logo

Li Jing XXXII

Biao Ji

  1. Demikianlah sabda Nabi: --- “Marilah pulang.” (Bandingkan dengan Lun Yu V.22). Seorang Junzi di dalam ketersembunyiannya ternyata jelas terungkap kepribadiannya; tanpa menyombongkan diri sudah nampak kewibawaannya, tanpa laku bengis ternyata telah menimbulkan rasa gentar, dan tanpa kata-kata sudah menimbulkan kepercayaan orang.

  2. Nabi bersabda, ‘Seorang Junzi tidak salah langkah di hadapan orang, tidak salah wajah terhadap orang lain, juga tidak salah mulut dalam bicara dengan orang lain. Maka perilakunya cukup menjadikan orang merasa takut / hormat, sikap wajahnya cukup menjadikan orang merasa segan dan kata-katanya cukup menjadikan orang percaya. Di dalam Fu (Lu) Xing (Pangeran Lu / Fu tentang hukuman), tersurat, ‘lakukanlah dengan sungguh-sungguh dan hati-hati, jangan hanya pandai memilih kata-kata (Shu Jing V.xxvii.11).’”

  3. Nabi bersabda, “Pakaian dan apa yang dikenakan jangan saling bergantian satu dengan yang lain. Ini bermaksud agar rakyat tidak berbuat ceroboh satu terhadap yang lain.”

  4. Nabi bersabda,”Bila upacara sembahyang sampai kepada acara puncak khidmat janganlah disela dengan acara musik. Bila bahasan yang dilakukan di istana telah mencapai puncak penelaahan, jangan disela dengan acara santai.”

  5. Nabi bersabda, “Seorang Junzi hati-hati (biarpun dalam masalah kecil), dengan demikian dihindari kesalahan yang membawa bencana. Kesungguhan hatinya tidak dapat ditutupi. Laku hormatnya menjauhkan dari hal yang memalukan.”

  6. Nabi bersabda,”Dengan sikapnya yang penuh wibawa dan hormat, tiap hari menjadi kian kuat (untuk hal yang baik); bila hanya merasa nyaman dan kurang pengendalian diri, tiap hari akan menjadi kian buruk. Seorang Junzi biar hanya sehari tidak membiarkan dirinya ternoda; betapa ia tidak dapat menggenapkan harinya dengan dengan baik?”

  7. Nabi bersabda, “Berjaga dan berpuasa dituntut untuk persiapan mengabdi kepada Gui Shen (Tuhan Yang Maha Rokh); hari dan bulan dipilih sebelum menghadap penguasa: --- hal ini karena khawatir rakyat tidak mempunyai rasa hormat.”

  8. Nabi bersabda, “(Orang rendah budi) sembaranangan dan kasar. Ia mungkin mati karena itu tetapi tidak takut.”

  9. Nabi bersabda, “Tanpa utusan yang menjadi perantara, tidak ada saling penerimaan satu terhadap yang lain; tanpa ada pemberian sesuai Li, tidak ada saling bertemu: --- Ini menghendaki agar rakyat tidak saling melakukan tindakan yang mengacaukan satu terhadap yang lain! Disuratkan di dalam kitab Yi Jing, ‘Ketika pertama-tama bertanya , ia penuh kesungguhan hati, maka kuberitahu. Pertanyaan yang kedua, yang ketiga itu mengacau. Karena mengacau, tidak kuberitahu.’ (Yi Jing 4 : Firman).”

  10. Demikianlah sabda Nabi, “Cinta kasih (Ren) itulah kesuri tauladanan untuk bawah langit ini; kebenaran (Yi) itulah peraturan untuk bawah langit ini; dan pembalasan (Bao) itulah keuntungan (buah) bagi bawah langit ini.”

  11. Nabi bersabda, “Bila kebajikan dibalas dengan kebajikan, rakyat akan mendapat dorongan (berbuat baik); bila tindak melukai dibalas tindak melukai, rakyat akan mendapat peringatan (untuk menghindari perbuatan buruk / jahat). Tersurat di dalam kitab sanjak, ‘tiada kata yang tidak menimbulkan lawan, tiada kebajikan yang tidak berbalas.’ (Shi Jing III.iii.26). Di dalam kitab Tai Jia tersurat, ‘Rakyat, bila bukan karena rajanya, tidak akan mendapat bimbingan membangun penghidupannya. Raja, bila bukan karena rakyatnya, tidak dapat memerintah keempat penjuru negerinya.’ (Shu Jing IV.VB.2).”

  12. Nabi bersabda, dengan kebajikan membalas tindak yang melukai, itu meluaskan pribadi orang itu dalam cinta kasihnya. Dengan tindak melukai membalas kebajikan, itulah orang yang harus dihukum mati.” (bandingkan dengan Lun Yu XIV.34)

  13. Nabi bersabda, Tanpa didorong keinginan sudah menyukai cinta kasih, tanpa didorong rasa takut sudah telah membenci laku tidak cinta kasih, di bawah langit ini (di sini atau disana) mungkin hanya ada satu orang saja. Maka seorang Junzi menapakkan dirinya sendiri dalam jalan suci dan mengamalkannya dalam membangun hukum bagi rakyat.”

  14. Nabi bersabda, “Cinta kasih ada tiga macam : melakukan cinta kasih bersama untuk membangun kebaikan mungkin didorong oleh perasaaan yang berbeda. Melakukan cinta kasih bersama untuk membangun kebaikan hakikat cinta kasihnya belum dapat diketahui. Melakukan cinta kasih bersama yang mengakibatkan berbuat salah barulah hakikat cinta kasihnya dapat diketahui. Berbuat cinta kasih karena merasa sentosa di dalam cinta kasih, berbuat bijakasana karena merasa beruntung di dalam cinta kasih dan takut akan kesalahan sehingga memperkokoh cinta kasihnya.

  15. “Cinta kasih itu di kanan, jalan suci itu di kiri. Cintakasih itulah kemanusiaan (yang utuh); jalan suci itulah kebenaran (yang wajib di jalani). Orang yang tebal kebajikannya tetapi tipis rasa kebenarannya menimbulkan perilaku akrab-kasih (Qin) tetapi tidak memuliakan. Orang yang tebal rasa kebenarannya tetapi tipis cinta kasihnya itu menimbulkan perilaku memuliakan tetapi tidak ada rasa akrab-kasih (Qin).

    Jalan suci itu ada yang bersifat puncak (mutlak), kebenaran dan perhitungan. Jalan suci puncak bagi raja, jalan suci kebenaran bagi rajamuda pemimpin dan jalan suci yang berdasar perhitungan agar tidak mengalami kekeliruan.”

    Demikianlah sabda Nabi: ---“Tentang cinta kasih ada berbagai peringkat; tentang kebenaran ada pertimbangan panjang, pendek, kecil, besar. Di tengah hati ada rasa kasih sayang yang dalam: cinta kasih yang mencintai manusia. Ada suri tauladan (pada zaman kuno) yang mengkokohkan pengalaman Cinta kasih. Di dalam kitab sanjak tersurat, ‘Dimana mengalir sungai Feng, di situ tumbuh jawawut putih. Demikianlah raja Wu mengangkat orang-orangnya yang mampu menunjukkan nilainya! Bagi putera-puteranya diwariskan rencananya yang bijak dan tahtanya sungguh Raja Wu seorang penguasa yang mampu dan bijak’ (Shi Jing III.i.10,6). Itulah cinta kasih yang dikembangkan sampai banyak generasi. Di dalam Guo eng (Nyanyian rakyat dari berbagai negeri) disuratkan, ‘Diri dilecehkan, hidup dirusakkan, apa yang boleh untuk masa depan?’ (Shi Jing I.iii.10,3) itulah cinta kasih yang dikembangkan hanya untuk sepanjang hayat.”

  16. Nabi bersabda, “Cinta kasih itu laksana bejana yang berat dan laksana jalan yang jauh. Orang yang berusaha mengangkatnya tidak mampu menanggung beratnya; yang ingin menjalani tidak ada yang mencapai akhir jaraknya. Yang menuntut banyak perbedaan peringkat itulah cinta kasih; yang menuntut segenap kekuatan dan kemampuan itulah cinta kasih; tidakkah itu sulit? Maka seorang Junzi mengukur manusia dengan ukuran kebenaran dan ternyata sulit menemukan orang yang (yang memenuhi syarat) itu. Bila ia memandang manusia, membandingkan yang satu dengan yang lain dan ia tau siapa di antara mereka yang lebih bijaksana.”

  17. Nabi bersabda, “Orang yang di tengah hatinya merasakan sentosa di dalam cinta kasih, di bawah langit ini mungkin hanya ada satu orang (disana atau di sini). Di dalam Da Ya (kitab pujian besar dalam kitab sanjak) tersurat, “Kebajikan itu ringan bagai bulu namun jarang rakyat yang dapat mengangkatnya. Saat kurenungkan hal itu, kiranya hanya Zhong San Fu dapat mengangkatnya. Aku mencintainya namun betapa aku dapat membantunya?’ (Shi Jing III.iii.6,6). Di dalam Xiao Ya (kitab pujian kecil dalam kitab sanjak) tersurat, ‘Ke atas gunung tinggi aku memandang, jalan besar itu mudah di jalani.’ (Shi Jing II.vii.4,5).”

  18. Nabi bersabda, “Demikianlah penulis sanjak ini menyukai cinta kasih, (Semuanya mengajarkan kita betapa) seseorang harus menempuh perjalanan, jangan patah semangat di tengah jalan, lupakan bahwa diri sudah tua, jangan pikirkan kalau tahun-tahun yang akan di jalani tidak mencukupi, sepenuh tenaga dari hari ke hari menjalani dan hanya boleh berhenti bila ajal telah datang menjemput.”

  19. Nabi bersabda,”Sulitnya menggenapkan / menyempurnakan cinta kasih sudah lama di antara manusia; orang bahkan telah keliru tentang apa yang disukainya; --- maka salahnya orang yang berupaya berperi cinta kasih ialah mudah memaafkan diri.”

  20. Nabi bersabda, “Laku hormat (Gong) mendekatkan diri kepada Li (kesusilaan), hemat cermat (Jian) mendekatkan diri kepada Cinta kasih (Ren), dapat dipercaya (Xin) mendekatkan diri kepada rasa (Qing). Bila orang dengan rasa hormat dan rendah hati melaksanakan (kebajikan) itu, biar ada kesalahan tidak akan terlalu besar. Laku hormat mengurangi kesalahan; yang ada rasa, ia boleh dipercaya; yang hemat akan mendapatkan kemudahan mengemban suatu kewajiban: --- dengan demikian perbuatan keliru, tidakkah akan jarang dilakukan? Di dalam kitab sanjak tersurat,’Orang yang ramah dan penuh hormat akan memiliki dasar kebajikan.’ (Shi Jing III.iii.2.9).”

  21. Nabi bersabda, sulitnya menggenapkan / menyempurnakan cinta kasih sudah lama: hanya seorang Junzi dapat melakukan itu. Maka seorang Junzi tidak menyusahkan orang dengan menuntut mereka melakukan apa yang hanya ia sendiri mampu, dan tidak mempermalukan orang lain dengan menuntut mereka melakukan hal yang mereka tidak mampu. Maka seorang nabi meletakkan dasar perilaku (yang umum), tidak menjadkan dirinya sebagai ukuran, tetapi memerintahkan rakyat agar mereka mampu mendorong diri sendiri berupaya, dan memiliki perasaan malu kalau tidak dapat melaksanakan apa yang dikatakan. Li itu membatasi perilaku; sikap dapat dipercaya untuk mengikat sikap pribadinya; perilaku yang benar (Yong Mao) untuk membenahi segala sesuatunya; pakaian yang dikenakan untuk membedakan, dan persahabatan untuk menyempurnakan itu: --- dengan demikian diharapkan rakyat mempunyai kesatuan pandang. Di dalam kitab Xiao Ya tersurat, ‘Tidak malukah kepada manusia? Tidak takutkah kepada Tian?’ (Shi Jing II.v.5,3).”

    Maka bila seorang junzi mengenakan pakaian (sesuai dengan peringkatnya), ia memperindahnya dengan perilaku seorang Junzi’ perilakunya itu diperindah dengan Bahasa seorang Junzi; dan Bahasa itu dimuliakan dengan kebajikan seorang Junzi. Maka seorang Junzi malu mengenakan pakaian yang tidak disertai dengan perilaku yang baik / tepat; malu dengan perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang diucapkan; dan malu dengan ucapan yang tidak sesuai dengan kebajikan; malu memiliki kebajikan yang tidak sesuai dengan tindakannya / perbuatannya. Karena itulah bila seorang Junzi mengenakan pakaian berkabung (Shuai), pada wajahnya nampak suasana sedih; bila mengenakan Duan (pakaian berkabung yang potongannya persegi) dan Mian (topi berkabung yang atasnya persegi), pada wajahnya nampak rasa hormatnya; bila ia mengenakan zirah beserta penutup kepalanya, pada wajahnya Nampak tidak dapat diganggu. Di dalam kitab sanjak tersurat, ‘Burung undan di atas tanggul, tidak akan membasahi sayapnya. Makhluk ini tidak menyebut pakaian yang dikenakan’ (Shi Jing I.xiv.2,2).”

  22. Demikianlah sabda Nabi: ---‘Apa yang dinamakan kebenaran oleh seorang Junzi itu, menunjukkan bahwa yang berkedudukan mulia maupun rendah semuanya mempunyai kewajiban pengabdian yang wajib dikerjakan di bawah langit ini. Seorang Tianzi meluku tanah sendiri untuk bertanam padi yang akan digunakan untuk mengisi bejana sembahyangnya dan gandum hitam untuk membuat anggur wangi untuk keperluan sembahyang kehadirat Shang Di (Tuhan Khalik Semesta Alam di tempat Maha Tinggi), dan dengan cara itu pula para Zhu Hou (rajamuda) rajin-rajin mengerjakan keperluan pengabdian kepada Tianzi.”

  23. Nabi bersabda, ‘Bawahan di dalam mengabdi kepada atasan mendapatkan kesempatan melakukan kebajikan besar untuk melindungi rakyat; tetapi ia tidak berani mempunyai perasaan hati menjadi penguasa atas rakyatnya, ini menunjukkan betapa tebal cinta kasihnya. Maka seorang Junzi berperilaku penuh hormat dan hemat di dalam mengamalkan cinta kasihnya, dan bersikap dapat dipercaya serta suka mengalah untuk memenuhi tuntutan Li (kesusilaan). Ia tidak meninggikan diri di dalam melakukan pengabdian; ia tidak berupaya hanya memuliakan diri sendiri. Ia rendah hati tentang kedudukannya dan mengurangi keinginan-keinginannya. Ia berlaku mengalah kepada yang bijak dan bajik. Ia merendahkan diri dan memuliakan orang lain. Ia hati-hati dan takut berbuat tidak benar, yang diupayakan ialah bagaimana baik-baik mengabdi kepada penguasanya. Bila ia berhasil (dan mendapat pujian), ia merasa telah berbuat benar, bila tidak berhasil, ia juga masih merasa telah berbuat benar: --- bersiap menerima / mendengar firman Tian atas dirinya. Di dalam kitab sanjak tersurat, ‘hijau segar tumbuh sulur-suluran itu, lekat merambati cabang dan ranting. Sungguh ramah dan rendah hati seorang Junzi. Ia mencari kebahagiaan tanpa membengkokkan perilaku.’ (Shi Jing III.i.5,6). Bukankah itu akan mengatakan tentang baginda Shun, Yu, Wen Wang, dan pangeran Zhou Gong yang telah memiliki kebajikan besar untuk mengatur rakyatnya dan tetap hati-hati melayani penguasanya. Di dalam kitab sanjak disuratkan pula, ‘Demikianlah raja Wen dengan penuh hati-hati dan hormat-cermat, sepenuh hati mengabdi kepada Shang Di dan karenanya lestari banyak kebahagiaan / karunia yang diterimanya; kebajikannya pun tidak terbengkokkan; demikianlah diterima negeri-negeri dari segala penjuru.’ (Shi Jing III.i.2.3).”

  24. Nabi bersabda, “Nama gelar raja yang telah mendahulu itu adalah untuk memuliakan nama pribadinya, tetapi hanya dibatasi untuk satu sifatnya yang terbaik; --- mereka malu bila nama itu mengatasi / melebihi perbuatannya. Maka seorang Junzi tidak membesar-besarkan pengabdiannya juga tidak membesar-besarkan kebaikannya melainkan berupaya menepati kebenaran yang terasakan; perbuatan yang berlebihan tidak diikuti, melainkan berupaya mendudukkan diri pada tempatnya dan yang baik. Ia mengungkapkan kebaikan orang lain dan mengindahkan jasa-jasa orang lain dan menempatkan diri di bawah orang-orang yang bijak dan bajik. Maka seorang Junzi meskipun merendahkan dirinya, rakyat menghormat dan memuliakannya.”

  25. Nabi bersabda, “Hou Ji (Menteri pertanian Baginda Yao dan Shun), nenek moyang raja Wen, adalah orang yang berkebaikan besar bagi bawah langit ini, bolehkah kaki dan tangannya dianggap seperti milik orang biasa? Tetapi apa yang diinginkan ialah berupaya agar perilakunya mengatasi namanya, karena itu ia menyebut dirinya hanya ‘seorang yang ingin berguna bagi orang lain.’”

  26. Demikianlah sabda Nabi : --- “Sungguh sukar untuk mencapai apa yang dinamakan dengan Cinta Kasih oleh seorang Junzi! Di dalam kitab sanjak tersurat,”Seorang Junzi yang bahagia dan rendah hati itu, adalah ayah bunda rakyat.’ (Shi Jing III.ii.7) bahagia karena ia sekuat tenaga mendidik mereka, rendah hati karena ia menjadikan mereka mendapatkan kesentosaan atau keselamatan. Dengan mendapatkan kebahagiaan, maka tidak ada kemewahan yang liar. Dengan pandangan yang berdasar Li, maka ada rasa kasih. Meskipun penuh kewibawaan di dalamnya terkandung kesentosaan; meskipun dipenuhi rasa bakti dan kasih sayang, di dalamnya ada rasa hormat. Dengan demikian kepadanya ada rasa memuliakan seperti kepada ayah dan ada rasa kasih seperti kepada ibu. Karena demikian barulah kemudian ada ungkapan sebagai ayah bunda rakyat. Kalau bukan orang yang mencapai puncak kebajikan, siapakan yang dapat demikian?

    “Kini, kasih seorang ayah kepada anaknya; --- ia mencintainya seperti kepada para bijaksana, dan menempatkan yang rendah kemampuannya tidak seperti ibu mengasihi anaknya; tetapi kasih ibu kepada anak adalah demikian, ia mencintai yang bijak dan menaruh kasihan kepada yang tidak mampu; seorang ibu mengutamakan kasih bukan pemuliaan; seorang ayah mengutamakan pemuliaan dan tidak pada masalah kasih. Memandang rakyat sebagai air di situ ada rasa kasih tetapi bukan pemuliaan; bila dipandang sebagai api, sikap itu memberi pemuliaan tetapi tidak kasih; bila memandang rakyat sebagai tanah di situ ada rasa kasih tetapi tidak ada pemuliaan; bila dipandang sebagai langit di situ ada pemuliaan tetapi tidak ditunjukkan kasih; memandang rakyat sebagai firman di situ ada kasih tetapi tidak pemuliaan; bila dipandang sebagai nyawa (Gui) di situ ada pemuliaan tetapi tidak ditunjukkan dalam wujud kasih.”

  27. Nabi bersabda,”Jalan suci dinasti Xia memuliakan firman (yang) dikaruniakan kepada manusia); mereka melayani Nyawa (Gui) dan menghormati Rokh (Shen) tetapi mengambil jarak (dari jauh), akan menjadikan orang dekat dan satya; didahulukan gaji / imbalan dan membelakangkan pemaksaan kekuasaan: mendahulukan anugerah dan membelakangkan penghukuman; ini menunjukkan kasih (kepada rakyat) tetapi tidak memberikan pemuliaan. Dampak buruk bagi rakyat ialah mereka menjadi bodoh dan tidak tahu, sombong dan kasar, tidak terbina dan tanpa beroleh kesempurnaan perilaku. “Orang dinasti Yin memuliakan rokh dan membimbing rakyat dengan melayani para rokh; mendahulukan Nyawa (Gui) dan membelakangkan Li (kesusilaan); mendahulukan hukuman dan membelakangkan anugerah; ditunjukkan sikap pemuliaan (kepada rakyat) tetapi tidak ditunjukkan kasih kepadanya. Dampaknya bagi rakyat ialah mereka menjadi resah, tidak dapat tenang, ingin menang dan tidak tahu malu. “Orang dinasti Zhou memuliakan Li dan meninggikan semangat memberi; mereka melayani Nyawa (Gui) menghormati rokh tetapi dari jauh; menjadikan orang dekat dan memiliki sifat satya di dalam menganugerahi dan menghukum, digunakan beragam peringkat; di situ ditunjukkan adanya kasih tetapi tidak pemuliaan. Dampak bagi rakyat ialah mereka berebut keuntungan dan licik, semuanya ingin mendapatkan kesempurnaan diri dan tidak punya rasa malu; saling melukai satu kepada yang lain dan perasaan menjadi gelap.”

  28. Nabi bersabda, “Jalan suci dinasti Xia tidak merepotkan rakyat dengan berbagai tuntutan; dan tidak menuntut rakyat mampu menyiapkan segala perkara atau mengharap mereka mempunyai pandangan yang besar; dan rakyat ternyata tidak merasa jenuh dalam kasih (antara sesama maupun dengan penguasanya). “Orang dinasti Yin tidak merepotkan rakyat tentang berbagai Li (upacara) tetapi menuntut rakyat siap dalam segala-galanya. “Orang dinasti Zhou memacu keperkasaan rakyat dan tidak merepotkannya dengan berbagai upacara pelayanan kepada Rokh (Shen); tetapi menggiatkan mereka dengan cara memberi hadiah, peringkat kedudukan, hukuman dalam keputusan-keputusannya.”

  29. Nabi bersabda, “Berdasar jalan suci Yu (Shun) dan dinasti Xia, jarang di antara rakyat yang menggerutu. Berdasarkan jalan suci dinasti Yin dan Zhou, tidak banyak mampu mengatasi kesalahan-kesalahan.”

  30. Nabi bersabda, “Yu (Shun) dan dinasti Xia mengutamakan makna (Zhi), sedangkan dinasti Yin dan Zhou mengutamakan hiasan yang mewujud (Wen). Kedua-duanya memiliki sifat puncak / ekstrim. Hal-hal yang bersifat hiasan yang mewujud (dalam peradaban Yu (Shun) dan dinasti Xia) tidak menang terhadap makna yang terkandung. Makna yang terkandung (dalam peradaban dinasti Yin dan Zhou) tidak menang terhadap hiasaan yang Nampak mewujud.”

  31. Demikianlah sabda Nabi disuratkan: ---“Pada zaman kemudian, biarpun muncul orang-orang yang mampu berkarya, tetapi tidak ada yang menyamai baginda Yu Di (Yu Shun). Beliau menjadi penguasa atas bawah langit ini, tetapi saat hidupnya tidak mempunyai pikiran yang mementingkan diri sendiri, dan setelah mangkat tidak menjadikan puteranya menjadi pewaris kebesarannya. Beliau memperlakukan rakyat sebagai anak-anaknya dan beliau sendiri seperti ayah bunda mereka. Beliau mempunyai rasa cinta yang mendalam (seperti seorang ibu) dan mendidik mereka dengan satya yang membawakan keberuntungan (seperti seorang ayah). Saat beliau menunjukkan kasihnya, beliau juga memberikan mereka pemuliaan; beliau memberi rasa sentosa tetapi juga menimbulkan rasa hormat; di dalam kewibawaannya juga Nampak perasaan cintanya; biarpun kaya tetap memegang Li; dan di dalam kemurahan hatinya beliau juga mampu membagi dengan adil. Seorang Junzi memuliakan cinta kasih, takut berkait dengan kebenaran; malu melakukan pemborosan dan hanya menyimpan sedikit dari apa yang didapatkan; satya tetapi tidak melanggar; memegang kebenaran tetapi patuh; sempurna hiasan yang mewujud (bentuk luar) tetapi tenang; murah (luas) hati tetapi mampu membedakan (menganalisa). Tersurat di dalam Fu (Lu) Xing, ‘kebajikannyalah yang menimbulkan rasa takut dan hormat dan kecerahan kebajikannyalah yang membawakan kecerahan bagi semua.’ (Shu Jing V.xxvii. 6,7). Siapakah selain baginda Yu Di mampu berbuat demikian?”

  32. Demikianlah sabda Nabi disuratkan: --- “Seorang menteri di dalam mengabdi kepada penguasanya pertama-tama wajib mampu mengungkapkan saran-sarannya dan (bila diterima), ia akan menghormat dengan bai serta dengan sukarela mempersembahkan dirinya untuk menggenapi sikap dapat dipercayanya. Oleh karena itu, pengabdian apapun yang dituntut penguasanya, menteri itu siap mati untuk menegakkan kata-katanya. Maka gaji yang diterima tidak diperoleh dengan cara kepura-puraan dan hal-hal yang menjadikan ia menanggung kesalahan akan kian berkurang.”

  33. Nabi bersabda, “Di dalam mengabdi kepada penguasa, bila kata-katanya bernilai besar (dan diterima), keuntungan besar (bagi negara) dapat diharapkan; bila kata-katanya bernilai kecil, keuntungan hanya kecil (bagi negara) dapat diharapkan. Maka seorang Junzi tidak akan dari kata-kata yang benilai kecil, menerima gaji besar juga tidak dari kata-katanya yang bernilai besar menerima gaji kecil. Tersurat di dalam Kitab Yi Jing, ‘Tidak dimakan / dinikmati untuk keluarga sendiri; karunia (Yi Jing heksagram 26:Firman).”

  34. Nabi bersabda, “Mengabdi kepada penguasa tidak merendahkan diri untuk mencapai hal-hal yang remeh, juga tidak melambung tinggikan kata-kata, juga tidak menerima pengenalan diri kepada orang yang tidak layak. Tersurat di dalam Xiao Ya, ‘Genapilah kewajiban sesuai kedudukan, jalinlah hubungan dengan orang yang tegak lurus pribadinya. Tuhan Yang Maha Rokh akan mendengar dan mengkaruniaimu dengan segala yang baik.’ (Shi Jing II.vi.3,4).”

  35. Nabi bersabda, ‘Mengabdi kepada penguasa saat berdiam di tempat jauh, melakukan penyanggahan adalah penjilat; yang kediamannya dekat dengan penguasa itu, tidak melakukan sanggahan adalah sifat mencari keuntungan demi mempertahankan kedudukan.”

  36. Nabi bersabda, “Menteri yang dekat penguasa wajib melestarikan harmoninya (kebajikan). Perdana menteri wajib meluruskan beratus jawatan. Menteri besar wajib menaruh perhatian / memikirkan segenap wilayah di empat penjuru”

  37. Nabi bersabda, “Mengabdi kepada penguasa harus ada keinginan melakukan penyanggahan tapi jangan berkeinginan menggelar (kesalahan-kesalahannya). Di dalam kitab sanjak tersurat, ‘Di dalam hati mencintai, mengapa tidak mengatakan? Bila di dalam hati tersimpan, kapankah dapat melupakan?’ (Shi Jing II.viii.4,4).”

  38. Nabi bersabda, “Mengabdi kepada penguasa bila sulit untuk mau maju / tampil dan mudah untuk mundur, maka kedudukan itu akan mendapatkan orang yang tepat. Bila mudah maju dan sulit mundur, maka akan terjadi kekacauan. Maka seorang Junzi, setelah tiga kali (menolak) dengan melakukan Yi (menghormat dengan menaikkan tangan sampai dahi) baru mau maju tetapi sekali mengucapkan kata menolak, langsung mundur, ini menjauhkan kekacauan.

  39. Nabi bersabda, “Mengabdi kepada penguasa, setelah tiga kali meninggalkan sidang istana (karena nasihatnya ditolak) tidak keluar dari batas negara, itu menunjukkan masih menginginkan mendapatkan keuntungan / gaji. Biar orang berkata bahwa dia tidak berupaya memaksa penguasanya), aku tidak percaya.”

  40. Nabi bersabda, “Mengabdi kepada penguasa wajib hati-hati saat memulai dan bersikap sungguh-sungguh (hormat) sampai akhir.”

  41. Nabi bersabda, “Mengabdi kepada penguasa boleh berkedudukan mulia, boleh berkedudukan rendah. Boleh kaya, boleh miskin, boleh hidup, boleh dibunuh tetapi tidak boleh mau disuruh melakukan kekacauan.”

  42. Nabi bersabda, “Mengabdi kepada penguasa bila di dalam angkatan perang orang tidak boleh menghindari kesulitan; bila di istana orang tidak boleh menolak kedudukan rendah. Menempati suatu kedudukan, jangan membiarkan urusan menjadi kacau. Karena itu, bila seorang penguasa memberinya suatu tugas, ia memikirkan hati-hati apa yang perlu dan selanjutnya dikerjakan; bila tugas itu tidak cocok dengan pikirannya, ia lebih hati-hati memikirkannya tentang apa-apa yang perlu dan selanjutnya mengerjakan itu. Bila urusan itu telah selesai dikerjakan ia mengundurkan diri: --- demikianlah seorang menteri / pembantu yang sungguh-sungguh menunaikan tugasnya. Di dalam kitab Yi Jing tersurat, “Tidak mengabdi bekerja kepada raja atau bangsawan, tetapi pengabdiannya lebih luhur dan mulia’ (Yi Jing Heksagram 18: Kalam – Sembilan sebagai garis atas)”

  43. Nabi bersabda, “Hanya Tianzi (kaisar) yang menerima firman dari Tian; pejabat biasa menerima firman Tian; pejabat biasa menerima tugas dari penguasanya. Maka bila titah seorang penguasa selaras dengan firman itu; titah kepada menterinya juga serasi dengan firman itu; tetapi bila titah seorang penguasa berlawanan dengan firman, maka titahnya kepada menterinya juga berlawanan dengan firman itu. Tersurat di dalam kitab sanjak,’Betapa kokoh setia pasangan gagak; sungguh berani burung puyuh itu. Orang itu tiada kebaikan namun aku harus menganggapnya penguasa.’ (Shi Jing I.iv.5,2).”

  44. Nabi bersabda, “Seorang Junzi tidak menilai orang hanya dari kata-katanya. Maka bila dunia di dalam jalan suci, dari cabang dan daun-daunnya akan nampak perilakunya yang benar; bila dunia ingkar dari jalan suci, maka cabang dan daunnya tidak lebih hanya kata-kata.

    “Sesuai dengan hal itu, seorang Junzi bila menjumpai peristiwa perkabungan dan tidak mampu membantu pembiayaan ia tidak berani bertanya. Bila ia menjumpai orang yang sakit tetapi tidak mampu memberinya makan, ia tidak bertanya apa yang diinginkan; bila ada seorang tamu tetapi tidak mampu memberi penginapan, ia tidak bertanya dimana orang itu akan tinggal. Maka seorang Junzi di dalam melakukan jalinan dapat dibandingkan seperti air, sedang orang rendah budi di dalam melakukan jalinan dapat dibandingkan seperti anggur manis. Seorang Junzi nampak tawar tetapi membantu menyempurnakan, sedang seorang rendah budi nampak manis tetapi menghancurkan. Di dalam Xiao Ya tersurat, “Kata-katanya sungguh manis, namun kekacauan berkembang.’ (Shi Jing II.v.4,3)

  45. Nabi bersabda, “Seorang Junzi tidak mengangkat orang dengan kata-kata, maka rakyat menjadi setia. Maka seorang Junzi bila bertanya kepada seseorang apakah menderita kedinginan, ia memberikan pakaian; bila bertanya kepada seseorang apakah ia lapar, ia memberinya makanan; bila ia memuji kebaikan seseorang itu, ia memberinya kedudukan. Di dalam Guo Feng tersurat, “Hatiku bersedih; --- maukah dia pulang kepadaku?’ (Shi Jing I.xiv.1,3).”

  46. Nabi bersabda mulut bermurah tetapi kenyataan tidak datang; penyesalan dan bencana akan mengenai diri. Maka seorang junzi lebih suka orang menyesalinya (karena ia menolak membantu) daripada mengobral janji. Di dalam Guo Feng tersurat, ‘Harmonislah dalam bicara dan tawa, tegas-tegas berprasetialah untuk dapat dipercaya, jangan berpikir berbalik-balik. Bila berbalik-balik tidak akan dapat berpikir. Demikianlah semuanya berlangsung.’ (Shi Jing I.v.4,6).”

  47. Nabi bersabda, seorang Junzi tidak memanfaatkan wajah mengakrabi orang seperti sekalipun sabar perasaan tetapi bersikap akrab. Perilaku orang yang rendah budi itu seperti pencuri yang melubangi tembok.”

  48. Nabi bersabda, “Yang penting di dalam perasaan ialah kejujuran / dapat dipercaya; yang penting di dalam kata-kata ialah dapat diwujudkan / dibuktikan.”

  49. Demikianlah sabda Nabi: --- “Raja ketiga dinasti yang bijaksana zaman dahulu itu semuanya melakukan pengabdian kepada Shen Ming (Cahaya Tuhan/Rokh) daripada langit dan bumi tetapi tidak pernah tidak menggunakan batok kura-kura dan rumput Shi untuk melakukan kajian. Mereka tidak berani menggunakan penilaian pribadi di dalam mengabdi kepada Shang Di (Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi). Maka, mereka tidak melanggar hari dan bulan karena mereka tidak melakukan hal yang bertentangan dengan hasil kajian dengan batok kura-kura dan rumput Shi. Batok kura-kura dan rumput Shi tidak digunakan untuk melakukan kajian berturut-turut untuk hal yang sama.

    Untuk urusan / upacara besar, ada ketentuan musim dan hari; untuk urusan / upacara yang lebih kecil tidak ada ketentuan musim dan hari. Untuk menentukan itu digunakan kajian dengan rumput Shi. Untuk urusan luar digunakan hari ganjil (hari keras / Gong Ri) dan untuk urusan dalam digunakan hari genap (hari lunak / Rou Ri). Dengan demikian tidak berlangganan dengan hasil kajian dengan batok kura-kura maupun rumput Shi.”

  50. Nabi bersabda, “Dengan hewan kurban yang sempurna, berpedoman pada Li dan Yue (kesusilaan dan Musik) dan bejana untuk berbagai biji-bijian, (mereka) melakukan sembahyang. Maka tiada bahaya yang diterima dari Gui Shen (Yang Maha Rokh) dan rakyat beratus marga itu tidak ada penyesalaan.”

  51. Nabi bersabda, “Upacara sembahyang untuk Hou Ji (menteri pertanian zaman Yao dan Shun) itu memberi kemudahan untuk mendapatkan rejeki / kebahagiaan. Bahasanya penuh hormat; keinginan yang diharapkan sederhana; dan berkah yang diterimanya turun kepada anak cucu. Tersurat di dalam kitab sanjak, ‘Hou Ji menegakkan sembahyang dan tidak seorang rakyatpun menyesalinya atau menyalahkan. Semuanya berlangsung turun sampai kini.’ (Shi Jing III.ii.1,8).”

  52. Nabi bersabda, ‘Alat pengkaji yang digunakan orang besar (Da Ren) wajib dipegang dengan Khidmat dan hormat. Tianzi tidak melakukan pengkajian dengan menggunakan rumput Shi Sedang para rajamuda di dalam menjaga negerinya melakukan kajian dengan rumput Shi. Mereka melakukan kajian dengan batok kura-kura untuk menentukan ruangan dan tempat tidurnya. Tianzi tidak melakukan kajian dengan batok kura-kura; ia selalu diam di Da Miao (Kuil Besar).”

  53. Nabi bersabda, ‘Para Junzi, untuk menunjukkan pernyataan hormatnya, mereka menggunakan peralatan upacara sembahyangnya. Dalam hal ini mereka tidak keliru untuk memperhatikan hari dan bulan dan tidak berbuat yang melanggar hasil kajian dengan batok kura-kura dan rumput Shi. Dengan demikian mereka menunjukkan rasa hormatnya kepada penguasa yang menjadi atasannya. Dengan demikian yang di atas tidak merepotkan rakyat dan rakyat tidak melecehkan atasannya.”