke tepi laut selatan (Nan Hai).’
    4. Raja bertitah kepada pangeran Shao Hu. ‘Datanglah kemana-mana dan beritakan (titahku). Ketika baginda Wen dan Wu menerima firman, pangeran Shao adalah pembantu yang paling kuat. Jangan berkata aku hanya anak kecil. Tetapi suri tauladanilah pangeran Shao. Engkau telah tangkas dan menunjukkan kebolehanmu; aku akan menganugerahimu kebahagiaan.
    5. ‘Kuberikan kepadamu piala besar dari batu Gui, dan periuk berisi anggur wangi dari jawawut hitam. Telah kuberitahukan kepada orang yang harus menggenapkan, menganugerahimu bukit, tanah dan sawah ladang. Di negeri Zhou menerima titah, seperti titah bagi moyangmu, pangeran Shao.’ Pangeran Hu melakukan Bai menundukkan kepala sampai ke tanah: ‘Putra Tian (Raja) panjang usia berlaksa tahun!’
    6. Hu melakukan Bai menundukkan kepala sampai ke tanah, menanggapi kemurahan hati raja, dan bertekad melestarikan kemasyhuran pangeran Shao Gong. ‘Putra Tian (raja) panjang usia berlaksa tahun! Sungguh bijak cerah putra Tian; kemasyhurannya tidak akan berakhir. Semoga maraklah kebajikan sempurna (Wen De), meresap di keempat penjuru negeri.
  8. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan; merayakan peristiwa perjalanan ke wilayah lebih selatan tempat suku Huai Yi yang dilakukan oleh pangeran Shao Hu. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke dua pemerintahan raja Zhou Xuan Wang (825 s.M). Kidung ini juga diciptakan oleh Yin Ji Fu.

    1. Sungguh agung dan gemilang, raja bertitah kepada menterinya, seorang keturunan Nan Zhong, guru besar Huang Fu. ‘Aturlah enam angkatan perang kita, dan siapkan seluruh peralatan perang. Hormat dan hati-hatilah, berikan hiburan bagi negeri-negeri di selatan.’
    2. Raja berkata kepada kelompok kaum Yin Shi, ‘Titahkan kepada Xiu Fu – pangeran Cheng Bo, mengatur barisan kiri dan kanan, peringatkan kepada seluruh angkatan. Di sepanjang tepian sungai Huai. Kita periksa tanah Xu, jangan lengah, jangan berhenti, biarlah kegiatan pertanian terus berjalan.’
    3. Dengan penuh kemegahan dan kekuatan, Tian-zi (kaisar) penuh wibawa. Dengan santai dan tenang raja berkarya, tidak dengan pasukan besar, tidak berpetualang. Wilayah Xu setahap demi setahap tergerak; tergetar merasa ngeri wilayah Xu. Bagai dikejutkan Guntur atau tanah runtuh, wilayah Xu tergetar merasa ngeri.
    4. Bangkit kekuatan militer raja, bagai terguncang terkena marah. Dimajukan pasukan harimau, nampak mengerikan bagai harimau mengaum, digelar orang-orangnya di sepanjang sungai Huai, dan berhasil menangkap sejumlah tawanan. Benar-benar terkendali sepanjang sungai Huai, oleh balatentara kerajaan.
    5. Sungguh banyak pasukan raja; bagai terbang dengan sayapnya, bagai arus sungai Jiang dan Han; kokoh bagai gunung; mengalir lestari bagai aliran bengawan: lestari dan teratur; sungguh luar biasa tak terkalahkan; bergerak maju menertibkan negeri Xu.
    6. Rencana raja dilaksanakan dengan tulus dapat dipercaya, wilayah Xu segera tunduk; seluruh pemimpinnya datang berkumpul, karena kebijakan Tian-zi. Keempat penjuru negeri menjadi damai; para penguasa Xu datang menghadap istana. Mereka tidak berbalik, dan raja berkata, ‘Mari pulang.’
  9. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan memuji perjalanan raja Zhou Xuan Wang ke wilayah utara sungai Huai, seluruh gerakan maju dan sukses. Kidung ini ditulis oleh Shao Mu Gong yakni pangeran Hu.

    1. Lihat dan pandanglah Hou Tian Yang Maha Besar, namun tidak menunjukkan cinta kasihNya kepada kita. Sudah lama kita tidak tenteram, diturunkan berbagai bencana besar. Tiada ketentuan di dalam negeri, pejabat dan rakyat menjadi resah. Berbagai serangga menimbulkan wabah, tiada damai dan batas. Jaring kejahatan tidak tersingkirkan, tiada kedamaian dan kesejahteraan bagi negeri.
    2. Orang mempunyai tanah dan ladang, namun kini engkau (para penguasa) yang memiliki. Orang mempunyai rakyat dan pengikutnya, namun kini engkau yang merenggut mereka. Di sini ada orang yang semestinya tidak berbuat jahat, tapi engkau yang menjeratnya. Ada orang yang seharusnya ditangkap karena kejahatannya, tetapi engkau membiarkannya bebas.
    3. Seorang pandai membangun tembok kota, tetapi seorang wanita pandai mencampakkannya. Sungguh elok wanita pandai itu. Namun ia tidak lebih seekor burung hantu. Seorang wanita pandai berpanjang lidah, adalah batu tangga yang tidak teratur. Kekacauan bukan datang dari Tian, tetapi dilahirkan wanita itu. Darinya tidak tumbuh pendidikan dan nasihat, melainkan hanya kasim dan wanita.
    4. Yang menjatuhkan laki-laki, menyakiti, dan menipunya, mula-mula mereka menjelekkan dan akhirnya memalsukan. Tetapi tidak mengatakan ucapannya salah; ‘Apa jahatnya mereka?’ itu seperti melipatkan harga tiga kali, Seorang Junzi memahami itu; seorang perempuan yang sama sekali tidak mengerti urusan umum, meninggalkan ulat sutera dan tenunannya.
    5. Mengapa Tian murka kepadamu? Mengapa Tuhan tidak menurunkan berkah? Engkau mengabaikan orang-orang Di, dan memandangku penuh kebencian. Tidak memperhatikan tanda-tanda tidak baik, seluruh perilakumu tidak pantas; orang-orang meninggalkan, negara menghadapi keruntuhan.
    6. Tian telah menurunkan jaring, yang akan membawakan berbagai bencana. Orang-orang meninggalkan, hatiku sungguh pedih. Tian telah menurunkan jaring, dan banyak yang akan tertangkap. Orang-orang melarikan diri. Hatiku sungguh-sungguh sedih.
    7. Di tengah mata air muncul gelembung, menunjukkan kedalamannya. Kepedihan di dalam hatiku, adakah hanya hari ini? Mengapa tidak sebelum diriku? Atau mengapa tidak setelah aku? Hao Tian yang penuh rahasia tiada yang tidak dapat dikokohkan; janganlah menodakan leluhurmu, itu akan menyelamatkan keturunan.
  10. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan; tetapi bagian akhir bersifat kias. Penulis mengeluhkan berbagai penindasan yang terjadi, dan menunjukkan bahwa itu diakibatkan campur tangan para selir dan para kasim dalam pemerintahan. Kidung ini diciptakan pada zaman raja Zhou You Wang (781 – 770 s.M.) putra Zhou Xuan Wang, yang perilakunya sewenang-senang dan tergila-gila kepada selirnya yang bernama Bao Si yang tidak mau tersenyum sehingga hancurlah dinasti Zhou barat (1122 – 770 s.M.) dan ia terbunuh oleh orang-orang Quan Rong di istana peristirahatannya di kaki gunung Li Shan. I digantikan oleh putranya yang diberi gelar Zhou Ping Wang (770 – 719 s.M.) yang meninggalkan ibukota lama pindah ke wilayah timur dan mulailah dinasti Zhou Timur (770 – 255 s.M.)

    1. Sungguh mengerikan murka Min Tian (Tuhan Yang Maha Kasih); Tian benar-benar menurunkan bencana, menjadikan kita menanggung kelaparan, rakyat mati dalam pelarian; di tempat kediaman dan wilayah perbatasan semua hancur.
    2. Tian menurunkan jaring terhadap kejahatan; menerkam serangga yang melelahkan dan membingungkan manusia, menjadi bodoh, tertekan dan malas, penuh kebingungan dan serba menentang: Demikianlah orang-orang yang berupaya menenteramkan negeri kita.
    3. Kasar dan pemfitnah, (raja) tanpa menyadari akan nodanya. Berhati-hati dan was-waslah terancam bahaya, tanpa ada istirahat, senantiasa martabat dihancurkan.
    4. Pada tahun yang sedang kekeringan, rumput-rumput tiada yang menghijau; bagai tanaman air melekat pada pohon; kulihat negeri ini semuanya menuju kekacauan.
    5. Kesejahteraan masa lalu sudah tidak ada saat ini. Berbagai penderitaan yang kini tidak pernah terjadi sebelumnya. Itu (seperti) nasi kasar, ini (seperti) nasi bagus; mengapa engkau tidak mengundurkan diri saja, hanya melanjutkan keresahan?
    6. Kolam menjadi kering, tidakkah ada air mengalir dari tepiannya? Mata air menjadi kering, tidak adakah air keluar dari situ? Semua benar-benar berbahaya, maka kian berlanjut kepedihanku. Tidak adakah keringanan bencana atas diriku?
    7. Jaman kuno ketika raja yang telah mendahulu itu menerima firman, adalah menteri seperti pangeran Shao Gong, yang mampu tiap hari meluaskan negeri seratus li. Kini tiap hari senantiasa berkurang seratus li. Wu Hu Ai Zai! Di antara orang zaman sekarang, tiada lagikah yang seperti orang zaman dahulu?
  11. Catatan:

    Kidung ini bersifat menceritakan tetapi ada yang bersifat perumpamaan. Penulis meratapi berbagai penderitaan dan keruntuhan yang sedang berlangsung, menunjukkan betapa raja salah menggunakan orang-orang yang rendah budi dan tidak pantas. Kidung ini juga diciptakan pada zaman raja Zhou You Wang.