logo

Li Jing IV

Tan Gong II

  1. Untuk upacara pemakaman putera tertua istri sah penguasa yang meninggal dunia sebelum cukup umur, disertakan tiga kereta kecil (berisi daging sembahyang untuk dimasukkan kedalam makam). Untuk upacara pemakaman putera tertua dari salah satu selir rajamuda yang meninggal sebelum cukup umur disertakan sebuah kereta semacam itu; untuk upacara pemakaman putera tertua seorang pembesar dari istrinya yang sah disertakan sebuah kereta semacam itu pula.

  2. Pada upacara perkabungan untuk rajamuda (Gong), para pemimpin jawatan yang langsung menerima perintah daripadanya masing-masing membawa tongkatnya.

  3. Bila seorang pembesar akan dimakamkan, sang penguasa datang berbela sungkawa di ruang tempat peti jenazah disemayamkan. Saat peti mati akan diberangkatkan ia menugaskan seseorang turut mendorong kereta mewakilinya. Hal itu dilakukan sampai 3 langkah lalu berhenti; kemudian dilakukan lagi sampai 3 kali; setelah itu penguasa tersebut mengundurkan diri. Proses yang sama dilakukan saat usungan jenazah itu memasuki kuil leluhur. Demikian pula pada saat di ruang upacara duka.

  4. Orang yang telah berusia 50 tahun dan tidak mempunyai kereta, tidak melakukan kunjungan bela sungkawa (Diao) di tempat yang melewati batas Negara.

  5. Ketika Ji Wuzi terbaring sakit di kamarnya, Qiao Gu masuk dan menampakkan diri di hadapannya tanpa meninggalkan tanda-tanda berkabung (Ji Shuai) yang sedang dikenakan. Ia berkata, “Kebiasaan ini sudah tidak ada lagi. Itu hanya perlu dilakukan bila seorang pejabat memasuki pintu gerbang pangeran yang mewajibkannya meninggalkan tanda-tanda berkabung yang dikenakan.” Wuzi berkata,”Tidakkah hal itu baik untuk anda lakukan? Seorang Junzi menjadi suri teladan meskipun dalam hal-hal kecil.” Pada saat upacara perkabungan untuk Wuzi, Zeng Dian bersandar di pintu dan menyanyi.

  6. Bila seorang pembesar melakukan kunjungan bela sungkawa (kepada pejabat bawahannya), dan ia tiba saat orang-orang sedang sibuk, pemberian maaf harus diberikan (bahwa mereka tidak menyambutnya). Bila seseorang melakukan kunjungan bela sungkawa, tidak semestinya pada hari itu ia menunjukkan kegembiraan. Seorang istri tidak melakukan kunjungan belasungkawa melewati tapal batas Negara. Pada hari melakukan kunjungan bela sungkawa, orang tidak semestinya minum arak atau makan daging. Saat seseorang melakukan kunjungan bela sungkawa dan saat itu sedang berlangsung penyiapan pemakaman, ia wajib turut memegang tali (penarik kereta). Mereka yang akan mengikuti sampai ke makam wajib memegang tali pengikat peti mati. Di dalam upacara perkabungan, bila pangeran mengirim pesan bela sungkawa, wajib ada seseorang yang mengenal dan menghormat dengan bai kepada utusan itu. Seorang kawan, tetangga, bahkan boleh juga orang yang sekampung halaman melakukan tugas itu. Kata-kata pesan itu berbunyi, “Penguasa kita yang banyak kekurangan bermaksud berbagi keprihatinan.” Tuan rumah menjawab, “Kami merasakan kesertaannya. Bila seorang penguasa bertemu pengusungan jenazah di jalan, ia wajib mengirim seseorang menyampaikan bela sungkawa.”

  7. Di dalam perkabungan untuk seorang pembesar, seorang putera dari istri muda tidak semestinya diberi tugas menerima penyataan bela sungkawa.

  8. Pada saat kematian saudara istri yang menjadi penerus orang tuanya, (Sang suami) wajib menangisinya di ruang utama rumahnya. Ia harus menunjuk puteranya memimpin acara itu. Dengan dada tertutup dan mengenakan ikat kepala pengganti topi, menangis dan melonjak-lonjak. Bila ia memasuki pintu kanan, ia harus menyuruh seseorang berdiri di luar pintu untuk memberitahukan kepada yang datang adanya upacara meratapi itu; dan orang yang akrab (dengan mendiang) akan masuk dan ikut meratapi. Bila ayahnya ada di tempat itu, acara meratapi itu mengambil tempat (di depan) kamar sang istri. Bila (yang meninggal dunia) bukan penerus sang ayah acara meratapi itu mengambil tempat di depan ruang lain.

  9. Bila seseorang di rumahnya ada peti mati orang tuanya dan mendengar ada upacara perkabungan untuk kakak atau adik sepupu (semarga) di tempat jauh ia meratapi di ruang samping. Bila tak mempunyai ruang samping, ia melakukan ratapan di ruang dalam kanan. Bila jenazah yang meninggal dunia itu berada di negeri yang sama, ia wajib pergi ke sana untuk meratapinya.

  10. Ketika Zi Zhang meninggal dunia, Zeng zi sedang berkabung untuk ibunya dan ia pergi kesana dengan pakaian berkabung untuk meratapi. Ada orang yang berkata, “Jubah berkabung dari rami itu tidak pantas untuk melakukan kunjungan bela sungkawa.” Zeng zi berkata, “Aku sedang berkabung, bagaimana lagi?”

  11. Pada upacara perkabungan untuk You Ruo, Pangeran (Lu) Da Gong datang berbela sungkawa. Zi You menerimanya dan memperkenalkannya di tangga sebelah kiri.

  12. Ketika ada berita yang dikirim dari negeri Qi tentang upacara perkabungan untuk puteri raja (dinasti Zhou) yang telah menikah dengan rajamuda negeri Qi, rajamuda Lu Zhuang Gong mengenakan pakaian 9 bulan berkabung (Da Gong). Ada orang berkata, “Ia menikah dari negeri Lu; karena itulah ia (Lu Zhuang Gong) mengenakan pakaian berkabung seperti untuk adik perempuannya sendiri.” Ada yang berkata lagi, “Ia adalah nenek luarnya. Karena itulah ia mengenakan (pakaian berkabung) yang demikian.”

  13. Pada upacara perkabungan untuk rajamuda Jin Xian Gong, rajamuda Qin Mu Gong mengirim utusan untuk menyampaikan belasungkawanya kepada putera rajamuda itu yang bernama Zhong Er (yang masih dipengasingan), dengan pesan: “Aku telah mendengar berkait dengan hal ini, inilah saat penentuan untuk kehilangan Negara, atau untuk mendapatkan Negara. Biarpun engkau anakku, berdiam di sini, sedang prihatin melakukan perkabungan, masa pembuanganmu tidak boleh berlanjut terlalu lama, dan kesempataan ini tidak boleh hilang. Pikirkanlah hal itu dan buatlah rencanamu, anakku.” Kata-kata itu (oleh Zhong Er) disampaikan kepada paman luarnya, Jiu Fan. Jiu Fan berkata, “Anakku, tolaklah anjuran itu. Sebagai seorang yang dihukum buang, tiada mestika yang tinggal lagi bagimu; berlaku cinta kasih kepada ayah, itulah yang wajib kamu pandang sebagai mestika. Mengapa kematian seorang ayah harus dijadikan persoalan? Bila masalah itu dijadikan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, siapa di bawah langit ini yang akan dapat mengungkapkan kebaikan perilakumu? Tolaklah anjuran itu anakku.”Pangeran Zhong Er lalu menjawab tamunya dengan berkata, “Baginda rajamuda telah demikian baik hati mengirim anda menyampaikan bela sungkawa kepada hambanya yang di tempat pembuangan. Sedang diri Zhong Er di tempat pembuangan, ayahku telah meninggal dunia, sehingga saya tidak dapat mengambil bagian dalam upacara untuk menangis dan menitikkan air mata untuknya; --- inilah kiranya telah membangkitkan keprihatinan baginda. Tetapi betapa kematian ayah boleh dijadikan bahan persoalan? Beranikah saya memikirkan hal-hal lain dan membuktikan diri saya ternyata tidak berharga di dalam pandangan kebenaran baginda?” Ia lalu menundukkan kepala sampai ke tanah (Qi Sang), tetapi tidak menghormat dengan bai kepada tamunya; ia meratap dan kemudian bangun. Dan setelah berdiri ia tidak membicarakan hal-hal lain yang bersifat pribadi. Zi Xian melaporkan hasil pelaksanaan segala tugas yang diamanatkan, kepada (Qin) Mu Gong. Mu Gong berkata, “Sungguh berperi cinta kasih pangeran Zhong Er! Dengan menundukkan kepala sampai ke tanah dan tidak menghormat dengan bai (kepada utusan itu). Ia mengakui dirinya sebagai bukan pewaris ayahnya, maka tidak menggenapkan dengan bai. Ia meratap sebelum berdiri menunjukkan ia mencintai ayahnya. Dengan tidak melakukan percakapan yang bersifat pribadi itu menjauhkannya dari perilaku mencari keuntungan.”

  14. Membiarkan tabir tetap tertutup sebelum jenazah dimasukkan kedalam peti mati, itu bukan aturan kuno, melainkan berawal ketika Jing Jiang meratapi Mu Bo, suaminya (Mu Bo adalah pembesar negeri Lu, putera Ji Dao Zi)

  15. Upacara perkabungan merupakan pernyataan kesedihan yang sangat. Adanya pembatasan di dalam kesedihan, itu mengikuti perubahan yang alami. Peraturan itu dibuat oleh seorang Junzi di dalam memahami awal kehadiran dirinya.

  16. (Upacara) memanggil pulang (arwah) adalah jalan suci untuk memacu rasa cinta, dan melakukan doa merupakan ungkapan apa yang terkandung di dalam hati. Memandang jauh ke alam yang gelap untuk mengundang kembali, itulah jalan suci untuk mencarinya di alam para roh dan nyawa (Gui Shen). Menghadapkan wajah ke arah utara mencarinya, terbit dari kebenaran bahwa semuanya (Para rokh dan nyawa) itu ada di daerah gelap.

  17. Memberi hormat dengan bai (kepada pengunjung yang berbela sungkawa) dan menundukkan kepala sampai ke tanah (Qi Sang) menunjukkan puncak kesedihan yang rahasia. Menundukkan kepala sampai ke tanah menyatakan kerahasiaan kepedihan yang sangat.

  18. Mengisi mulut (jenazah) dengan nasi yang diganti dengan beras dan mutiara timbul dari rasa tidak tega membiarkannya kosong. Itu bukan bermaksud memberinya makanan; maka digunakan benda yang indah.

  19. Diukir huruf-huruf (tentang marga, nama, kedudukan yang mati) menjadi panji untuk upacara kematian (Ming Jing). Karena orang yang mati itu tidak dapat dibedakan lagi (karena sudah dimasukkan kedalam peti), maka dengan bendera atau panji itu (anak dan keluarga) diberi tanda untuk menjadikannya mengerti. Karena demikian cinta kepadanya maka dibuatkan tanda itu. Rasa hormat kepadanya diungkapkan lewat tanda itu. Papan utama (yang bertulis) demi maksud yang sama, ditempatkan di altar upacara perkabungan. Pada zaman dinasti Yin, sampai akhir upacara perkabungan, papan itu tetap dijaga disana. Pada zaman dinasti Zhou, setelah usai upacara perkabungan panji itu dipindahkan.

  20. Sajian sembahyang untuk jenazah yang belum dikubur ditempatkan dibejana yang tanpa hiasan, hal ini karena yang masih hidup dipenuhi hati yang penuh rasa duka. Hanya pada upacara sembahyang (menjelang pemakaman) tuan rumah yang berkabung itu menyiapkan segala-galanya. Adakah ia mengerti bahwa roh yang meninggal itu akan menikmati? Tuan rumah yang berkabung itu hanya terdorong oleh ketulusan dan rasa hormat di dalam hatinya.

  21. Memuku-mukul dada (bagi wanita) dan melonjak-lonjak (bagi pria) menunjukkan rasa sedih yang sangat. Tetapi beberapa kali dilakukan itu dibatasi. Ada ketentuan yang mengatur hal itu.

  22. Bertelanjang bahu dan mengikat rambut (dengan pengikat dari rami), caranya berubah-ubah sesuai dengan rasa sedihnya. Menyingkirkan perhiasan dan menyingkirkan yang indah-indah itu mengungkapkan perasaan. Menelanjangi bahu, mengikat rambut, itulah yang utama. Dan menyingkirkan segala perhiasan itu menunjukkan kepedihan yang sangat. Tetapi, kini setelah bahu itu benar-benar telanjang, segera ditutup (dengan pakaian tipis); --- itu menunjukkan pembatasan rasa sedih.

  23. Pada upacara pemakaman, mereka (yang berkabung) menggunakan topi dari sutera putih dan ikat kepala dari rami; demikianlah jalan suci menjalin hubungan dengan roh. Dengan demikian rasa hormat bangkit di hati. Orang dinasti Zhou mengenakan topi yang dinamai Mian saat memakamkan, dan orang dinasti Yin menggunakan topi yang dinamai Xi pada saat memakamkan.

  24. Bubur untuk tuan rumah yang berkabung (anaknya), istrinya, para tua-tua dalam keluarga diambilkan untuk mereka atas perintah yang berwenang (memimpin upacara) untuk menjaga mereka terhindar dari sakit.

  25. Setelah kembali (dari makam) untuk menangis, (sang anak) wajib naik lewat tangga pendapa (kuil leluhur); --- yaitu kembali ke tempat upacara semula diselenggarakan. istri (mendiang) wajib masuk ke kamar; --- kembali ke tempat mendiang menerima perawatan.

  26. Tangisan bela sungkawa (disampaikan kepada putera mendiang) setelah ia kembali (dari makam); saat itu adalah puncak pernyataan kepedihan. Ia kembali dan (mendiang) ayahnya tiada nampak; ia merasa telah kehilangan (kepedihannya menjadi sangat). Pada zaman dinasti Yin, orang-orang menyampaikan pernyataan belasungkawanya di makam; pada zaman dinasti Zhou, pernyataan belasungkawa disampaikan setelah kembali dan senang menangis. Nabi Kongzi bersabda, “Cara dinasti Yin terlalu kasar; Aku mengikuti cara dinasti Zhou.

  27. Tempat makam di bagian utara (pinggiran kota) dan kepala dihadapkan ke utara adalah tata susila yang lazim pada ketiga Dinasti (Xia, Shang/Yin, Zhou): --- itu karena (orang yang meninggal dunia) pergi ke wilayah gelap.

  28. Ketika peti mati diturunkan kedalam makam, tuan rumah mempersembahkan apa yang diberikan (penguasa, kepada yang mati di dalam kubur) dan petugas menaikkan doa segera kembali memberi petunjuk tempat semayam yang disembahyangi kepada pribadi pemeranan yang meninggal (Shi).

  29. Setelah kembali dan menangis, tuan rumah bersama petugas upacara memeriksa sajian sembahyang, (bersamaan waktunya) petugas yang lain mengeluarkan bangku dan tikar untuk keperluan menyampaikan sajian di kiri makam (untuk malaikat bumi). Selanjutnya mereka kembali pada tengah hari dan sajian upacara sembahyang dinaikkan.

  30. Upacara sembahyang dinaikkan pada hari upacara pemakaman; itu karena perasaan tidak tega membiarkan yang meninggal dunia terpisah (tanpa tempat semayam) biarpun 1 hari. Dalam sebulan itu, penaikkan sajian yang mula-mula disajikan (di hadapan peti mati) diganti dengan upacara sembahyang di tempat peyemayamaan. Peratapan yang berkelanjutan dihentikan dan dikatakan ‘pekerjaan telah digenapkan’. Pada hari itu dilakukan sembahyang yang menggantikan upacara berkabung menjadi upacara berkah. Esok harinya, papan arwah mendiang ditempatkan didekat mendiang kakeknya. Perubahan menjadi upacara berkah pada hari itu dan dipindahkannya papan arwah pada hari berikutnya: ---itu karena (sang putera) tidak sampai hati biarpun sehari (arwah mendiang) tidak mendapatkan tempat berpulang.

  31. Pada zaman dinasti Yin, papan arwah itu dipindah tempatnya setelah upacara Lian (berakhir bulan ke 12); pada zaman dinasti Zhou dilaksanakan setelah upacara peratapan diakhiri. Nabi Kongzi menganggap cara dinasti Yin lah yang baik

  32. Bila seorang penguasa (raja) melakukan kunjungan belasungkawa dalam upacara perkabungan untuk menterinya, ia membawa seorang Wu (pendeta) yang membawa tongkat dari batang persik, seorang imam yang membawa buluh (yang ujungnya diberi ekor dari bulu) dan pengawal yang membawa tombak; --- untuk menunjukkan keengganannya bersikap seperti menghadiri hal-hal yang biasa. Maka berbeda dengan cara mengunjungi orang yang masih hidup. Upacara perkabungan adalah Dao (jalan suci) untuk orang yang sedang kematian; para raja-raja zaman dahulu merasa sangat sulit membicarakan hal tersebut.

  33. Upacara perkabungan (dengan jenazah sudah di dalam peti) yang dilaksanakan di pendapa (kuil leluhur) dilaksanakan mengikuti hati berbakti orang yang telah meninggal dunia itu. Disitu Nampak ada perasaan sedih akan berpisah dengan ruangan itu; karena itu dibawa ke kuil leluhur orang tuanya baru kemudian diberangkatkan. Pada zaman dinasti Yin, jenazah dihadirkan di pendapa dan dimasukkan dalam peti disana; sedang pada zaman dinasti Zhou pemakaman dilaksanakan segera setelah dihadirkan (dalam keadaan jenazah sudah di dalam peti).

  34. Nabi Kongzi mengatakan bahwa orang yang membuat Ming Qi (benda-benda tiruan untuk upacara kematian) adalah orang yang mengerti jalan suci perkabungan. Benda-benda itu Nampak demikian siap, tetapi tidak dapat dipakai. “Sungguh menyedihkan, Ai Zai, kalau untuk orang yang telah meninggal dunia digunakan barang-barang untuk orang yang masih hidup, karena itu mungkin mendorong orang benar-benar mengubur makhluk hidup. Benda-benda itu dinamai Ming Qi karena (orang yang telah meninggal dunia) itu diperlakukan sebagai Shen Ming (Makhluk yang bersifat spiritual). Sejak zaman kuno sudah ada kereta-keretaan yang dibuat dari tanah liat dan sosok yang dibuat dari jerami, --- itulah jalan suci dibuatnya Ming Qi. Nabi Kongzi mengatakan, “Membuat sosok dari jerami itu baik, tapi membuat sosok boneka (yang bisa bergerak-gerak dari kayu) itu tidak berperi cinta kasih --- bukankah itu berbahaya, karena dapat mendorong orang menggunakan orang sungguh-sungguh.”

  35. Rajamuda (Lu) Mu Gong (cicit rajamuda Lu Ai Gong) bertanya kepada Zi Si, “Apakah peraturan kuno mewajibkan menteri yang sudah tidak memangku jabatan lagi mengenakan pakaian berkabung untuk mantan penguasa (raja) nya?” Zi Si menjawab, “Para penguasa zaman kuno itu menerima masuk seseorang memangku jabatan berlandaskan kesusilaan, mengeluarkan (membebaskan) seseorang dari jabatan juga berlandaskan kesusilaan. Maka ada Li (tata susila) menteri yang sudah tidak memangku jabatan mengenakan pakaian berkabung untuk mantan rajanya (saat meninggal dunia). Tetapi seorang penguasa yang memasukkan seseorang (memangku jabatan) seperti mereka mengambil sesuatu untuk ditempatkan di bawah lututnya dan saat membebaskan mereka dari jabatan seperti menghempaskan mereka ke jurang. Tidak cukup baikkah kalau orang yang diperlakukan demikian ini tidak melakukan pemberontakan? Betapa mereka dapat mengenakan pakaian berkabung (untuk mantan penguasanya itu)?”

  36. Pada upacara perkabungan untuk rajamuda (Lu) Dao Gong (anak raja muda Lu Ai Gong), Ji Zhaozi bertanya kepada Ming Jingzi apakah yang harus mereka makan saat upacara perkabungan itu. Ming Jingzi menjawab, Makan bubur sudah menjadi ketentuan tata susila di bawah langit ini” (Yang lain berkata),” Sudah diketahui dikeempat penjuru wilayah, Kita sebagai tiga keluarga menteri (San Jia: Ming Shun, Shun Shun & Ji Shun) sudah tidak dapat hidup harmonis bersama raja muda kita. Aku memang dapat mengkuruskan diriku; tetapi tidakkah itu meragukan orang-orang tentang ketulusanku dalam mengkuruskan diriku? Aku akan makan seperti biasa.”

  37. Ketika Si Tu (menteri pendidikan) Jing Zi di negeri Wei meninggal dunia, Zi Xia melakukan kunjungan bela sungkawa; dan biarpun tuan rumah belum selesai memberi pakaian tipis kepada (jenazah) nya, ia masuk dengan mengenakan ikat kepala dan baju berkabung. Zi You juga melakukan kunjungan bela sungkawa ke situ; dan ketika tuan rumah selesai mengenakan pakaian tipis (untuk jenazah) ia keluar untuk mengenakan ikat kepala lalu kembali dan menangis. Zi Xia berkata kepadanya, “Sudahkah Anda mendengar cara demikian itu?” Dijawab, “Saya mendengar guru bersabda ‘Sebelum tuan rumah berganti pakaian orang tidak berani mengenakan ikat kepala tanda berkabung.’”

  38. Zeng zi berkata, “Yan Zi (Yan Ping Zhong, perdana menteri negeri Qi) mungkin boleh dikatakan sudah benar-benar memahami tentang kesusilaan; --- ia demikian hormat, sederhana, sungguh-sungguh.” You Ruo berkata “Yan zi mengenakan jubah yang sama (satu) untuk orang yang berusia tiga puluh tahun. (Ketika ayahnya meninggal dunia), ia hanya menyertakan satu kereta kecil (untuk turut dimakamkan); dan segera pulang (tanpa menunjukkan perhatian kepada tamu-tamunya). (Untuk pemakaman) seorang penguasa atau raja suatu negeri disertakan kepadanya 7 bungkus bekal dan 7 kereta kecil; dan untuk seorang pembesar disertakan kepadanya 5 bungkus bekas dan 5 kereta kecil. Bagaimana dapat dikatakan Yan Zi memahami kesusilaan (Li)?” Zeng zi berkata, “Bila Negara ingkar dari jalan suci (Dao), seorang Junzi malu untuk melaksanakan upacara yang ditentukan kesusilaaan secara penuh. Saat orang-orang banyak menghamburkan dana untuk administrasi Negara, ia justru menunjukkan kehematannya. Biarpun dilakukan secara sederhana, ia telah menunjukkan memegang teguh kesusilaan.”

  39. Guo Zhaozi, ketika ibunya meninggal dunia bertanya kepada Zi Zhang, “Pada saat upacara pemakaman, ketika semua berkumpul di makam, bagaimana menempatkan orang laki-laki dan orang perempuan?” Zi Zhang menjawab, “Ketika dilaksanakan perkabungan untuk Si Tu Jingzi, Guru (Nabi Kongzi) yang memimpin upacara; orang laki-laki menghadap ke barat dan orang perempuan berdiri menghadap ke timur.” Guo Zhaozi berkata, “Oh, jangan demikian!”, dan berkata lagi, “Untuk upacara perkabungan yang kulaksanakan ini, aturlah mereka yang menjadi tamu sebagai tamu, dan yang tuan rumah sebagai tuan rumah. Orang-orang perempuan berdiri di belakang yang laki-laki dan semuanya menghadap ke barat.”

  40. Di dalam upacara perkabungan untuk Mu Bo, Jing Jiang (istrinya) menangisinya pada siang hari, dan pada upacara untuk Wen Bo (puteranya), ia menangisi siang dan malam. Nabi Kongzi bersabda, “Ia mengerti kesusilaan.”

  41. Pada upacara perkabungan untuk Wen Bo (suatu ketika) Jing jiang meletakkan tangannya di atas ranjang (tempat jenazah diletakkan), dan dengan tanpa menangis berkata, “Dahulu ketika aku memperoleh anak ini, kukira ia akan menjadi orang yang bijaksana. Ternyata aku tidak pernah bersamanya ke istana (untuk melihat perilakunya); dan kini saat ia meninggal dunia, semua kawan dan sahabatnya, dan para menteri tiada yang menitikkan air mata untuknya sementara para dayang-dayangnya semuanya meratapi sampai kehilangan suara. Anak ini pasti telah banyak melalaikan kesusilaan.”

  42. Ketika Ji Kangzi kematian ibunya, digelar pakaian-pakaian pribadinya, Jing Jiang (istri kakek sepupu ji kangzi) berkata, Seorang istri tidak berani menjumpai orang tua suaminya tanpa mengenakan perhiasaan (pada pakaian atasnya) dan bukankah akan datang tamu dari keempat penjuru wilayah; --- mengapa pakaian bawah dipamerkan?” demikianlah ia memerintahkan semua yang dipamerkan itu disingkirkan.

  43. You Zi dan Zi You ketika sedang berdiri bersama melihat (seseorang yang sedang berkabung), untuk menunjukkan cintanya, berperilaku seperti anak kecil. You Zi berkata kepada Zi You, “Aku belum pernah dapat memahami makna menangis sambil melonjak-lonjak, sudah lama aku ingin menghapus hal demikian itu. Kiranya sudah cukup kalau ada pernyataan cinta atau sedih yang sungguh-sungguh.’ Zi You berkata, di dalam kesusilaan (Li) terkandung maksud meredam perasaan yang timbul dan juga sebaliknya membangkitkan hal itu. Membiarkan perasaan lurus lepas dan membiarkannya keluar sebagai menerabas jalan, itulah cara yang dilakukan orang-orang Rong dan Di. Jalan suci dari pada kesusilaan bukanlah demikian. Bila seseorang gembira, ia akan nampak senang; bila senang ia akan menyanyi; bila menyanyi perasaannya akan hanyut; Setelah perasaannya hanyut ia akan menari; dari tari-tarian itu akan meluap kegembiraannya; luapan kegembiraan itu akan menimbulkan kepedihan; dan kepedihan terungkap lewat keluhan; keluhan akan disusul dengan memukul dada; dan memukul-mukul dada akan diikuti dengan melonjak-lonjak. Yang mengatur dan membatasi semuanya itulah yang disebut kesusilaan. (Jenazah) orang yang meninggal dunia akan menimbulkan perasaan enggan. Tiada kemampuannya lagi itu menjadikan orang ingin memberontak. Karena itulah maka ditutup dengan kain, diberi tabir dan berbagai hiasan untuk peti mati agar orang tidak menjadi enggan. Begitu seseorang meninggal dunia, daging kering dan daging yang diawetkan dikeluarkan untuk sajian. Saat akan diselenggarakan pemakaman, dikirim barang-barang untuk sajian (di kuburan). Setelah dimakamkan disajikan makanan (untuk upacara penyemayaman itu). Orang yang mati itu tidak ikut makan, tapi dari zaman yang paling kuno sampai sekarang hal itu tidak pernah dialphakan; semuanya itu menjadikan orang tidak memberontak (dari kematian). Maka kecamanmu terhadap kesusilaan itu sesungguhnya adalah kajian yang tidak susila.”

  44. Ketika negeri Wu menyerbu negeri Chen, dihancurkan altar untuk sembahyang dan dibunuh orang-orang yang terkena wabah penyakit. Dazai (Menteri besar urusan rumah tangga Negara) yang bernama Pi (dari negeri Chen) diutus menghadap ke angkatan perang (negeri Wu). Fu Chao (Raja negeri Wu) berkata kepada salah seorang pesuruhnya yang bernama Yi, “Orang ini terlalu banyak bicara. Baiklah kita Tanya.” Lalu berkata,”Sebuah gerakan pasukan pasti mempunyai nama. Untuk gerakan pasukanku ini orang akan menamai apa?” Dazai Pi berkata, “Pada zaman kuno suatu gerakan bala tentara yang menyerbu tidak akan menghancurkan altar untuk sembahyang; tidak membantai orang yang menderita sakit; dan tidak menawan orang yang sudah berwarna dua rambutnya. Kini bala tentara baginda telah membantai orang-orang yang sakit, apakah tidak boleh dinamai bala tentara pembantai orang sakit?” Raja itu lalu berkata,”Bila tanahmu kukembalikan dan kupulangkan orang-orang yang ditawan, tindak ini akan kamu namai apa?” Dazai Pi berkata, “O, baginda raja. Anda datang dan menghukum pembangkangan negeriku yang miskin ini. Kini baginda menaruh belas kasihan dan memberi pengampunan. Bukankah gerakan ini menjadi tidak perlu diberi nama?”

  45. Yuan Ding dengan sangat baik melaksanakan upacara perkabungan. Segera setelah kematian (ayahnya), ia nampak demikian berat dan resah seperti sedang mencari sesuatu dan tidak mendapatkannya. Ketika dilaksanakan upacara memasukkan jenazah kedalam peti ia nampak terlongo-longo seperti ia sedang mengikuti seseorang dan tidak dapat menyertainya. Setelah (jenazah) dimakamkan ia nampak demikian sedih seperti orang yang tidak dapat mengajak mendiang pulang, dan ia tetap ingin menantinya.

  46. Zi Zhang bertanya, “Di dalam kitab Shu Jing (Shu Jing IV. VIII A) tersurat bahwa baginda Gao Zong selama tiga tahun (berkabung) tidak berbicara) dan ketika ia berbicara, orang-orang menyambutnya dengan gembira. Benarkah itu?” Zhong Ni (Nabi Kongzi) bersabda, “Adakah hal yang tidak wajar dalam hal itu? Pada zaman kuno bila seorang Tianzi (raja) mangkat, putera mahkota menyerahkan segala urusan negara kepada Meng Zai (perdana menteri) selama tiga tahun.

  47. Ketika Zhi Daozi (menteri besar negeri Jin) meninggal dunia (533 s.M), sebelum dimakamkan, Rajamuda (jin) Ping Gong minum-minum anggur bersama guru musik Shi Kuang dan Li tao. Ketika tambur dan lonceng ditabuh, Du Kuai dari luar datang dan mendengar suara lonceng itu. Ia berkata, “dimana musik ditabuh?” ada yang menjawab, “di kamar dalam.” Du Kuai segera masuk dan menaiki tangga demi tangga ia menuangkan semangkuk anggur dan berkata,”Kuang, minum ini.” Ia menuangkan arak lagi dan berkata, “Tiao, minum ini.” Lalu untuk ketiga kalinya ia menuang anggur; dan berlutut di ruangan itu dengan wajah menghadap ke utara lalu meminumnya sendiri; selanjutnya ia turun tangga dan segera keluar. Raja muda Ping Gong memanggilnya masuk dan berkata, “Kuai, kini segera terpikir olehku ada sesuatu dalam hatimu yang ingin menyedarkanku, dan karenanya aku ingin bicara denganmu. Mengapa engkau memberi 1 mangkuk anggur kepada Kuang?” dijawab, “Pada hari (Jia) Zi dan (Yi) mao tidak boleh ada musik; dan kini sedang Zhi Daozi (yang di dalam peti mati) masih ada di dalam ruangan, maka hari Zi dan Mao bermakna besar. Kuang adalah seorang guru musik besar; dan ia tidak mengingatkanmu akan hal ini.” “Mengapa engkau memberi semangkok anggur juga kepada Tiao?” Dijawab, “Tiao adalah menteri kesayangan baginda; dengan minum atau makan disaat ini menjadikan baginda bertindak atau berlaku salah. Itulah yang menyebabkan aku menyuruhnya minum.” “dan mengapa engkau sendiri juga minum?” Dijawab,”Kuai ini hanya seorang juru masak (Zaifu); di samping sudah lalai menyiapkan pisau dan sendok, aku juga memberanikan diri menunjukkan pengetahuanku yang tidak semestinya dipertunjukkan. Itulah mengapa saya juga menghukum diriku dengan minum.” Rajamuda Jin Ping Gong berkata, “Aku juga bersalah. Tuangkanlah semangkok anggur dan diberikan kepadaku.” Du kuai mencuci mangkok itu dan memberikan kepadanya. Rajamuda Ping Gong berkata kepada para pendampingnya, “Bila aku mati, kamu harus menjaga mangkok ini, jangan hilang.” Turun temurun sampai hari ini di dalam perjamuan (di negeri Jin) setelah mangkok yang diisi anggur diedarkan keliling, mereka mengangkat mangkok itu dan berkata, “Inilah yang telah diberikan oleh Du.”

  48. Ketika Gongshu Wen Zi (cucu rajamuda Wei Xian Gong yang bernama Ba) meninggal dunia, puteranya yang bernama Shu mohon mendiang diberi gelar oleh penguasa (Rajamuda) dengan berkata,”Matahari dan rembulan ada waktunya; --- kami akan segera memakamkannya. Maka saya mohon baginda berkenan menganugerahkan gelar untuk pengganti namanya.” Rajamuda (Wei Ling Gong) berkata,”Dahulu ketika negeri Wei dilanda bencana kelaparan yang hebat, ayahmu telah membuat bubur dan membagi-bagikannya kepada orang-orang kelaparan senegeri; --- bukankah ini menunjukkan kemurahan hatinya? Bahkan dahulu ketika negeri Wei mengalami kekacauan berat (512 s.M) ayahmu telah melindungiku dengan resiko kematian; --- tidakkah ini menunjukkan bahwa ia memiliki kekokohan pribadi (Zhen)? Dan saat ia mengatur pemerintahan Negeri Wei, ia demikian cermat mengatur segala sesuatu dan berbagai hubungan dengan negeri tetangga di empat penjuru dan menjadikan altar (untuk menghormati Malaikat Bumi dan Gandum / She Ji) negeri Wei tidak dihinakan; --- tidakkah ini menunjukkan betapa ia telah menunjukkan kemampuan menggenapi tuntutan peradaban (Wen) karena itu baiklah kita namai beliau ‘Zhen Hui Wen Zi’ (Insan yang kokoh pribadi, murah hati dan menggenapi tuntutan peradaban).’

  49. Shi Tai Zhong (pembesar negeri Wei) meninggal dunia, ia tidak mempunyai putera pewaris dari istri sahnya, tetapi mempunyai enam anak dari selirnya. Maka dilakukan pengkajian dengan batok kura-kura untuk menentukan siapa yang boleh menjadi pelanjut ayahnya dan mendapat jawaban bahwa itu tergantung bagaimana mereka mandi dan mengenakan sabuknya yang digantungi batu-batu kumala. Shi Qi-zi sebaliknya berkata, “Bagaimana tidak mengenakan pakaian berkabung untuk ayah, bahkan mandi dan mengenakan sabuknya yang digantungi batu-batu kumala?” Ia menolak untuk mandi dan mengenakan sabuknya yang digantungi batu-batu kumala (dan ia yang terpilih). Orang-orang negeri Wei menganggap kajian dengan batok kura-kura itu telah memberi pengertian yang benar.

  50. Chen Zi Che (Pembesar negeri Qi) meninggal dunia di negeri Wei. istrinya dan para pembesar keluarga merencanakan mengubur hidup-hidup beberapa orang (untuk mengikutinya). Setelah keputusan itu ditetapkan, (adiknya) yang bernama Chen Zikang (Salah seorang murid nabi Kongzi) datang dan diberitahu, “Ketika beliau sakit, (beliau) berada di tempat jauh, maka tiada persediaan makanan untuknya di dunia bawah (Xia); baiklah kita makamkan beberapa orang (untuk melayaninya).” (Chen) Zikang berkata, “Mengubur orang hidup-hidup (Shun Zang) itu melanggar Li (kesusilaan). Demikian juga pada waktu beliau sakit, yang paling pantas memberikan pelayanan makanan bukankah istri dan pembantunya? Kalau hal itu tidak boleh tidak harus dilakukan, biarlah mereka yang disertakan. Bila hal itu tidak boleh tidak harus dilakukan. Anda berdualah yang harus disertakan.” Karena itulah niat itu dibatalkan.

  51. Zi Lu berkata, “Sungguh menyedihkan orang yang miskin. Ketika (orang tuanya) masih hidup tiada makanan untuk merawatnya. Saat meninggal dunia tidak dapat memenuhi kewajiban susila (Li) kepadanya.” Nabi Kongzi bersabda, “Biarpun hanya sayur kacang dan air tawar; bila dapat membahagiakan orang tua, itu sudah disebut berbakti. Biar seorang anak hanya dapat membungkus badan sampai kaki orang tuanya meninggal dunia lalu memakamkannya tanpa dengan peti mati luar (Guo), ia sudah boleh dinamai melakukan kewajiban susilanya.”

  52. Raja muda Wei Xian Gong terpaksa melarikan diri ke luar negeri; ketika kembali ke negeri Wei dan sampai di pinggiran kota, ia bermaksud menghadiahkan beberapa kota dan wilayah kepada mereka yang mengikutinya di pengasingan, sebelum masuk ke negerinya. Liu Zhuang berkata, “Bila semuanya tetap di dalam negeri menjaga altar malaikat Bumi dan Gandum (She Ji), siapa yang dapat mengikuti baginda mengendalikan kereta-kereta? Bila semua mengikuti baginda, siapa yang akan menjaga altar Malaikat Bumi dan Gandum? Kini baginda telah kembali ke negeri; tidakkah salah bila baginda menunjukkan sikap sepihak?” Demikianlah maksud membagi-bagi hadiah itu dibatalkan.

  53. Ada seorang pejabat besar pencatat sejarah (Dashi) di negeri Wei yang bernama Liu Zhuang jatuh sakit. Rajamuda (Wei Xian Gong) berkata, Bila keadaan penyakit menunjukkan tiada harapan sembuh, biarpun saya sudah berjanji menghadiri persembahyangannya, anda harus memberitahu.” (hal yang dikhawatirkan benar-benar terjadi). Pangeran lalu 2 kali memberi hormat dengan bai, menundukkan kepala sampai ke tanah dan mohon pamit kepada pemeranan jenazah dan berkata, “Adapun menteri Liu Zhuang itu bukan hanya menteriku, melainkan menteri altar Malaikat Bumi dan Gandum. Aku mendengar kematiannya dan segera mengunjungi.” Kemudian dengan tanpa membuka jubahnya ia pergi. Demikianlah ia menghadiri upacara (perkabungan) itu. Ia juga menganugerahkan kepada mendiang kota Qiushi dan Xian Huanshi dengan surat keputusan yang dimasukkan kedalam peti mati, isinya bertulis, “Dianugerahkan kepada berlaksa anak cucunya dari zaman ke zaman tanpa perubahan.”

  54. Ketika Chen Qianxi berbaring sakit, dikumpulkan kakak-adiknya dan memerintahkan anaknya yang bernama Zun Ji dengan pesan,”Bila aku mati kamu harus membuat peti” Demikian ia tidak membunuh kedua selir tersebut.

  55. Zhong Sui (putera rajamuda Lu Zhuang Gong) meninggal di Chui; hari berikutnya adalah hari Ren Wu. Biarpun demikian upacara sembahyang (di kuil besar; Da Miao) yang dilakukan pada hari sebelumnya masih diulangi (di ibukota negeri Lu). Ketika penari pantomin (Wan Ren) masuk arena, mereka membuang serulingnya. Zhong Ni bersabda, “Hal itu dilakukan, karena melanggar kesusilaan. Bila seorang pejabat tinggi meninggal dunia, upacara sembahyang pada hari sebelumnya tidak diulangi.” (Peristiwa ini dicatat dalam kitab Chun Qiu tahun kedelapan rajamuda Lu Xuan Gong).

  56. Ketika Ji Kangzi kematian ibunya, Gongshu Ruo (Ban) masih muda. Setelah siap untuk upacara pemakaman, Ban mohon perkenan agar penurunan peti jenazah digunakan mesin derek hasil rekayasanya. Hampir saja mereka menyetujuinya, ketika Gong-Jian Jia berkata, “Tidak boleh. Berdasarkan peraturan yang ada di negeri Lu, keluarga rajamuda untuk maksud tersebut menggunakan peralatan yang menyerupai tiang batu besar (Feng Pei) dan untuk ketiga keluarga besar digunakan peralatan yang menyerupai balok kayu besar (Huan Ying). Ban, engkau ingin menggunakan peristiwa yang terjadi atas ibu orang lain untuk mencoba kebolehanmu; --- tidak dapatkah engkau menggunakan rekayasamu itu untuk ibumu sendiiri saja? Apakah hal itu memberatkan hatimu? Bah!" Demikian mereka tidak menuruti rencananya.

  57. Pada peperangan di Lang, (kota di dekat negeri Lu) Gongshu Yu Ren (putera rajamuda lu Zhao Gong) melihat banyak orang membawa tongkat di pundaknya, berlindung di belakang tembok kecil, lalu berkata, “Biarpun pengabdian ini menuntut kepedihan mereka dan beban yang mereka tanggung demikian berat, (mereka semestinya tetap bertarung); biarpun pemimpinnya tidak mampu membentuk perencanaan (yang baik), tidak benar seorang prajurit tidak bersedia mati. Demikianlah kukatakan.” Mendengar hal itu Wang Yi, seorang tetangga dekatnya, ia maju dan mereka berdua akhirnya gugur. Orang-orang negeri Lu ingin mengubur Wang Yi tidak sebagai orang mati muda, dan bertanya kepada Zhong Ni. Zhong Ni bersabda, “Orang yang bersedia membawa perisai dan tombak membela altar Malaikat Bumi dan Gandum (negerinya) meskipun ingin dikuburkan sebagai orang mati muda, hal itu tidak boleh.”

  58. Ketika Zi Lu akan pergi dari negeri Lu, ia berkata kepada Yan Yuan, “Apa pesanmu untukku?” Dijawab, “Aku mendengar bahwa orang yang meninggalkan negerinya, ia meratap di depan makam (orang tuanya), baru melakukan perjalanan; saat ia pulang ke negerinya, ia tidak meratapi tetapi mengunjungi makam itu, baru memasuki kota.” Lebih lanjut dikatakan kepada Zi Lu, “Dan apakah yang kamu tinggalkan untukku?” Zi Lu menjawab,”Aku mendengar bahwa bila kamu melewati kuburan, hendaknya kamu membongkokkan diri ke depan palang kereta, dan bila melewati tempat persembahyangan, engkau wajib turun.”

  59. Gong-Yin (menteri pekerjaan umum menurut istilah negeri Chu) Shang Yang dan Chen Qiji (putera raja negeri Chu) mengejar bala tentara negeri Wu dan berhasil mendekati. Chen Qiji berkata kepada Gong-yin Shang Yang, “Ini melaksanakan tugas untuk raja sebaiknya anda mengangkat busur.” Setelah busur di tangan, diperintahkan untuk memanah. Dan sekali anak panah dilayangkan, seorang gugur; selanjutnya, segera busur dimasukkan ke tempatnya. Mereka berhasil mendekati musuh lagi, dan diperintah kembali memanah. Ia membunuh orang untuk kedua kalinya; ketika ia membunuh seorang lagi, nampak ia memejamkan matanya. Kemudian ia menghentikan kereta dan berkata, “Aku tidak mempunyai tempat di balairung, aku juga tidak ikut berpesta. Kematian tiga orang cukup bagiku untuk melapor.” Nabi Kongzi bersabda, ”Di dalam membunuh orang, ia masih memperhatikan kesusilaan.”

  60. Ketika para rajamuda sedang merencanakan persekutuan menggempur negeri Qin, rajamuda Zao Huan Gong meninggal dunia dalam pertemuan itu. Para rajamuda lain mohon diperkenankan melihat saat gigi jenazah ditutup dengan batu kumala dan mereka bersama-sama menyelimuti (jenazah itu) (578 s.M).

  61. Ketika rajamuda (Lu) Xiang Gong berkunjung ke istana Jing (ibu kota negeri Chu), Raja (Chu) Kang Wang meninggal dunia (545 s.M). Orang-orang Jing berkata kepadanya, ‘Kami harap anda berkenan menyelimutinya.” Orang-orang negeri Lu berkata, “Itu bertentangan dengan kesusilaan” Orang-orang Jing (Chu) akan memaksanya; dan (orang-orang negeri Lu) lalu menyuruh pendeta untuk lebih dahulu dengan buluh yang diberi rambut memberkati usungan jenazah. (Adat ini dilakukan bila penguasa melakukan kunjungan bela sungkawa untuk menterinya) Orang negeri Jing menyesal akan tuntutannya.

  62. Pada upacara perkabungan untuk rajamuda Teng Cheng Gong (539 s.M), Zishu Jingzhu diutus (negeri Lu) melakukan kunjungan belasungkawa dan menyampaikan surat (dari rajamuda Lu Chao Gong), Zifu Huibo ditugasi sebagai pembantunya. Ketika mereka sampai di pinggiran ibukota (negeri Teng), saat itu bersamaan peringatan hari kematian Yi Bo (paman Hui Bo). Jingshu segera menunda maksudnya untuk masuk kedalam kota, tapi dui bo berkata, “Kita mengemban tugas Negara, tidak boleh hanya karena urusan pribadi pamanku, menelantarkan apa yang ditugaskan pangeran.”Demikianlah mereka lalu masuk.

  63. Rajamuda (Lu) Ai Gong menugaskan seseorang melakukan kunjungan bela sungkawa untuk Kuai Shang dan utusan itu berjumpa dengannya di jalan (menuju makam). Mereka lalu menyisi ke pinggir jalan di tempat Kuai Shang mendorong gambar rumah-rumahan (yang berisi peti mati) dan di situ menerima pernyataan bela sungkawa. Zeng-zi berkata,”Pengetahuan Kuai Shang tidak sebanding dengan istri Qi Liang dalam memahami kesusilaan. Ketika rajamuda Qi Zhuang Gong mendadak menyerang negeri Ju di Tui, Qi Liang gugur. istrinya menyambut usungan jenazah di jalan dan dengan sedih meratapinya. Rajamuda (Qi) Zhuang Gong mengutus orang menjumpainya untuk menyampaikan belasungkawa; tetapi ia berkata, “Bila menteri pangeran telah berbuat kesalahan melanggar peraturan, jenazahnya akan dipertunjukkan di istana atau di tengah pasar, dan istri serta pembantunya akan ditahan. Bila menteri pangeran tidak melakukan kesalahan melanggar peraturan, kampung halaman orangtuanya menjadi tempat berduka. Disini bukan tempat pangeran harus merendahkan diri mengirim utusan untukku.”

  64. Pada upacara duka untuk anak laki-lakinya yang termuda bernama Zi Dun, rajamuda (Lu) Ai gong bermaksud melakukan upacara pemercikan (She Bo) dan bertanya kepada You Ruo tentang maksudnya itu. You Ruo berkata bahwa hal itu boleh saja dilakukan karena ketiga menteri pangeran (Mengsun, Shusun, Jisun) melakukan. Yan Liu berkata, “Bagi seorang Tianzi (Raja), gandaran kereta matinya diberi gambar naga dan papan sekeliling peti mati luarnya menyerupai tempurung yang menutupnya. Bagi seorang rajamuda kereta matinya serupa (tapi tanpa gambar naga) dan diberi tutup di atasnya. Untuk keduanya disiapkan getah pohon Qu dan dilakukan pemercikan. Ketiga menteri pangeran itu tidak menggunakan kereta semacam itu tetapi melakukan upacara pemercikan. Itu berarti melakukan upacara yang tidak tepat; dan mengapa baginda akan meniru mereka?”

  65. Ibu pangeran Dao Gong, (selir rajamuda Lu Ai Gong) meninggal dunia. Rajamuda (Lu) Ai Gong mengenakan pakaian berkabung yang ujungnya tidak berjumbai untuknya selama 1 tahun (Ji Shuai). You Ruo bertanya kepadanya, Apakah itu sesuai peraturan mengenakan pakaian berkabung untuk seorang selir?” Ai Gong berkata, “Apa dayaku? Orang-orang negeri Lu menghendaki aku menganggapnya sebagai istri.”

  66. Ketika Ji Zigao (Salah seorang murid nabi yang sering dipanggil Gao Chai, yang menjadi pengurus rumah tangga keluarga Meng) memakamkan istrinya, ada orang-orang yang merobohrusakkan batang-batang jagung. Shen Xiang (putera Zi Zhang) melapor, untuk memohon agar kerusakan itu diperbaiki. Zi Gao berkata, “Keluarga Meng tidak menyalahkan aku dalam hal ini dan kawan-kawanku juga tidak meninggalkan aku karenanya. Aku adalah kepala kampung ini. Membeli jalan untuk melakukan penguburan akan menjadi peristiwa awal yang sulit diikuti.”

  67. Bila seseorang tidak menerima gaji untuk jabatan yang diembannya dan pemberian yang diberikan oleh penguasa kepadanya dinamai ‘Pemberian Penghargaan”; sementara utusan yang ditugasi menyampaikan menyebut tuannya ‘Penguasaku yang banyak kekurangan’; orang itu bila meninggalkan negeri, meletakkan jabatan, dan selanjutnya penguasa itu meninggal dunia, orang itu tidak wajib mengenakan pakaian berkabung.

  68. Di dalam upacara untuk mentahbiskan seorang pemeranan jenazah (Shi), maka disediakan bangku dan tikar yang di atasnya diletakkan sajian untuknya. Setelah usai dilaksanakan peratapan, lalu diberi nama gelar setelah mati. Pelayanan kepadanya sebagai orang yang hidup telah berakhir. Dan pelayanan sebagai Gui (nyawa) dimulai. Setelah acara peratapan berakhir, pengurus rumah tangga (Zai Fu) dengan membawa Mu Duo (genta yang berlidah kayu) menyampaikan amanat ke seluruh penjuru istana dengan berkata, “Hentikan pembicaraan menyangkut namanya (semasa hidup) dan bicarakan selanjutnya dengan sebutan gelarnya yang baru.” Hal itu dikerjakan mulai dari pintu kamar sampai ke gerbang luar.

  69. Bila nama seseorang terdiri dari dua kata maka nama gelarnya setelah meninggal dunia hanya digunakan salah satu. Nama ibu Nabi ialah Zheng Zai (setelah meninggal dunia) bila digunakan gelar Zai tidak digunakan sebutan Zheng, bila digunakan gelar Zheng, tidak digunakan sebutan Zai.

  70. Bila terjadi musibah atas satu angkatan perang, (raja) dengan jubah putih meratapi di luar gerbang Ku, gerbang kedua dari luar (dekat miao leluhur). Kereta pembawa berita bencana itu tidak membawa penutup baju perang atau wadah untuk busur.

  71. Bila bangunan untuk altar leluhurnya terbakar, seorang penguasa meratapi selama tiga hari. Maka dikatakan, “Istana baru terbakar” dan juga, “ada ratapan selama 3 hari.” Lihat Chun Qiu tahun 588 s.M.

  72. Ketika Nabi Kongzi melewati kaki gunung Tai Shan, ada seorang perempuan menangis dengan sedih di samping sebuah makam. Nabi membongkokkan badan ke depan gandaran kereta dan mendengarkan suara itu, lalu menyuruh Zi Lu menghampiri bertanya, “Tangisan anda nampak seperti seorang yang sangat sedih.” Perempuan itu menjawab, “Ya. Sungguh benar, dahulu ayah mertuaku terbunuh oleh seekor harimau, kemudian juga suamiku terbunuh oleh harimau. Dan kini anakku juga terbunuh karenanya.”Nabi berkata,”Mengapa anda tidak pindah tempat?” Dijawab, Disini tidak ada pemerintah yang menindas.” Nabi lalu bersabda, “Ingatlah, anak-anakku. Pemerintahan yang menindas itu lebih menakutkan daripada ganasnya harimau.”

  73. Dinegeri Lu ada orang yang bernama Zhou Feng (seorang pertapa). Kepadanya rajamuda (Lu) Ai Gong dengan membawa hadiah perkenalaannya mohon bertemu dengannya, tetapi orang itu menolak tidak berkenan. Rajamuda itu berkata, “Aku harus menundukkannya. “Lalu ia mengirim seorang utusan dengan pertanyaan berikut: “(Shun) penguasa negeri Yu, belum memberikan atau menunjukkan sikap dapat dipercayanya kepada rakyat, tetapi rakyat menaruh percaya kepadanya. Raja dinasti Xia (Xia Yu) belum memberikan atau menunjukkan pernyataan hormat atau kesungguhannya kepada rakyat, tetapi rakyat menghormatinya; --- Apa yang harus kuberikan / kutunjukkan agar mendapatkannya dari rakyat?” Dijawab: ---“Reruntuhan dan makam tidak memberikan atau menunjukkan kesedihannya kepada rakyat tetapi rakyat sedih (bila berada di situ). Altar untuk menghormati Malaikat Bumi dan Gandum (She Ji) dan kuil leluhur (Zhong Miao) tidak memberikan atau menunjukkan pernyataan hormatnya kepada rakyat tetapi rakyat menghormatinya. Orang-orang dinasti Yin (Shang) mengungkapkan amanatnya atau sumpahnya tetapi rakyat mulai memberontak; Orang-orang dinasti Zhou membuat permusyawaratan besar; tetapi rakyat mulai meragukannya. Bila hati tidak benar-benar susila, menjunjung kebenaran, setia, dapat dipercaya, penuh iman dan jujur, biarpun penguasa mencoba mengikat erat-erat rakyatnya, tidakkah mereka akan berupaya meloloskan diri?”

  74. Orang yang berkabung tidak mempedulikan betapapun kediamannya di dalam menguruskan badan, ia tidak membahayakan diri. Berkabung tidak mempedulikan kediaman karena (papan arwah) orang tuanya belum ditempatkan di Miao. Menguruskan badan tetapi tidak membahayakan diri karena pertimbangan kalau-kalau tiadanya generasi penerus.

  75. Pangeran Yan Ling Jizi (Ji-zha, adik raja negeri Wu) pergi ke negeri Qi’ ketika dalam perjalanan pulang ke negerinya, anak laki-lakinya yang tertua meninggal dunia dan dimakamkan antara daerah Ying dan Bo. Nabi Kongzi bersabda, “Yan Ling Jizi adalah orang negeri Wu yang sangat paham tentang Li (kesusilaan), aku akan pergi melihat bagaimana ia memakamkannya.” Lubang makam itu tidak terlalu dalam sehingga mencapai sumber. Pakaian yang dikenakan jenazah adalah pakaian yang biasa dipakainya. Setelah dimakamkan dibangun gundukan atas makam itu secukupnya menutupi dan cukup tinggi untuk tangan dapat meraih. Setelah gundukan itu selesai dibangun, ia membuka lengan kirinya dan berjalan berputar ke kanan tiga kali sambil berseru, “Tulang dan daging kembalilah kepada tanah, inilah firman. Tetapi jiwa dan semangat (Hun dan Qi) tidak ada yang dapat didatangi.” Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan. Nabi Kongzi bersabda,”Yan Ling Jizi terhadap kesusilaan, sungguh berpadu!”

  76. Di dalam upacara perkabungan rajamuda Ju Lo Kao, Penguasa negeri Xu mengutus Yong Ju melakukan kunjungan bela sungkawa dengan membawa peralatan (barang-barang keperluan) untuk mengisi mulut jenazah. (Utusan itu) berkata, Tuanku yang rendah mengutus Yong Ju untuk bersimpuh menaruhkan batu kumala dimulut pangeran. Perkenankanlah Yong Ju melaksanakan.” Pejabat negeri Ju Lu itu menjawab, “Bila para rajamuda berkenan mengirim atau datang kekotaku yang miskin ini, segala sesuatunya wajib dikerjakan sebagaimana semestinya; yang sederhana dan mudah atau yang merepotkan, maupun yang lebih sulit; tetapi hal yang demikian berpadu antara kemudahan dan merepotkan sebagaimana hal anda belum pernah ada.” Yong Ju menjawab, “ Apa yang Yong Ju pernah dengar,’Di dalam mengabdi kepada seorang penguasa, seseorang tidak berani melupakan penguasa itu dan tidak berani mengabaikan peraturan leluhurnya.”Dahulu penguasaku raja (Xu) Ju Wang, di dalam kegemaran berperangnya menyerbu ke barat sehingga menyebrangi bengawan He, dimana-mana tidak pernah tidak menggunakan ungkapan ini. Yong Ju yang jujur dan bodoh ini tidak berani melupakan apa yang telah dicontohkan para leluhur.”

  77. Zi Si (Cucu Nabi Kongzi, putera Kong Li) ketika ibunya meninggal di negeri Wei, berita itu sampai kepada Zi Si. Zi Si meratapinya di Miao leluhurnya. Murid datang kepadanya dan berkata.” Ibu anda meninggal dunia di keluarga lain; mengapa anada meratapi di kuil leluhur keluarga Kong?” Zi Si berkata, “Aku salah! Aku salah.” Dan selanjutnya ia meratapinya disebuah ruang lain di rumahnya.

  78. Bila seorang Tianzi (kaisar) mangkat, tiga hari kemudian para pejabat yang bertugas menaikkan doalah yang lebih dulu berani mengenakan pakaian berkabung. Lima hari kemudian para kepala jawatan baru mengenakan pakaian berkabung; dan tiga bulan kemudian barulah seluruh bawah langit (dunia) mengenakan pakaian berkabung. Para penjaga hutan memeriksa pohon-pohon untuk keperluan beratus altar dan dipotong pula yang diperkirakan dapat digunakan untuk membuat Guan (peti mati dalam) dan Guo (peti mati luar). Bila tidak diperoleh bahan yang diperlukan itu, upacara tersebut dihapus dan orang-orang itu dipecat

  79. Ketika di negeri Qi terjadi bencana kelaparan besar, Qian Ao menyediakan makanan di jalanan dan menanti orang-orang yang lapar untuk diberi makan. (Suatu hari) datang seorang yang kelaparan, yang wajahnya hampir-hampir tidak terlihat, karena ditutup dengan lengan bajunya, dan merapatkan kedua kakinya. Qian Ao dengan tangan kiri membawa sedikit nasi dan tangan kanan membawa minuman, berkata kepadanya, “kasihan, kemarilah dan makan.” Orang itu membuka matanya, melotot kepadanya dan berkata, “keadaanku demikian.” Qian Ao segera mohon maaf atas kata-katanya; Orang itu mengucapkan terimakasih tetapi sampai akhir tidak mau makan dan mati. Ketika Zeng zi mendengar peristiwa itu berkata, “Itu hanya perkara kecil. Bila orang lain yang menyatakan belas kasihan itu, orang itu akan segera pergi. Bila ia langsung mohon maaf, mungkin orang itu mau makan”

  80. Pada masa pemerintahan rajamuda Ju Lu Dinggong (mulai memerintah 613 s.M.) terjadi peristiwa, seseorang membunuh ayahnya. Ketika para pejabat melaporkan hal itu raja nampak demikian cemas, meninggalkan tempat duduknya dan berkata, “Inilah kejahatan yang sangat menghinakan diriku!” dan berkata lagi,”Aku sudah belajar bagaimana memutuskan hukuman untuk suatu perkara. Bila seorang menteri membunuh rajanya, semua isi istana harus bersama membunuhnya dengan tanpa ampun. Bila seorang anak membunuh ayah, seluruh keluarga juga harus membununya tanpa ampun. Orang itu harus dibunuh, seisi rumahnya harus dihancurkan, dan seluruh tempat tinggalnya harus diletakkan di bawah air sehingga menjadi rawa-rawa dan penguasanya membiarkan satu bulan berlalu sebelum ia mengangkat cawan ke bibirnya (itu tidak mungkin, bukan?)”

  81. Penguasa negeri Jin menganugerahi Wenzi (Zhao Wu) dengan membangun kediamannya. Para pembesar negeri Jin datang kesana memberi ucapan selamat, Zhang Lao berkata, “Betapa indah, betapa megah! Betapa indah dan betapa mewah. Disinilah engkau akan menyanyi! Disinilah pula engkau akan meratap. Disini engkau akan menghimpun keluarga negeri!” Wenzi menjawab,”Bila Wu dapat bernyanyi di sini, (itu sudah cukup). Kemudian aku akan tinggal berupaya merawat pinggang dan leherku untuk mengikuti para pembesar yang telah mendahulu dari keluargaku ke Jiu Jing (ibukota yang Sembilan yaitu makam pejabat negeri Jin),” Ia lalu menghadap ke utara, menghormat 2 kali bai dan menundukkan kepala sampai ke tanah (Zai Bai Ji Shou). Junzi menamainya sebagai nyanyian pujian yang baik (Shan Song) dan doa yang baik (Shan Dao).

  82. Anjing yang dipelihara Zhong Ni mati, beliau menugaskan Zi Gong untuk menguburnya dengan bersabda, “aku mendengar bahwa tabir yang sudah tidak digunakan tidak boleh dibuang begitu saja, tetapi boleh digunakan untuk mengubur kuda; dan payung yang sudah tidak digunakan tidak boleh dibuang begitu saja, tapi boleh untuk mengubur anjing. Aku, Qiu, miskin dan tidak mempunyai payung. Untuk mengubur anjing itu kamu boleh menggunakan tikarku; dan jangan membiarkan kepalanya dikubur langsung tersentuh tanah. Bila kuda penarik kereta (milik penguasa) mati, dikubur dengan dibungkus tabir.”

  83. Ji Sun, ibunya meninggal dunia. Rajamuda Lu Ai Gong melakukan kunjungan belasungkawa. Zeng-zi dan Zi Gong juga melakukan kunjungan belasungkawa kesana; tetapi penjaga pintu menolak mengijinkan mereka karena sang penguasa ada di dalam. Karena itu Seng Zi dan Zi Gong menuju ke kandang kuda dan disana mereka mengenakan pakaian yang lebih lengkap. Selanjutnya Zi Gong masuk ke rumah lebih dahulu. Penjaga pintu berkata kepadanya, “Saya telah melaporkan tentang kunjungan anda.” Dan ketika Zeng zi mengikuti masuk, penjaga pintu itu bersebelahan mendampinginya. Mereka melewati ruang dalam yang terbuka atapnya. Para pembesar bergerak minggir memberi jalan. Dan rajamuda itu turun tangga dan menghormat dengan Yi kepadanya. Seorang Junzi berkata tentang hal itu,”Bila semua yang dikenakan telah lengkap, pengaruhnya akan berjalan jauh.”

  84. Penjaga pintu gerbang Yang Men (dari ibukota negeri Song) meninggal dunia. Si Cheng (pengawas kota) yang bernama Zi Han berkunjung ke rumah duka dan meratapi dengan sangat sedih. Orang negeri Jin yang menjadi mata-mata di negeri Song melaporkan hal itu kepada rajamuda negeri Jin dengan berkata, “Seorang penjaga pintu gerbang Yang Men mati, dan Zi Han meratapinya dengan sangat sedih. Dan rakyat menjadi gembira/lega hati oleh peristiwa itu; (negeri Song) nampaknya belum boleh diserbu.” Nabi Kongzi mendengar hal itu bersabda,”Sungguh cakap mata-mata negeri itu. Di dalam kitab Sanjak (I.iii. 10/4) tersurat,’Bila ada perkabungan di antara rakyat, sepenuh kemampuan aku akan membantunya’. Biarpun ada musuh lain selain negeri Jin, Siapakah yang tahan (tidak membela)?”

  85. Pada upacara perkabungan untuk rajamuda Lu Zhuang Gong setelah usai pemakaman, (penguasa baru) tidak memasuki gerbang luar dengan mengenakan sabuk perkabungannya. Para pejabat rendahan dan pembesar setelah usai meratapi juga tidak memasuki kota dengan jubah raminya.

  86. Ketika ibunya Yuan Rang yang sekampung halaman dengan Nabi Kongzi meninggal dunia, Nabi membantunya menyiapkan peti mati luar. Yuan Rang lalu naik ke atas kayu peti itu, dan berkata, sudah lama aku tidak menyanyi.” Dan selanjutnya ia (dengan mengetuk–ngetuk kayu itu) menyanyi: ---“Gambarnya sungguh menyerupai seekor kucing, halusnya sebagai memegang tangan seorang perempuan.” Nabi pura-pura tidak mendengar dan meninggalkannya. Murid-murid yang mengikuti Nabi berkata,”Tidak perlukah guru melakukan sesuatu kepadanya?” Nabi bersabda,”Qiu mendengar, kerabat tidak boleh melupakan kekerabatan, dan orang sekampung halamannya” (Lihat Lun Yu XIV : 43)

  87. Zhao Wenzi dan Shu Yu melihat-lihat wilayah Jiu Yuan (tempat pemakaman keluarga menteri-menteri negeri Jin). Wenzi berkata, “Bila orang-orang yang mati itu bisa bangkit kembali, kepada siapa aku harus berpulang?” Shu Yu berkata,”Bukankah sebaiknya pada Yang Chufu (guru dari rajamuda Jin Xian Gong, 627 – 621 sM)” Wenzi berkata, ia hanya lurus menurut jalannya sendiri. Untuk menghimpun segala kekuasaan yang ada di negeri Jin, ternyata ia tidak mati dengan wajar. Kebijaksanaannya juga tidak cukup untuk dipuji. (Lihat Da Xue X: 13, Tan Gong 2B bagian I:19) Kiranya aku lebih baik mengikuti Sui Wuzi. Bila ia melihat hal yang menguntungkan majikannya, ia tidak melupakan dirinya. Bila merencanakan sesuatu untuk dirinya, ia tidak melupakan kawan-kawannya.” Orang-orang negeri Jin menamai Wuzi mengerti manusia. Wuzi selalu bersikap Zhong (Tengah, tepat). Bila ia telah memutuskan untuk mengundurkan diri, ia tidak dapat ditahan biar sesaat hanya mengenakan pakaiannya. Kata-katanya menunjukkan kerendahan hati, bahkan nampak gagap seolah tidak dapat mengucapkannya dari mulut. Orang-orang yang dimajukan untuk membantu mengemban jabatan di negeri Jin, lebih dari tujuh puluh keluarga. Di dalam hidupnya tidak menjalinkan diri dengan masalah keuntungan dan ketika akan meninggal tidak memintakan sesuatu untuk anak-anaknya.

  88. Shuzhong Pi mengajar (anaknya) Zi Liu (tentang tata kesusilaan). Ketika meninggal dunia, istri Zi Liu, seorang yang sederhana dan lugas, mengenakan pakaian berkabung untuk 1 tahun dan ikat kepalanya diberi dua pengikat pada ujungnya. Shuzhong Yan, (adik Shuzhong Pi) memberitahu Zi Liu bahwa istrinya seharusnya hanya mengenakan pakaian berkabung untuk 3 bulan dan ikat kepala biasa; sambil berkata,”Dahulu ketika aku berkabung untuk para bibi dan saudara perempuanku, aku mengenakan pakaian berkabung yang demikian itu dan tidak ada orang yang melarangku.” Setelah (Shuzhong Yan) mengundurkan diri, ternyata Zi Liu menyuruh istrinya mengenakan pakaian berkabung untuk 3 bulan dan mengenakan ikat kepala biasa.

  89. Ada seorang negeri Cheng yang tidak berkabung atas kematian kakaknya. Tetapi mendengar Zi Gao (Gao Chai, murid Nabi Kongzi) akan menjadi kepala kota itu, orang itu lalu mengenakan pakaiaan berkabung. Orang-orang negeri Cheng berkata,”Ulat sutera memintal kepompong, tetapi kepiting menyediakan cangkangnya; lebah mempunyai topi, tetapi riang-riang (Chan) menyediakan tali untuknya. Kakaknya meninggal dunia, tetapi Zi Gao menjadikannya berkabung.”

  90. Yuezheng Zichun, ibunya meninggal dunia. 5 hari ia tidak makan. Ia kemudian berkata, “Aku meyesal. Sejak kematian ibuku, aku tidak dapat makan sesuai seleraku. Kapan aku dapat memenuhi seleraku?”

  91. Pada tahun yang dilanda kekeringan, rajamuda Mu Gong memanggil Xian Zi dan bertanya demikian, ia berkata, “Lama Tian tidak menurunkan hujan. Aku bermaksud menjemur di bawah matahari anak-anak cacat (untuk menimbulkan belas kasihan Tian). Apa katamu tentang maksudku ini?” Dijawab, “Tian lama tidak menurunkan hujan lalu menjemur anak-anak yang cacat, itu perilaku tidak patut dan kejam!” “Baiklah. Kini aku bermaksud menjemur dukun-dukun wanita. Apa katamu?” Xian Zi berkata, “Tian memang tidak berkenan menurunkan hujan; tetapi tidakkah itu janggal mengharapkan sesuatu dari (penderitaan) seorang wanita bodoh. Bukankah itu suatu upaya yang sia-sia?” “Apa katamu kalau aku memindahkan pasar kemana-mana?” Dijawab, Bila Tianzi (kaisar) mangkat, pasar digelar di jalan-jalan selama 7 hari dan hal itu diselenggarakan selama 3 hari bila yang meninggal adalah penguasa suatu negeri. Maksud memindahkan pasar itu kiranya disesuaikan dengan keperluan yang ada.

  92. Nabi Kongzi bersabda, “Orang negeri Wei di dalam memakamkan suami istri tempat petinya dipisah (Xiang Lian). Orang negeri Lu di dalam hal yang sama memakamkan petinya di bawah 1 gundukan (Xiang Kong); --- hal ini kiranya lebih baik.”