Li Jing XII
Nei Ze
Raja sebagai pemegang kedaulatan mengamanatkan kepada Meng Zai (Perdana Menteri) menurunkan kebajikannya kepada berjuta rakyat.
Anak-anak, di dalam melayani ayah bunda, pada saat ayam berkokok pertama kali, wajib sudah bercuci tangan dan berkumur, menyisir rambut, mengikatnya dengan penutup dari sutera, dikencangkan dengan konde, rambut itu diikat dengan pita pada akarnya. Disikat debu yang masih tinggal dan dikenakan topi, dan dibiarkan ujung-ujung tali topi itu menggelantung. Mereka mengenakan jaket yang berbentuk persegi, penutup lutut dan ban pinggang. Akhirnya disiapkan papan pencatat. Di kanan kiri ban pinggangnya, mereka menggantung barang-barang keperluan: --- di bagian kiri, serbet dan sapu tangan, pisau dan batu pengasah, pengungkit kecil, dan cermin logam untuk mengambil api dari matahari; di bagian kanan, sarung pemanah untuk menutup ibu jari dan gelangnya, tabung untuk alat tulis, kotak pisau, pengungkit besar, dan bor untuk mengambil api dari kayu. Mereka harus mengenakan pembalut kaki bawah dan mengencangkan tali sepatu.
istrinya harus melayani mertuanya seperti melayani ayah bunda sendiri. Pada saat ayam pertama kali berkokok, mereka harus bercuci tangan dan berkumur, menyisir rambut, mengikatnya dengan penutup sutera, dikencangkan dengan konde, rambut itu diikat dengan pita pada akarnya. Mereka harus mengenakan jaket, dan mengikatnya dengan sabuk. di bagian kirinya mereka menggantung serbet dan sapu tangan, pisau dan batu pengasah, pengungkit kecil dan cermin logam untuk mengambil api dari matahari; di bagian kanan, kotak jarum, benang-benang sutera yang pendek, semuanya disimpan dalam tas kulit yang bersabuk, pengungkit besar dan bor untuk mengambil api dari kayu. Mereka juga harus mengencangkan kalungnya dan merapikan tali sepatunya.
Setelah mengenakan itu, mereka menghadap orangtua dan mertuanya. Untuk datang kesana, mereka menahan napas dan dengan suara yang lembut, bertanya apakah pakaian yang dikenakan (orang tua dan mertuanya) terlalu hangat atau terlalu dingin, apakah mereka sakit atau luka, atau ada sesuatu yang tidak enak di tubuhnya; bila demikian, mereka harus dengan penuh hormat memukul atau menggarukkan bagian tubuh yang dimaksud. Mereka harus berbuat demikian pula waktu keluar atau masuk, wajib membantu orang tua itu meninggalkan atau memasuki ruangan. Saat membawakan ember untuk cuci, anak yang muda membawakan kuda-kudanya, dan yang tua membawakan airnya; mereka harus permisi untuk diperkenankan menuang air, dan setelah mereka usai bercuci muka, mereka harus menyerahkan handuk. Mereka akan bertanya apakah ada yang dibutuhkan dan kemudian dengan hormat mengambilkannya. Semuanya ini harus dikerjakan dengan wajah gembira untuk menjadikan perasaan orang tuanya senang. Mereka membawakan bubur; kental dan cair, anggur atau sari buah, kuah beserta sayur, kacang, gandum, bayam, nasi, jawawut, jagung dan ketan, yaitu apa saja yang mereka inginkan, disertai kurma (Zao), kacang, gula dan madu, untuk memaniskan rasa; dengan rumput Jin yang berdaun biasa atau besar, daun tanaman Huan (Elm) segar atau kering, dengan air tajin untuk melicinkannya, dan dengan lemak atau minyak untuk menggemukkan mereka. Ayah bunda atau mertua harus diyakini telah menyantapnya, baru kemudian mereka mengundurkan diri.
Anak laki-laki yang belum menerima upacara mengenakan topi, dan anak perempuan yang belum menerima upacara mengenakan konde, pada saat ayam jantan pertama kali berkokok, mereka harus sudah mencuci tangan, berkumur, menyisir rambut, mengikatnya dengan penutup dari sutera, menyikat debu yang tinggal, mengikatnya sehingga berbentuk seperti tanduk, mengenakan kalungnya. Pada ban pinggangnya digantungkan semua hiasan (kantung yang berisi) wangi-wangian; dan begitu hari terang, mereka harus datang menyampaikan hormat (kepada orang tuanya) dan bertanya makanan atau minuman apa yang mereka inginkan. Bila orang tua telah makan, mereka mengundurkan diri; bila belum usai makan, mereka tinggal dan membantu kakak-kakaknya, dan memperhatikan apa yang sudah disiapkan.
Segala yang ada di dalam atau di luar rumah, pada saat ayam jantan pertama kali berkokok, semuanya wajib bercuci tangan dan berkumur, dikumpulkan bantal-bantal dan tikar baik-baik, memerciki dengan air dan disapu berbagai tempat, ruangan pendapa maupun halaman dan menggelar tikar-tikar. Semuanya mengerjakan tugasnya baik-baik.
Anak-anak lebih awal pergi tidur dan bangun lebih lambat sesuai keinginannya. Tidak ada ketentuan waktu untuk makannya.
Mulai saat seorang anak laki-laki menerima amanat memangku jabatan, mereka dan ayahnya mendiami rumah yang berbeda. Tetapi pada saat fajar hari, anak laki-laki itu wajib datang menyampaikan hormatnya untuk menyatakan kasihnya, mereka menampakkan rasa gembira di dalam melayani. Saat matahari terbit, mereka mengundurkan diri, anak dan ayah itu juga melakukan kunjungan malam dengan cara yang sama.
Saat ayah bunda dan mertua akan duduk, anak dan istrinya wajib mengambilkan tikar dan bertanya, kearah mana mereka harus menempatkannya. Bila orang tua itu akan duduk di bawah, anak yang paling tua membawakan tikar dan bertanya dimana mereka harus menempatkan bagian kaki, sedang yang paling muda membawakan sandaran kayu, saat mereka meluruskan kaki. Pada saat yang sama, seorang pembantu akan menempatkan bangku di sampingnya. Mereka harus mengambil tikar itu, setelah ayah bunda dan mertua usai berbaring, dan merapikannya, menggantung kain penutup tempat tidur, memasukkan bantal kedalam kotaknya, dan menggulung tikar baik-baik dan menempatkannya di penutupnya.
Pakaian, kain penutup tempat tidur, tikar, bantal dan bangku ayah bunda atau mertua, tidak dipindah; mereka (anak laki-laki dan menantu) harus penuh hormat memperhatikan tongkat dan sepatu (orang tua atau mertuanya), tidak berani mendekatinya. Mereka tidak berani menggunakan cawan yang digunakan untuk mewadahi nasi, anggur dan air, kecuali bila ada sisa yang ditinggalkannya; juga tidak memakan atau meminum makanan atau minuman yang biasa dimakan kecuali sisa yang ditinggalkan.
Saat ayah bunda masih hidup, pada acara makan yang biasa, pagi dan sore, anak laki-laki tertua dan istrinya wajib menawarkan makan apa saja yang ada, dan apa yang tinggal, mereka wajib memakannya. Setelah ayah meninggal dunia dan ibu masih hidup, putera tertua, menjaga saat ibunya makan; dan para anak dan istri wajib menghabiskan makanan yang disisakan, seperti yang sudah diterangkan. Anak-anak harus mendapatkan makanan yang manis, yang lunak dan berlemak yang ditinggalkan.
Hidup bersama orang tua, bila diamanatkan untuk melakukan sesuatu, wajib segera menjawab, “Wei (Ya)”, dan dengan penuh hormat mengerjakannya. Pada saat maju atau mundur atau berputar keliling, mereka harus berlaku hati-hati dan tertib; saat naik atau turun, keluar atau masuk, saat memberi hormat dengan Yi atau berjalan-jalan, mereka tidak berani bersendawa, bersin atau batuk, menguap atau menggeliatkan badan, berdiri di atas satu kaki atau bersandar pada sesuatu, atau nampak ragu-ragu. Mereka tidak berani meludah atau membuang ingus; biarpun saat itu dingin, tidak berani menambah pakaiannya; biarpun ada rasa gatal tidak berani menggaruk. Bila tidak karena menghormati peraturan, umpama, saat upacara memanah, mereka tidak berani membuka bahu atau dadanya; bila tidak karena menyeberangi air, mereka tidak berani mengangkat bajunya keatas. Untuk pakaian dan penutup tempat tidur pribadi, mereka tidak berani memamerkan bagian dalamnya.
Mereka tidak membiarkan ludah atau ingus orang tuanya nampak. Mereka harus mohon permisi untuk menyingkirkan atau mencuci debu yang menempel pada topi atau ban pinggangnya, dan mencuci pakaian mereka bila kotor, dengan bahan pencuci yang disiapkan untuk itu, dan bersama menjahit dengan jarum dan benang di bagian-bagian yang robek. Tiap lima hari mereka menyiapkan air hangat dan mohon mereka untuk mandi, dan tiap tiga hari mereka menyiapkan air untuk mereka bercuci muka. Bila suatu saat wajah mereka nampak kotor, mereka wajib memanaskan air yang diberi beras yang telah dibersihkan dan memohon mereka bercuci muka dengan itu; bila kaki mereka kotor, mereka harus menyiapkan air panas dan mohon mereka bercuci dengannya. Yang muda melayani yang tua, dan yang rendah kedudukan melayani yang mulia kedudukan, semuanya wajib memperhatikan peraturan itu.
Laki-laki tidak membicarakan apa-apa yang berkait dengan isi dalam rumah, dan perempuan tidak membicarakan apa-apa yang berkait di luar rumah. Kecuali pada upacara sembahyang dan upacara perkabungan, mereka tidak saling menyerahkan peralatan satu kepada yang lain. Disaat-saat mereka harus memberi atau menerima, orang perempuan wajib menerimanya dalam keranjang. Bila tidak ada keranjang, keduanya duduk di bawah, yang satu menaruhkan barang itu di tanah dan yang lain mengambilnya. Di luar maupun di dalam, mereka tidak memakai sumur yang sama, juga tidak menggunakan kamar mandi yang sama. Mereka tidak memakai tikar yang sama ketika berbaring; mereka tidak saling meminjam satu kepada yang lain; laki-laki dan perempuan tidak mengenakan pakaian atas atau pakaian bawah yang sama. Pembicaraan dalam rumah tidak dibawa keluar, dan pembicaraan di luar tidak dibawa kedalam rumah.
Seorang laki-laki bila masuk ke ruangan dalam rumah, ia tidak bersiul atau menunjuk-nunjuk. Saat berjalan malam hari, harus membawa lilin atau obor; bila tidak ada obor, ia harus berhenti. Bila seorang perempuan keluar pintu, ia harus menggunakan penutup wajah. Bila berjalan dimalam hari harus ada lilin. Bila tidak ada lilin, ia harus berhenti. di jalan, laki-laki mengikuti sisi kanan, dan perempuan mengikuti sisi kiri.
Anak laki-laki dan menantu yang berbakti dan menaruh hormat terhadap amanat ayah bunda dan mertua, mereka tidak akan menolak atau lalai. Bila diberi sesuatu untuk dimakan atau diminum, meskipun mereka tidak berselera, mereka wajib mencicipinya dan menanti (perintah lain); bila diberi pakaian, meski tidak sesuai keinginannya mereka tetap mengenakannya, dan menanti (petunjuk lebih lanjut). Bila orang tua menugaskan mereka melakukan sesuatu, dan kemudian menyuruh orang lain menggantikannya, meskipun mereka tidak menyukai maksud itu, mereka segera menyerahkan tugas itu kepada orang (yang ditunjuk) itu untuk mengerjakannya, dan mengerjakan lagi bila tidak dikerjakan baik-baik.
Bila anak laki-laki dan menantu sedang mengerjakan tugas yang memerlukan tenaga, biarpun orang tuanya sangat mengasihi mereka, mereka harus mengerjakan terus saat itu; adalah lebih baik mereka mengambil kesempatan lain untuk istirahatnya. Bila anak laki-laki dan menantu belum pernah berbakti dan menaruh hormat, (orang tua) janganlah marah dan menyesali mereka, tetapi berupaya mendidiknya. Bila tidak dapat menerima pendidikan, barulah mereka boleh marah. Bila mereka tidak dapat menerima kemarahan itu, anak laki-laki itu boleh diusir dan menantu itu dikeluarkan, meskipun demikian, jangan dipertunjukkan bagaimana mereka melanggar kesusilaan.
Bila ayah bunda melakukan kesalahan, (anak) harus dengan menurunkan nafas, meramahkan wajah, dan dengan suara yang lembut mengungkapkan sanggahannya. Bila sanggahan itu tidak dapat masuk, anak itu harus lebih meningkatkan rasa hormatnya dan meningkatkan rasa baktinya; dan bila orang tua itu nampak gembira, sanggahan itu boleh diulangi. Bila orang tua itu tidak dapat menerima dengan gembira, bahkan ia melakukan perbuatan kesalahan terhadap para tetangga dan orang-orang sekampung, (anak itu) harus dengan keras melakukan sanggahan. Bila ayah bunda menjadi marah dan kian tidak gembira, dan memukul anak itu sehingga mengalirkan darah, anak itu tidak berani marah dan menyesali, bahkan kian meningkatkan rasa hormat dan rasa baktinya.
Bila ayah bunda mendapatkan anak laki-laki dari seorang pembantu, atau mendapatkan anak atau cucu dari selir yang sangat dikasihi, anak laki-lakinya sekalipun ayah bunda itu sudah meninggal dunia, tidak boleh mencampakkan rasa hormatnya sepanjang hidup.
Bila anak punya dua orang istri, yang seorang sangat dicintai oleh ayah bundanya, sedang anak itu mencintai yang lain, maka anak itu tidak berani memperlakukan istri yang dicintai itu sama dengan yang dicintai orang tuanya. Di dalam pakaian, minuman atau makanan, atau di dalam melakukan kewajibannya kepada yang dicintai ayah bundanya itu, sekalipun ayah bunda itu sudah meninggal dunia, tidak akan dicampakkan. Meski ia sangat setuju kepada istri yang dicintai, tetapi kalau ayah bundanya tidak menyukainya, dia harus mengeluarkannya dari keluarga. Meski ia tidak setuju terhadap istrinya, bila orang tuanya berkata, “ Ia sangat baik melayani saya,” maka anak itu harus memperlakukan istrinya itu dengan penuh hormat sesuai kesusilaan, dan sepanjang hidup tidak dicampakkan.
Meskipun ayah bunda sudah meninggal dunia, bila akan melakukan sesuatu yang baik, wajib selalu mengingat bahwa dengan hasil pekerjaannya itu dapat memuliakan nama baik ayah bundanya. Bila akan melakukan sesuatu yang tidak baik, wajib selalu mengingat bahwa hasilnya dapat memalukan ayah bundanya.
Bila ayah mertua meninggal dunia, ibu mertua akan menggantikan kedudukan sebagai Gu Lao (yang dituakan) tetapi istri putera tertualah, yang di dalam segala urusan sembahyang dan menerima tamu wajib bertanya langsung kepada Gu Lao itu, sedang istri saudara-saudaranya yang lain wajib bertanya langsung kepadanya. Bila mertua menugaskan sesuatu kepada istri putera tertua, ia tidak boleh lalai, tidak ramah atau berlaku tidak susila kepada istri saudara-saudara yang lain (karena tidak membantu). Bila mertua menugaskan kepada mereka (istri saudara-saudara yang lain), mereka tidak berani menganggap dirinya seperingkat dengannya; tidak berani berjalan sejajar dengannya. Dan mereka tidak berani memberi perintah sama sepertinya, dan tidak berani duduk sama kedudukan dengannya.
Seluruh menantu, bila tidak diberi amanat untuk kembali kekamarnya, tidak berani mengundurkan diri (dari hadapan mertuanya itu). Bila ada sesuatu yang harus dikerjakan, biar urusan besar atau kecil, wajib mohon ijin kepada sang mertua. Seorang anak laki-laki dan istrinya tidak mempunyai harta pribadi, ternak pribadi, barang-barang pribadi; tidak berani secara pribadi meminjam dan tidak berani memberi sesuatu kepada orang lain. Bila seseorang memberi istri itu makanan, minuman atau pakaian, sepotong kain sutera, sepotong sapu tangan untuk ban pinggang, bunga iris (cai) atau anggrek (Lan), ia harus menerima dan menyerahkan itu kepada mertuanya. Bila mertua itu menerimanya, ia harus gembira karena pemberian itu dalam keadaan segar. Bila dikembalikan padanya, ia wajib menolak. Bila tidak boleh menolak, harus menerima sebagai pemberian mertua dan menyimpannya sambil menanti, mungkin mertua itu berkenan mengambilnya. Bila ia akan memberikan itu kepada saudara sepupunya sendiri, ia harus mohon ijin, dan bila diperkenan, baru diberikan.
Putera tertua dan putera bukan pewaris, wajib melayani dengan hormat putera pewaris dan istri putera pewaris (Zongzi dan Zongfu) itu. Meskipun mereka lebih mulia kedudukan dan lebih kaya, mereka tidak berani masuk ke rumah Zongzi atau putera pewaris untuk menunjukkan kedudukan dan kekayaannya. Meskipun mereka disertai pengawal yang berkereta maupun yang berjalan kaki, mereka harus berhenti di luar dan masuk kedalam dengan gaya yang sederhana dan sedikit pengikut.
Bila di antara adik-adik itu mendapatkan pemberian berupa peralatan, jubah, kulit, selimut, kereta dan kuda, ia harus mempersembahkan yang terbaik (kepada Zongzi); dan hanya berani menggunakan sendiri yang berkualitas di bawahnya. Bila apa yang dipersembahkan itu tidak layak, ia tidak berani memasuki pintu gerbang kediaman Zongzi, tidak berani menunjukkan kedudukan dan kekayaan yang melebihinya, yang menjadi kepala kaum di antara paman dan saudara-saudara sepupunya. Seorang saudara sepupu yang kaya menyiapkan dua hewan korban, dan mempersembahkan yang lebih baik dengan bijak kepada Zongzi. Setelah ia dan istrinya bersama-sama bersuci diri, dengan penuh hormat membantu penyelenggaraan sembahyang di altar leluhur. Setelah kerja itu usai, mereka baru akan berani melaksanakan upacara sembahyang pribadinya.
Yang dibuat nasi ada yang berasal dari jawawut, ketan, padi, jagung, jawawut putih dan jagung kuning yang dipotong setelah masak, atau ketika masih hijau.
Untuk menyiapkan lauk, ada sup daging sapi, sup daging kambing, sup daging babi dan daging sapi panggang; daging sapi yang dipotong dan diiris-iris; dan daging sapi yang dipotong dan dicincang; daging kambing panggang, daging kambing yang diiris, dipotong dan dipanggang; daging babi yang dipotong dan diiris; asinan selada dan ikan yang diiris-iris; burung kuau, kelinci, puyuh dan ayam hutan.
Untuk minuman yang dibuat dari beras, jawawut atau jagung, harus ada dua mangkuk, yang satu tertutup dan yang lain tidak tertutup. Dalam keadaan tertentu, disiapkan berbagai minuman, seperti bubur jawawut yang dicampur dengan air sirup dari buah prun atau (Mei),
Untuk rendaman beras; dan anggur putih jernih.
Untuk kembang gula dibuat dari roti kering dan kue dari beras yang manis.
Untuk penyedap makanan, disiapkan sup daging burung kuau yang diberi sari siput dan bumbu yang dibuat dari sejenis labu air yang berdaun lebar; sup yang dibuat dari daging kering dan ayam dengan bumbu dari gandum; ketan tumbuk dengan sup daging anjing dan sup kelinci; nasi kepal yang dicampur dengan sup itu tanpa rumput penyedap.
Babi muda rebus yang dibungkus dalam daun, dan diberi rumput penyedap; ayam rebus dengan bumbu yang sama, yang diberi acar dan asinan; ikan rebus dengan bumbu yang sama disertai asinan telur; kura-kura rebus dengan bumbu yang sama disertai acar dan asinan.
Untuk membumbui dan mengeringkan daging, ditaruhkan air asin semut; untuk sup daging iris, digunakan daging kelinci; untuk masakan daging rusa besar cacah campur digunakan ikan; untuk ikan iris dibumbui asinan lada; untuk daging rusa besar mentah, diberi acar; untuk memeram buah Tao dan Mei, digunakan lemak telur asin.
Semua bumbu untuk makanan dari biji-bijian. Digunakan yang sesuai untuk musim semi; untuk sup, digunakan yang sesuai untuk musim panas; untuk asinan, digunakan yang sesuai untuk musim rontok; dan untuk minuman, digunakan yang sesuai untuk musim dingin.
Bumbu-bumbu yang cocok, untuk musim semi, banyak digunakan rasa asam; untuk musim panas, banyak digunakan rasa pahit; untuk musim rontok, banyak digunakan rasa menyengat; dan untuk musim dingin, banyak digunakan rasa asin: dengan menyeimbangkan antara lemak dan rasa manis.
Ketan cocok untuk daging lembu; jawawut cocok untuk daging kambing; gandum liat cocok untuk daging babi; jagung cocok untuk daging anjing; gandum cocok untuk daging angsa; labu air cocok untuk ikan.
Pada musim semi, cocok untuk disantap kambing dan babi muda yang digoreng dengan lemak (lembu) yang sedap; untuk musim panas, cocok disantap daging kuau dan ikan kering yang digoreng dengan lemak anjing yang beraroma keras; pada musim dingin cocok disantap ikan segar dan angsa segar, yang digoreng dengan lemak yang berbau kental.
Disediakan daging lembu kering, dendeng rusa kering, juga dendeng babi hutan, dendeng rusa besar dan dendeng rusa Jun. Daging rusa besar, rusa biasa, babi hutan dan rusa Jun, diiris menjadi potongan-potongan besar. Daging burung kuau dan kelinci dimasak dengan sejenis kangkung (duckweed / Mao). Masih ada daging burung gereja, parkit, ayam hutan, riang-riang, lebah, lumut Zhi, kacang kecil (Er), buah Ling, buah pohon Ju, Kurma (Zao), kacang, Kacang Qin (Hazelnuts) kesemek, ketimun, buah Tao, Buah Li (peach), buah Mei, buah pohon Xing (Buah badam), sejenis apel berduri (Hao), buah Lai (pir), jahe dan kayu manis.
Seorang pembesar dalam mengadakan jamuan biasa, bila disediakan lauk berupa daging cacah, maka tidak disediakan dendeng; bila ada dendeng, tidak ada daging cacah. Seorang pejabat biasa, tidak menyediakan dua macam sup dan daging iris. Tetapi, orang tua, biar rakyat jelata, tidak makan daging tanpa penyerta.
Daging cacah yang dibuat pada musim semi, disertai bawang. Pada musim gugur disertai selada. Daging babi muda, pada musim semi disertai kucai, pada musim rontok disertai rumput penyedap. Untuk lemak babi, disertai bawang, untuk minyak disertai sejenis pohon bawang (Chives/Xie); untuk San Sheng (tiga hewan korban), disertai merica, dan acar sebagai penyedap; untuk daging hewan liar, disertai buah Mei (plum); untuk sup burung puyuh, sup ayam atau sup burung rawa, disertai rumput penyedap; untuk jenis ikan laut dan ikan tawar, dikukus; untuk ayam muda, dibakar; dan untuk burung kuau direbus dengan tanaman pewangi tanpa rumput penyedap.
Yang tidak dimakan ialah : bulus ketika mengeam; serigala dibuang ususnya; anjing dibuang ginjalnya, kucing hutan dibuang tulang belakangnya; kelinci dibuang tunggingnya; rubah dibuang kepalanya; babi muda dibuang otaknya; ikan dibuang isi perutnya dan kura-kura dibuang bagian-bagian yang jelek.
(Tulang dan urat) diambil dari daging; ikan dibuang siripnya; kurma dibuat nampak segar; kacang dipilih; buah Tao dilicinkan; buah Za dan Lai dikeluarkan serangga-serangganya.
Lembu yang menguak pada malam hari, dagingnya dianggap berperingkat; kambing yang bulunya panjang dan cenderung kusut, dagingnya berbau tidak sedap; seekor anjing yang nampak canggung dan (bagian dalam) pahanya berwarna merah, dagingnya kasar; jenis burung yang berganti bulu dan suaranya serak, dagingnya berbau busuk; babi, bila melihat keatas dan menutup mata, dagingnya tidak berharga; kuda yang hitam sepanjang tulang belakangnya dan belang kaki depannya, dagingnya berbau tidak menyenangkan; ayam muda yang ekornya belum dapat dipegang dengan tangan tidak dimakan, demikian juga tungging seekor angsa jinak, juga tulang rusuk angsa besar atau burung hantu; demikian juga tungging bebek jinak, hati seekor burung liar atau ginjal angsa liar; juga otot perut angsa liar yang tanpa jari kaki belakang dan demikian juga perut seekor rusa.
Daging yang dipotong kecil dijadikan daging cacah. Yang dipotong menjadi irisan-irisan dibuat gulai. Ada yang berkata, bahwa daging rusa besar, rusa dan ikan diacar. Daging rusa Jun juga dipotong kecil-kecil; daging burung dan babi hutan dipotong besar-besar untuk dijadikan gulai; untuk kelinci, perutnya diasinkan. Bawang dan kucai dicampur dengan air asin untuk melunakkan dagingnya.
Sup dan makanan pokok, dari para rajamuda sampai kepada rakyat jelata, memerlukannya, tanpa ada perbedaan peringkat.
Seorang pembesar tidak selalu mendapatkan lauk lezat tetapi seorang pembesar yang sudah berusia 70 tahun, mempunyai almari (untuk persediaan makanan lezat). Almari seorang Tianzi ada lima di kanan dan lima di kiri; untuk yang berperingkat Gong (Duke), Hou (Marquise) dan Bo (Earl), punya lima buah (almari) di kamarnya; yang berperingkat pembesar mempunyai tiga buah (di kamarnya) dan yang berperingkat pejabat biasa mempunyai satu almari kecil.
Dalam merawat para tua-tua, (Shun), penguasa negeri Yu menggunakan jamuan minum hiburan; penguasa dinasti Xia (hiburan itu diberikan setelah) melakukan penyajian dalam upacara sembahyang; Orang dinasti Yin menyelenggarakan acara pesta untuk itu; dan orang dinasti Zhou membina dan menggunakan ketiga-tiganya. Orang yang sudah berusia 50 tahun diberi perawatan di Xiang (sekolah di kampung); orang yang sudah berusia 60 tahun diberi perawatan di Guo (sekolah di ibukota); orang yang sudah berusia 70 tahun diberi perawatan di Xue (sekolah tinggi). Peraturan ini dikembangkan sampai di negeri-negeri para rajamuda. Seorang yang sudah berusia 80 tahun, melakukan bai untuk menerima amanat penguasanya, dengan sekali duduk dan dua kali menundukkan kepala. Orang buta juga berbuat demikian. Orang yang telah berusia 90 tahun, menugaskan orang lain untuk menerima amanat itu untuknya. Orang yang sudah berusia 50 tahun, diberi biji-bijian (beras) berbeda (dengan yang diberikan untuk orang muda); untuk orang yang sudah berusia 60 tahun, disediakan daging di tempat penyimpanan; untuk orang yang sudah berusia 70 tahun, disediakan santapan kedua; untuk orang yang sudah berusia 80 tahun, disediakan santapan lezat yang lazim; untuk orang yang sudah berusia 90 tahun, minuman dan makanan tidak lepas dari kamarnya; bila mereka mengembara, selalu disertai minuman dan santapan. Orang yang sudah berusia 60 tahun, peti mati dan peralatan pemakaman disiapkan satu kali dalam satu tahun; untuk orang yang sudah berusia 70 tahun, sekali tiap musim; untuk orang yang sudah berusia 80 tahun, sekali tiap bulan; dan orang yang sudah berusia 90 tahun, harus sudah siap dengan baik setiap hari. Tetapi, pembalut, kafan, kain penutup peti, peti penutup jenazah disediakan setelah kematian. Orang yang sudah berusia 50 tahun, mulai melemah tubuhnya; orang yang sudah berusia 60 tahun, bila tidak ada daging tidak bisa makan kenyang; orang yang berusia 70 tahun, bila tidak menggunakan sutera tidak bisa merasa hangat; orang yang sudah berusia 80 tahun, bila tidak ada yang mendampingi tidak bisa merasa hangat; orang yang sudah berusia 90 tahun, meski didampingi tidak bisa merasa hangat. Usia 50 tahun orang menggunakan tongkat di dalam keluarga; usia 60 tahun orang menggunakan tongkat bila di dalam kampung; usia 70 tahun, orang menggunakan tongkat bila di dalam kota; usia 80 tahun, (seorang pejabat) menggunakan tongkat meski di istana. Bila Tianzi ingin bertanya sesuatu kepada orang yang telah berusia 90 tahun, ia datang ke rumahnya dan membawakan berbagai makanan lezat untuknya. Usia 70 tahun, (seorang pejabat) tidak usah menanti sidang berakhir (untuk istirahat); usia 80 tahun’ tiap bulan ia melapor bahwa ia masih hidup; usia 90 tahun, tiap hari ia dikirimi santapan lezat. Usia 50 tahun, orang tidak dituntut bekerja yang menggunakan tenaga; usia 60 tahun ia dibebaskan dari tugas menuntun orang lain; usia 70 tahun, ia dikecualikan dari tugas menerima tamu dan pengunjung; usia 80 tahun, ia dibebaskan dari melakukan puasa dan menjalankan upacara berkabung. Bila orang menerima jabatan (menjadi pembesar) ketika berusia 50 tahun, usia 60 tahun ia tidak diwajibkan secara pribadi datang ke sekolah; usia 70 tahun ia melepaskan jabatan pemerintahan; dan selanjutnya dalam upacara berkabung, ia hanya mengenakan jubah dari rami yang tidak dikelim (tidak diwajibkan hal-hal yang lain dalam perkabungan). Raja-raja dari ketiga dinasti, di dalam merawat para tua-tua selalu menjadikan anggota keluarga memperhatikan orang yang bertambah lanjut usia. Pejabat yang berusia 80 tahun, salah seorang anaknya dibebaskan dari tugas pemerintahan, setelah usia 90 tahun, seluruh keluarganya dibebaskan dari tugas pemerintahan. Demikian pula untuk hal orang yang buta matanya. Saat ayah bunda masih hidup, anaknya, meski sudah tua, tidak duduk. (Shun) penguasa negeri Yu, merawat tua-tua (Guo Lao) negerinya di sekolah yang dinamai Shang Xiang (sekolah Xiang atas) dan untuk merawat orang tua rakyat, di Xia Xiang (sekolah Xiang bawah). Penguasa dinasti Xia merawat tua-tua negerinya di You Xue (sekolah tinggi kanan), untuk merawat tua-tua rakyat negeriya di Zuo Xue (Sekolah tinggi kiri). Orang dinasti Zhou, merawat tua-tua negerinya di Dong Jiao, dan merawat tua-tua rakyatnya di You Xiang yang terletak di pinggiran kota barat negeri. Penguasa negeri Yu mengenakan topi Huang di dalam upacara sembahyang (di kuil leluhur), dan mengenakan jubah putih untuk merawat para tua-tuanya. Penguasa dinasti Xia mengenakan topi Shou ketika melakukan upacara sembahyang (di kuil leluhur), dan merawat para tua-tuanya dengan pakaian dari sutera tipis. Orang dinasti Zhou mengenakan topi Mian ketika melakukan sembahyang di kuil leluhur dan merawat para tua-tuanya dengan pakaian atasnya hitam dan pakaian bawah putih.
Zengzi berkata, “Seorang anak berbakti merawat orang tua dengan berupaya membahagiakan telinga dan matanya, merasa sentosa di kamarnya; dan dengan setia menyiapkan minuman dan makanannya: --- demikianlah yang dilakukan anak berbakti sampai akhir hayat. Yang dimaksud sampai akhir hayat ialah bukan akhir hayat orang tuanya, tetapi akhir hayat dirinya. Maka apa yang dicintai ayah bundanya, ia pun mencintainya; apa yang dihormati ayah bundanya, ia pun menghormatinya. Itu dilakukan sampai kepada anjing dan kudanya. Dan betapa lebih terhadap orang-orang (yang dihargai orang tuanya).”
Di dalam merawat para tua-tuanya, kelima maharaja (ket hal 316) itu bersuri tauladan kepada kebajikan orang tuanya. Sedang raja-raja ketiga dinasti, bersuri tauladan dengan membicarakan (ajaran-ajarannya). Kelima maharaja itu bersuri tauladan untuk menjadikan sehat lahir batin dan tidak menuntut mereka berbicara; tetapi ajaran-ajaran yang baik yang diucapkan, dicatat oleh pencatat sejarah yang setia. Raja-raja ketiga dinasti juga menjadikannya suri tauladan, dan setelah merawat para tua-tuanya, memintanya berbicara. Bila mereka nampak menyederhanakan Li (tata susila) nya, mereka juga menyuruh pencatat sejarah untuk setia baik-baik mencatat (untuk menceritakan kebaikannya).
Untuk ‘nasi goreng istimewa’ (Chun Ao), mereka menaruhkan daging asinan di atas nasi dari padi yang tumbuh di tanah kering, dan diperkaya dengan lemak cair. Inilah dinamai ‘nasi goreng istimewa’. Untuk ’nasi goreng biasa’ (Chun Wu), mereka menaruhkan daging asinan di atas nasi dari jawawut, dan diperkaya dengan lemak cair. Inilah dinamai ‘nasi goreng biasa’
Untuk masakan panggang, diambil babi muda atau domba jantan yang dibuka perutnya, diambil isi perutnya, dan diganti dengan buah kurma. Selanjutnya dibungkus dengan jerami dan buluh, dibalut dengan tanah liat, lalu dibakar. Setelah tanah liat itu kering, lalu dipecah. Setelah bercuci tangan untuk mengerjakan dan menyingkirkan kulit hewan itu, mereka merendamnya dengan tepung beras sehingga menjadi semacam bubur atas babi itu. Lalu semua itu digoreng dan dilumuri dengan lemak cair. Disiapkan sebuah bejana besar yang berisi air panas, di dalamnya diletakkan sebuah bejana kecil berkaki tiga (Ding) yang berisi rempah-rempah, dan irisan daging hewan yang telah disiapkan itu. Dijaga agar air panas itu tidak menutupi ding itu, dan dinyalakan api tanpa jeda selama tiga hari tiga malam. Setelah semuanya ini, seluruhnya telah siap, lalu ditambahahi asinan daging dan cuka.
Untuk pelezat yang ditumbuk (abon), diambil daging lembu, kambing, rusa, rusa besar dan rusa Jun. Bagian-bagiannya diletakkan sejajar tulang belakangnya, masing-masing sama jumlahnya, lalu ditumbuk sehingga tergeletak pipih. Lalu dibalik ke samping, setelah itu disingkirkan otot-ototnya. Selanjutnya, setelah cukup dimasak, lalu diambil (dari bejana besar) dikeluarkan kulit luar yang keras, dan dagingnya dilunakkan (dengan menambah asinan dan cuka).
Untuk pelezat yang direndam, diambil daging lembu; daging harus baru dan dipotong kecil-kecil, dan semua urat-urat dihilangkan. Selanjutnya direndam dari pagi sampai pagi berikutnya di dalam anggur yang bagus. Untuk memakannya, ditambah asinan, cuka atau sari buah Mei.
Untuk membuat sate, daging lembu ditumbuk dan disingkirkan bagian yang berkulit. Daging itu diletakkan pada kerangka dari buluh, dipercikkan di atasnya kayu manis dan jahe, dan ditambahi garam. Dapat dimakan setelah (dibakar) kering. Untuk daging biri-biri juga dikerjakan sama seperti daging lembu. Demikian pula daging rusa, rusa besar dan rusa Jun. Bila dikehendaki daging itu basah, ditambahi dengan air, dan digoreng bersama asinan daging. Bila diinginkan daging itu kering, langsung dimakan.
Untuk sup bola daging, diambil sama banyak daging lembu, kambing dan babi, dan dipotong-potong kecil menjadi satu. Lalu diambil tepung beras dan dicampur dengan daging yang dipotong-potong itu; dua bagian tepung dan satu bagian daging. Lalu dibentuk menjadi bulat dan digoreng.
Untuk hati dan lemak, diambil hati anjing, dan digulung menjadi bulat lemaknya. Selanjutnya dibasahi dan dipanggang sampai kering. Lemak itu tidak dicampuri rumput penyedap. Diambil tepung beras dan direndam menjadi adonan. Diambil lemak dari dada serigala, dan dipotong-potong kecil, dan dengan itu, tepung beras dijadikan santapan gorengan.
Tata kesusilaan (Li) itu dimulai dengan hati-hati menaruh perhatian menyangkut hubungan suami istri. Dibangun rumah dan kamar-kamarnya. Dibedakan antara ruang di luar dan di dalam. Anak laki-laki mendiami ruang luar, dan anak perempuan mendiami ruang dalam. Rumah itu dibuat dalam, dan pintunya kokoh, diawasi penjaga pintu dan kasim. Laki-laki tidak masuk ke ruangan dalam, dan perempuan tidak keluar ke ruangan luar.
Laki-laki dan perempuan tidak menggunakan rak yang sama untuk pakaiannya. istri tidak berani menggantungkan sesuatu di pasak atau gantungan barang suaminya; juga tidak menempatkan sesuatu dikotak atau tas suaminya; juga tidak berani menggunakan kamar mandinya. Bila suami tidak di tempat, istri itu menyimpan bantalnya dikotak, menggulung tikar atas dan tikar bawahnya, dan menempatkan di pembungkusnya, diletakkan, lalu disimpan di tempat yang semestinya. Yang muda melayani yang tua, yang rendah kedudukan melayani yang mulia kedudukan; semuanya wajib demikian.
Kesusilaan yang wajib bagi suami dan istri, hanya setelah berusia 70 tahun, mereka menyimpan barangnya di tempat yang sama tanpa pemisahan. Seorang selir yang sudah tua, sebelum genap usia limapuluh tahun, hanya sekali dalam lima hari bersama suaminya. Kalau ia harus melakukannya juga ia harus bersuci diri, berkumur dan mandi, hati-hati merapikan pakaiannya, menyisir rambut, mengenakan tutup kepala dari kain sutera, mengencangkan tusuk kondenya, mengikat rambutnya sehingga berbentuk seperti tanduk, menyikat debu di bagian rambut yang tersisa, mengenakan kalung dan merapikan tali sepatunya. Biarpun seorang istri muda yang dicintai, ia dituntut dalam berpakaian, minum dan makan, untuk menyertai yang lebih tua. Bila seorang istri tidak bersama suaminya, seorang istri muda yang menantinya, tidak berani di situ sepanjang malam.
Bila seorang istri akan melahirkan anak dan tiba bulan persalinan, ia berdiam di kamar samping, kesana suaminya tiap dua kali sehari menanyakan keadaannya. Bila suami itu datang sendiri menanyakan keadaannya, sang istri tidak berani menemui sendiri, tetapi menugaskan pembantunya yang berjaga untuk merapikan pakaian dan menyampaikan jawaban. Bila anak telah lahir, sang suami kembali dua kali tiap hari menanyakan keadaannya. Suami itu berpuasa dan tidak berani masuk pintu ruang samping itu. Bila anak yang lahir itu laki-laki, sebuah busur ditempatkan di sebelah kiri pintu; bila anak itu perempuan, sehelai saputangan ditempatkan di sebelah kanan pintu. Setelah tiga hari anak itu didukung, dan latihan memanah diperagakan bila anak itu laki-laki, tetapi tidak kalau anak itu perempuan.
Bila anak yang lahir itu putera pewaris seorang penguasa sebuah negeri, dan laporan telah disampaikan kepada penguasa itu, ia membuat persiapan untuk menerimanya dalam satu jamuan yang disediakan sajian Da Lao (tiga hewan korban); dan juru masak menyiapkan semuanya itu. Pada hari ketiga dilakukan kajian dengan batok kura-kura untuk menentukan orang yang beroleh berkah menggendong anak itu, dan orang yang beroleh berkah terpilih, berjaga sepanjang malam, dan kemudian dengan jubah istananya menerimanya dengan lengannya di luar pintu kamar. Sang guru memanah lalu mengambil busur yang terbuat dari kayu pohon murbei (besaran) dan enam buah anak panah yang dibuat dari kayu pohon Feng (rubus), lalu memanahkannya ke langit, ke bumi dan keempat penjuru. Setelah itu, sang ibu susu menerima anak itu dan menggendongnya. Juru masak (saat itu juga) memberi semangkok anggur manis kepada orang yang menggendong anak itu, dan menghadiahinya dengan satu gulung sutera. Dan dilakukan kajian kembali dengan batok kura-kura untuk menentukan istri pejabat biasa atau selir seorang pembesar untuk menjadi ibu susunya.
Di dalam hal menerima seorang anak laki-laki, dipilih hari; bila mengenai putera pewaris seorang penguasa, disiapkan Da Lao; untuk anak laki-laki seorang rakyat biasa, disiapkan seekor babi muda; untuk anak laki-laki seorang pejabat biasa, disiapkan seekor babi; untuk anak pembesar, disiapkan Xiao Lao (dua hewan korban yang lebih kecil dari Da lao); dan untuk putera pewaris seorang penguasa, disiapkan Da Lao. Bila yang lahir itu bukan anak laki-laki tertua, persediaan itu dikurangi satu peringkat.
Sebuah kediaman khusus disiapkan untuk istana anak itu, dan dari semua ibu atau orang lain, dipilih berdasarkan pertimbangan keluasan hatinya, kelembutannya, rasa kasih sayangnya, kemurahan hatinya, keramahtamahannya, kebaikannya, sifat hormat dan sungguh-sungguhnya, kehati-hatiannya, dan kurang banyak bicaranya, untuk dipilih menjadi guru anak itu; seorang lagi dipilih menjadi ibu penyayangnya; dan yang ketiga menjadi ibu penjaganya. Semuanya diam di rumah untuk anak itu, dengan yang lain-lain tidak boleh masuk bila tidak ada tugas penting.
Pada akhir bulan ke tiga, dipilih hari untuk memotong bagian tertentu rambut anak laki-laki itu, --- untuk anak laki-laki, rambut itu menjadi berbentuk seperti tanduk, dan untuk anak perempuan berbentuk lingkaran di bagian atas kepalanya. Bila tidak demikian, untuk anak laki-laki dibiarkan yang sebelah kiri dan untuk anak perempuan dibiarkan yang di sebelah kanan. Pada hari itu, sang istri bersama anaknya menjumpai sang ayah. Bila mereka adalah keluarga bangsawan, keduanya mengenakan pakaian lengkap, dan memerintahkan kepada pejabat pembantunya sampai ke tangga bawah, agar semuanya berkumur dan berkeramas. Suami dan istri itu bangun pagi-pagi, mandi dan mengenakan pakaian untuk jamuan hari pertama bulan itu. Sang suami memasuki pintu lewat tangga timur dan berdiri di tempat yang paling atas dengan wajah menghadap ke barat. Sang istri beserta anak laki-laki yang digendongnya, keluar dari kamar dan berdiri di bawah ambang pintu dengan wajah menghadap ke timur.
Sang ibu pengasuh lalu maju dan berkata mewakili ibu itu, “Ibu Anu hari ini memberanikan diri untuk menyerahkan anak ini kepada anda!” Suami itu menjawab, “Dipermuliakanlah! Biarlah gurunya yang membimbingnya”; ayah itu lalu menggendong anak itu dengan tangan kanan dan menyapanya dengan senyuman, dan memberinya nama sambil tersenyum untuk anak itu. Sang istri menjawab, “Kami akan mengingatnya. Semoga kata-kata anda tergenapi!” Ia lalu berbalik ke kiri dan menyerahkan anak itu kepada gurunya, yang selanjutnya mewakilinya mengatakan nama anak itu kepada para istri segenap keluarga dari berbagai peringkat yang hadir di situ. istri itu lalu masuk ke ruang (pesta).
Seorang suami memberitahu kepala rumah tangganya tentang nama itu, dan kepala rumah tangga itu memberitahukan kepada semua laki-laki muda tentang nama itu. Lalu dicatat dalam kitab, ___ “pada tahun anu, bulan anu, hari anu, si Anu telah lahir”, lalu catatan itu disimpan. Pengurus rumah tangga memberitahukan hal itu kepada pencatat sejarah desa itu, yang selanjutnya mencatatnya rangkap dua. Satu buah disimpan dikantor desa dan yang lain disampaikan kepada para Bo (pangeran) provinsi-provinsi, dan para Bo provinsi-provinsi itu menyuruh agar catatan itu disimpan di kantor provinsi-provinsi. Sang suami masuk ke ruang pesta, dan pesta itu dimulai dengan upacara sang istri menyampaikan sajian kepada mertuanya.
Bila seorang putera pewaris lahir, sang penguasa berkeramas dan mandi, lalu mengenakan jubah istana. Sang istri juga berbuat hal yang sama. Lalu keduanya berdiri di bagian paling atas tangga timur dengan wajah menghadap ke barat. Salah seorang bangsawan peringkat atas, dengan menggendong anak itu, naik lewat tangga barat. Sang penguasa memberi nama anak itu, dan (istri itu) turun bersamanya.
Untuk anak yang lain atau anak dari istri yang lain, pertemuan itu dilakukan di luar kamar. Dengan suami (penguasa) itu menaruhkan tangannya di atas kepala bayi dan dengan suara lembut memberinya nama. Acara lain berlangsung sama seperti sebelumnya, tetapi tanpa kata-kata.
Memberi nama anak laki-laki tidak menggunakan nama hari, bulan, juga tidak menggunakan nama Negara, dan tidak menggunakan nama penyakit yang disembunyikan (Yin Ji) (lihat Li JI I.III.42). Anak para pembesar dan pejabat biasa yang lain tidak berani menggunakan nama yang sama dengan putera pewaris itu.
Bila seorang selir akan melahirkan anak, dan bulan yang ditentukan telah tiba, sang suami mengutus satu kali tiap hari menanyakan keadaannya. Setelah anak itu lahir, pada akhir bulan ketiga, (selir itu) berkumur dan cuci kaki, lalu merapikan diri pagi-pagi dan menampakkan diri di ruang dalam (tempat ruang istri). Di sana dia diterima dengan upacara seperti ketika ia pertama kali masuk keluarga itu. Ketika sang suami makan, sebagian yang khusus ditinggalkan untuk dirinya sendiri dan selanjutnya ia masuk kejajaran para pembantu.
Bila putera yang lebih rendah peringkatnya lahir, sang ibu pergi ke salah satu ruangan samping dan pada akhir bulan ke tiga, ibu itu keramas dan mandi, lalu mengenakan pakaian istananya, ia menjumpai penguasanya. Salah seorang perempuan pembantunya menampakkan diri dengan menggendong anak itu. Bila ibu itu adalah orang yang mendapat perhatian khusus penguasa itu, sang penguasa itu memberi nama langsung kepada anak itu. Untuk anak-anak lain pada umumnya, hanya orang suruhannya yang ditugaskan untuk memberinya nama.
Rakyat jelata yang tidak mempunyai ruang samping, bila bulan kelahiran tiba, sang suami meninggalkan kamar, dan diam di ruangan umum. Di dalam hal kewajiban menanyakan keadaan istri dan acara menghadap anaknya kepadanya, tidak ada bedanya.
Di dalam segala hal, biarpun sang ayah ada, seorang cucu dihadirkan kehadapan kakeknya yang juga akan menamainya. Upacaranya sama seperti bila anak itu dihadirkan kehadapan sang ayah, tetapi tanpa kata-kata.
Ibu susu anak itu, setelah tiga tahun, lalu meninggalkan istana pangeran dan ketika menghadap di istana pangeran, ia diberi imbalan penghargaan atas segala jerih payahnya. Anak laki-laki seorang pembesar mempunyai seorang ibu susu. istri seorang pejabat biasa merawat sendiri anaknya.
Anak laki-laki seorang pejabat yang ditugaskan keluar daerah dan lain-lain sampai anak seorang pembesar, tiap sepuluh hari dihadapkan satu kali kepada ayahnya. Putera tertua seorang penguasa dihadirkan kehadapan ayahnya sebelum ia (ayahnya) makan, dan ia menggendongnya dengan tangan kanan. Anak-anak yang lain (yang lebih rendah peringkatnya) dihadirkan sesudah makan, dan ia meletakkan tangannya di atas kepala anak itu.
Bila anak itu telah dapat makan sendiri, wajib diajarkan menggunakan tangan kanan. Bila sudah dapat berbicara, seorang anak laki-laki harus dapat menjawab panggilan itu dengan kata “Wei” (tegar dan jelas); seorang anak perempuan mengucapkan “Yi” menunjukkan patuh dan lembut). Yang laki-laki diberi ban pinggang dari kulit, sedang yang perempuan diberi sabuk sutera.
Usia 6 tahun, diajarkan tentang hitung berhitung dan arah mata angin; usia 7 tahun, anak laki-laki dan perempuan tidak duduk disatu tikar yang sama dan tidak makan bersama-sama; usia 8 tahun, bila keluar atau memasuki pintu menuju ke tikar untuk minum dan makan, mereka wajib di belakang yang lebih tua: --- ajaran untuk suka mengalah dimulai; usia 9 tahun, diajarkan menghitung hari.
Usia 10 tahun (anak laki-laki) pergi ke tempat guru di luar, dan diam bersamanya melewati malam. Ia belajar menulis dan mencatat; ia tidak mengenakan jaket atau celana sutera panjang; di dalam perilakunya ia mengikuti kesusilaan yang mula-mula diajarkan gurunya; pagi dan sore ia belajar berperilaku sebagai anak muda; ia wajib mohon dilatih membaca dan bercakap-cakap yang sopan.
Usia 13 tahun, ia belajar musik, melantunkan sanjak, dan menari tarian Shao (yang diciptakan Zhou Gong), setelah kedewasaan, ia menarikan tarian Xian (yang diciptakan raja Wu). Ia belajar memanah dan mengendarai kereta. Usia 20 tahun, ia menerima upacara mengenakan topi dan mulai belajar berbagai tata susila dan boleh mengenakan pakaian dari sutera dan bulu. Ia menarikan tarian Da Xia (yang diciptakan Yu agung dari dinasti Xia) dan tekun dalam berperilaku bakti dan rendah hati. Ia mungkin sudah banyak-banyak belajar, tetapi tidak mendidik orang lain; --- ia masih menekuni hal-hal di dalam keluarga bukan hal-hal di luar.
Usia 30 tahun, ia beristri, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang semestinya untuk laki-laki. Ia banyak belajar tanpa harus menuju keahlian tertentu. Ia harus hormat kepada kawan-kawan dan mencoba memahami cita-citanya. Usia 4o tahun, ia mulai memangku jabatan; sesuai tugas yang diembannya, ia mengemukakan pemikirannya. Bila jalan suci yang diungkapkan cocok, ia mengikuti; bila tidak, ia pergi. Usia 50 tahun, ia akan menerima amanat sebagai Dafu (pembesar), dan mengerjakan administrasi jawatan pemerintahan. Usia 70 tahun, ia berhenti mengemban tugas. Dalam segala hal, laki-laki melakukan bai dengan memuliakan (menaruhkan di tempat atas) tangan kirinya.
Anak perempuan, usia 10 tahun, mulai tidak keluar rumah. Ibu susunya mengajarkan kepadanya cara berbicara dan berperilaku, untuk dapat bersikap lembut dan patuh, menangani serat rami dan mengelola kepompong ulat sutera, untuk menenun sutera dan membentuk pita. Mempelajari pekerjaan perempuan, bagaimana melengkapai pakaian, memperhatikan hal-hal yang berkait dengan persembahyangan, menyiapkan anggur dan asinan. Mengisi berbagai kuda-kuda dan mangkuk untuk acar dan asinan, dan membantu melengkapi berbagai keperluan altar.
Usia 15 tahun, ia mengenakan konde, usia 20 tahun ia menikah, dan kalau terhalang keadaan, pada usia 23 tahun. Bila ada acara pertunangan (lamaran), ia adalah istri; bila ia pergi menikah begitu saja, ia adalah seorang selir. Di dalam segala hal, seorang perempuan melakukan bai dengan memuliakan tangan kanan.