logo

Shi Jing VII

Sanjak dari Negeri Zheng

    1. Betapa sesuai jubah ini untukmu! Bila rusak akan kami ganti. Kami akan datang ke kantormu, sekembalinya akan kami kirim jamuan.
    2. Betapa bagus jubah ini untukmu! Bila rusak akan kami ganti. Kami akan datang ke kantormu, sekembalinya akan kami kirim jamuan.
    3. Betapa cocok jubah ini untukmu! Bila rusak akan kami ganti. Kami akan datang ke kantormu, sekembalinya akan kami kirimi jamuan.
  1. Catatan:

    Raja Zhou Xuan Wang (826 – 781 s.M.) mengaruniai saudaranya yang bernama Bo You wilayah Zheng dan kemudian mendapat gelar Zheng Huang Gong (806 – 771 s.M.). Ia terbunuh pada tahun 771 s.M ketika membela raja Zhou You Wang (781 – 771 s.M.) yang ibukotanya dihancurkan oleh orang-orang Quang Rong. Zhou You Wang pun terbunuh. Putranya yang bernama Jue Tu setelah menggantikan kedudukan ayahnya berhasil mengusir orang-orang Quan Rong dan mendapat gelar Zheng Wu Gong (770 – 744 s.M). Sanjak di atas mengungkapkan pujian rakyat negeri Zheng untuk pangeran Zheng Wu Gong.

    1. Hai Jiang Zhong Zi, jangan melompat ke halamanku; jangan mematahkan pohon Qi (willow) ku, adakah aku menyayanginya? Tetapi aku takut ayah bundaku. O! Zhong terkasih, kata-kata ayah bundaku itu yang kutakuti.
    2. Hai Jiang Zhong Zi, jangan melompati tembokku; jangan mematahkan pohon besaranku, adakah aku menyayanginya? Aku takut kata-kata kakakku. O! Zhong terkasih, kata-kata kakakku itu yang kutakuti.
    3. Hai Jiang Zhong Zi, jangan melompat masuk ke tamanku; jangan mematahkan pohon cendanaku, adakah aku menyayanginya? Aku takut kata-kata orang banyak itu. O! Zhong terkasih, kata-kata orang banyak itu yang kutakuti.
  2. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang perempuan yang memohon kekasihnya membiarkan dia sendiri dan tidak menimbulkan kecurigaan orang tua maupun yang lainnya. Berkait dengan sejarahnya dikatakan, pada tahun 742 s.M kedudukan pangeran Zheng Wu Gong digantikan putra sulungnya yang bernama Wu Sheng dan kemudian bergelar Zheng Zhuang Gong. Putra ini tidak disukai ibunya yang menyayangi adiknya yang bernama Duan. Kisah ini berakhir tragis karena adik itu memberontak dan ditumpas.

    1. Shu telah ke padang perburuan; di jalanan tiada nampak orang. Benarkah tidak ada orang? Mereka tidak menyukai Shu, Siapa sesungguhnya yang terpuji dan berperi Cinta kasih?
    2. Shu melakukan perburuan; di jalanan tidak nampak yang makan minum. Benarkah tidak ada orang yang makan minum? Mereka tidak menyukai Shu, Siapa sesungguhnya yang terpuji dan baik?
    3. Shu telah pergi ke hutan; Di jalanan tiada orang berkuda. Benarkah tidak ada yang berkuda? Mereka tidak menyukai Shu, Siapa sesungguhnya yang terpuji dan perwira?
  3. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan Shu Duan adik pangeran Zheng Zhuang Gong, perilakunya sewenang-wenang dan menjemukan rakyat. Ia sangat dikasihi ibunya maka oleh kakaknya diberi kekuasaan menjadi pembesar di kota Jing. Ternyata ia bermaksud memberontak – untuk memperkuat negerinya – ia memperbanyak senjata dan melatih rakyat menggunakannya.

    1. Shu telah ke padang perburuan, ia berkereta ditarik dua pasang kuda. Tali kendali digenggam bagai pita, kedua kudanya seolah menari. Shu telah di tanah berawa; mendadak dikelilingi obor berkobar, dengan lengan telanjang ia menangkap harimau, dan mempersembahkan itu kehadapan pangeran. O… Shu, jangan mencoba lagi; hati-hati engkau terluka.
    2. Shu telah ke padang perburuan, naik kereta ditarik dua pasang kuda kuning. Dua ekor sangat bagus, dua ekor mengikuti bagai angsa terbang. Shu ada di tanah berawa; mendadak obor berkobar mengelilinginya. Shu seorang pemanah canggih ! Juga seorang pengendara kereta yang piawai ! Kini ia mengendalikan kuda, kemudian ia membidikkan anak panah.
    3. Shu di padang perburuan, mengendarai kereta ditarik dua pasang kuda abu-abu. Yang sepasang lurus arah kepalanya, sepasang yang lain bagai bahunya. Shu ada di tanah berawa, obor nampak dimana-mana. Kuda Shu berjalan lambat; ia membidik tapi jarang; kini ia menyisihkan kotak panahnya; dan mengembalikan busur ke sarungnya.
  4. Catatan:

    Sanjak ini juga menceritakan tentang pangeran Shu Duan adik pangeran Zheng Zhuang Gong, yang menggambarkan kepiawaian dan ketangkasannya dalam berburu.

    1. Orang-orang Qing di Peng; kereta-keretanya bergerak berpasang-pasang. Berpasang-pasang tombak beserta hiasannya ditegakkan. Demikian mereka mengarungi bengawan He.
    2. Orang-orang Qing di Xiao; keretanya gagah bergerak berpasang-pasang. Berpasang-pasang tombak berkait ditegakkan. Demikian mereka melaju di bengawan He.
    3. Orang-orang Qing di Zhou; pasukan kereta berjalan gagah. Sais di kiri, pemegang tombak di kanan. Di tengah pasukan sang pemimpin nampak ceria.
  5. Catatan:

    Sanjak ini merupakan sindiran terhadap Pangeran Zheng Wen Gong (672 – 627 s.M.) yang sia-sia menggerakkan bala tentara Qing ke medan perang. Ini terjadi pada zaman Lu Min Gong (659 s.M.) ketika terjadi serbuan orang-orang Di ke negeri Wei.

    1. Baju bulu dombanya gemerlapan, sungguh halus tampan pangeran itu. Teguh kokoh ia, mengemban firman tidak berubah.
    2. Baju bulu domba itu dilapisi kulit macan tutul. Betapa gagah dan kuat. Teguh kokoh ia, menjadi tonggak negeri yang kokoh, memegang kebenaran.
    3. Betapa megah baju bulu domba itu! Betapa cemerlang ketiga macam hiasannya! Teguh kokoh ia, sebagai penopang Negara.
  6. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan kegagahan beberapa perwira negeri zheng. Ada tiga sanjak yang berjudul sama, Gao Qiu yakni I.X.VII dan I.XIII.I

    1. Sepanjang jalan raya itu, aku kokoh memegang bajumu. Jangan membenciku, jalinan lama jangan patah oleh peristiwa sesat.
    2. Sepanjang jalan raya itu, kupegang kokoh tanganmu. Jangan menganggap diriku hina, persahabatan lama jangan demikian cepat patah.
  7. Catatan:

    Sanjak ini bersifat menceritakan suatu harapan agar persahabatan lama tidak menjadi patah karena suatu peristiwa saja. Ada yang menafsirkan ini adalah gambaran rakyat negeri Zheng yang berharap Pangeran Zheng Zhuang Gong tidak memutuskan hubungan dengan orang-orang baik yang meninggalkannya kerena tidak puas terhadap kebijaksanaannya.

    1. Sang istri berkata, ‘Ayam telah berkokok’; sang suai berkata, ‘hari masih gelap’. ‘Bangun dan lihatlah bintang pagi telah cemerlang’; --- siapkan dirimu, dan kerjakanlah, membidik angsa dan bebek liar itu.
    2. ‘Bila anak panah dan busur telah siap, akan kukenakan itu untukmu. Bila telah rapi, kita boleh minum bersama, aku berharap sampai tua bersamamu. Siter dan kecapi di tanganmu memecah kesunyian dengan nada yang indah’.
    3. ‘Bila aku tahu siapa kenalanmu yang engkau nantikan, kan kuberi hiasan sabukku. Bila aku tahu kepada siapa engkau berkenan, akan kuberikan kepadanya hiasan sabukku. Bila aku tahu siapa yang kau sukai, akan kuberikan hiasan sabukku ganti persahabatannya’.
  8. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan kegembiraan keluarga, seorang istri mendorong suaminya di dalam menunaikan tugas maupun mengokohkan persahabatan.

    1. Seorang perempuan bersama dalam kereta, wajahnya bagai bunga Shun Hua (sejenis pohon pagar). Saat bergerak melaju, namun betapa indah batu kumala Ju hiasan sabuknya. Betapa cantik rupawan Meng Jiang, sungguh elok dan mengagumkan.
    2. Seorang perempuan berjalan bersamanya, penampilannya bagai bunga Shun Ying (sejenis bunga pagar). Saat bergerak saat melaju, batu kumala sabuknya berdenting-denting. Betapa cantik rupawan Meng Jiang, gema kebajikannya tidak terlupakan.
  9. Catatan:

    Sanjak ini berisi pujian bagi beberapa perempuan. Ada yang memperkirakan sanjak ini ditujukan untuk putra tertua pangeran Zheng Zhuang Gong yang bernama Hu yang dua kali menolak pernikahan yang ditawarkan oleh pangeran Qi Hou dan akhirnya menikah dengan putri dari negeri yang lebih kecil wilayah dan kekuatannya. Semua penasihatnya mengharapkan ia menerima tawaran pangeran Qi Hou untuk mendukung kedudukannya nanti sebagai pangeran negeri Zheng. Pada tahun 700 s.M, ia menjadi pangeran negeri Zheng dengan gelar Zheng Zhao Gong, tapi digulingkan oleh saudaranya. Pada tahun 696 s.M kembali menduduki tahta dan terbunuh tahun 694 s.M

    1. Di gunung ada pohon besaran; di rawa-rawa ada bunga teratai. Aku tidak melihat Zi Du, tetapi aku melihat sosok yang bodoh.
    2. Di gunung ada pohon cemara tinggi; di rawa-rawa menjalar tumbuhan You Long. Aku tidak melihat Zi Chong, tetapi aku melihat seorang remaja licik.
  10. Catatan:

    Sanjak ini sindiran seorang perempuan mengejek kekasihnya. Dikatakan sanjak ini ditujukan kepada pangeran Hu yang menolak gadis bijaksana yang ditawarkan bahkan mengambil istri yang tidak mampu membantu. Tentang Zi Du lihat Mengzi VI a.7.7. seorang pangeran yang tampan dari negeri Song. Yang dimaksud orang bodoh dan anak licik adalah pangeran Hu.

    1. Daun layu! Daun layu! Betapa angin meniupmu pergi! Paman muda! Paman tua! Perkenankanlah kami, menyertaimu!
    2. Daun layu! Daun layu! Betapa angin menerbangkanmu pergi! Paman muda! Paman tua! Perkenankanlah kami, menyertaimu (menyanyi)!
  11. Catatan:

    Sanjak ini mengungkapkan harapan perwira muda negeri Zheng menyertai perwira seniornya menghadapi kondisi Negara yang memprihatinkan.

    1. Anak nakal! Tidak mau bicara denganku! Tetapi apakah demi kamu, menjadikanku tidak dapat makan?
    2. Anak nakal! Tidak mau bersamaku makan! Tetapi apakah demi kamu, menjadikanku tidak dapat beristirahat?
  12. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan penyesalan terhadap pangeran Zi Hu (Lihat Kitab Chun Qiu JingLu Huan Gong tahun ke XV) yang hanya berbuat menurut pendapat sendiri, tidak mau melakukan konsultasi dengan anak buahnya. Ada juga yang menafsirkan sanjak ini menggambarkan setelah musim panen seorang penyanyi putri mengajak kawan-kawannya menyanyi dan menari bersama.

    1. Bila anda bermurah hati memikirkan aku, kusingsing jubah bawahku menyebrangi sungai Qin. Bila anda tidak memikirkanku, tidak adakah orang lain? Engkau bodoh, anak bodoh!
    2. Bila anda bermurah hati memikirkan aku, akan kusingsing jubah bawahku menyeberangi sungai Wei. Bila anda tidak memikirkanku, tidak adakah orang lain? Engkau bodoh, anak bodoh!
  13. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang perempuan yang ragu terhadap kekasihnya. Juga ditafsirkan ungkapan hati rakyat negeri Zheng yang menentukan pilihannya kepada pangeran Hu atau pangeran Tu. Pada tahun 700 s.M. Pangeran Hu menjadi pangeran Zheng Bo. Pada tahun itu pula ia digulingkan oleh adiknya yang bernama Tu. Pada tahun 696 s.M Tu dikalahkan dan melarikan diri, maka Hu kembali berkuasa. Tetapi sebelum akhir tahun itu Tu diberi kekuasaan kembali di sebuah kota yang kokoh di Zheng yang dikuasainya sampai Hu terbunuh pada tahun 694 s.M.; maka Hu diumpakan sebagai anak bodoh.

    1. Sungguh tampan dia! Yang menantiku di lorong! Aku menyesal tidak mengantarnya.
    2. Sungguh tampan dia, Yang menantiku di gedung! Aku menyesal tidak menyertainya.
    3. Jubah atasku yang bersulam, ku tutup dengan kain polos; jubah bawahku aku tutup dengan kain polos juga. O! Paman muda-paman tuaku, siapkah keretamu mengantarku pergi?
    4. Di jubah bawahku yang bersulam, ku tutup dengan kain polos; jubah atasku kututup dengan kain polos juga. O! Paman muda-paman tua, sudah siapkah membawaku pulang?
  14. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang perempuan menyesali telah kehilangan kesempatan dan berharap beroleh kesempatan kembali. Ada yang menafsirkan sanjak tersebut melukiskan kewibawaan negeri Zheng yang telah hilang.

    1. Di gundukan dekat gerbang timur, tumbuh subur rumput Lu. Rumahnya dekat di sana, namun orangnya di tempat sangat jauh.
    2. Pohon berangan ada di dekat gerbang timur, di antara deretan rumah. Bukannya aku tidak memikirkanmu, namun engkau tidak datang kepadaku.
  15. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang perempuan yang memikirkan kediaman kekasihnya di tempat yang dekat dan mengeluhkan ketidak hadirannya. Rumah orang yang dirindukan itu dekat tetapi ia berada di tempat yang sangat jauh karena bertugas. Yang dimaksudkan gerbang timur ialah gerbang utama negeri Zheng.

    1. Betapa dingin angin dan hujan, ayam berkokok melengking. Telah kulihat suamiku, betapa aku tidak menjadi tenteram?
    2. Angin bertiup hujan berderai, ayam jantan keras-keras berkokok. Telah kulihat suamiku, betapa rasa sakitku tidak reda?
    3. Angin dan hujan menjadikan semua gelap, ayam berkokok tanpa henti. Telah kulihat suamiku, betapa aku tidak gembira?
  16. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang istri yang menjadi berbesar hati oleh kedatangan suaminya. Di dalam sanjak ini suami disebut sebagai Junzi sang susilawan.

    1. O! dikau yang berkerah biru, sungguh mendebarkan hatiku. Meskipun aku tidak pergi (kepadamu), Mengapa dikau tidak melanjutkan pesanmu?
    2. O! dikau yang bersabuk kumala biru, senantiasa aku memikirkanmu. Biarpun aku tidak pergi (kepadamu), mengapa dikau tak kunjung datang?
    3. O! betapa dikau mendebarkan, dengan melihat lewat menara benteng kota. Sehari aku tidak melihatmu, seolah tiga bulan sudah.
  17. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang perempuan yang meratapi kekasihnya yang acuh tak acuh dan tidak datang kepadanya. Dikatakan sanjak itu menunjuk kepada para siswa yang melalaikan belajarnya karena kondisi negeri Zheng yang runtuh.

    1. Arus air yang deras, jangan hanyutkan bongkokkan duri itu. Kami semua kakak dan adik, hanya ada aku dan engkau. Jangan percaya apa kata orang; mereka hanya akan menipumu.
    2. Arus air yang deras, jangan hanyutkan bongkokkan kayu bakar itu. Kami semua kakak dan adik, hanya ada kami berdua. Jangan percaya apa kata orang; mereka tidak dapat dipercaya.
  18. Catatan:

    Sanjak ini kiasan sekelompok orang yang sudah bersepakat menyanggah orang-orang yang meragukan. Ada yang mengatakan sanjak ini mengkritik kelemahan pangeran Hu Bo (Zi Hu) bersama para pengikutnya yang tidak dapat dipercaya

    1. Aku keluar lewat gerbang timur, di sana banyak perempuan bagi awan. Biar mereka bagai awan, pikiranku tidak berkenan kepadanya. Hanya dia yang berbaju sutera putih tipis, dan bersaputangan biru muda, yang menjadikanku bahagia!
    2. Aku pergi melewati menara benteng, di sana banyak perempuan bagai bunga betebaran. Biar mereka bagai bunga betebaran, pikiranku tidak berkenan kepadanya. Hanya dia yang berbaju sutera putih tipis, dan dihias warna merah tua, yang menjadikanku bahagia!
  19. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang suami yang memuji istri sendiri yang sederhana bertolak belakang dengan perempuan-perempuan yang hanya memamerkan kecantikan.

    1. Rumput Man tumbuh di lapangan, betapa berat ia dibebani embun! Ada seorang laki-laki tampan, betapa memukau jernih matanya dan indah dahinya! Secara kebetulan kami bertemu, dan keinginanku terpuaskan.
    2. Rumput Man tumbuh di lapangan, betapa berat ia ditutup embun! Ada seorang laki-laki tampan, betapa memukau jernih matanya dan indah dahinya! Secara kebetulan kami bertemu, dan kami bahagia bersama.
  20. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang yang bertemu dengan orang bijak yang berkenan kepadanya. Menurut Han Ying, sanjak ini dilantunkan Nabi saat bertemu dengan orang bijak yang berkenan kepadanya.

    1. Antara sungai Qin dan Wei, dipenuhi air berlimpah. Di situ laki-laki dan perempuan, memegang rumput wangi di tangannya. Seorang perempuan berkata, ‘sudahkah engkau melihat?’ seorang laki-laki berkata, ‘sudah’. ‘Marilah kita melihat sekali lagi ke seberang sungai Wei, di sana tempatnya luas dan orang-orang bergembira.’ Di situ laki-laki dan perempuan bermain bersama; satu sama lain bertukar bunga Peony.
    2. Antara sungai Qin dan Wei, betapa dalam dan jernih airnya. Laki-laki dan perempuan, nampak berkumpul bersama. Seorang perempuan berkata, ‘sudahkah engkau melihat?’ seorang laki-laki menjawab, ‘sudah’. ‘Marilah kita melihat sekali lagi ke seberang sungai Wei, tanahnya luas cocok untuk bergembira.’ Maka laki-laki dan perempuan bermain bersama; satu sama lain bertukar bunga Peony.
  21. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan suasana acara pesta di negeri Zheng. Nampak di situ dominasi sistem patriarkat masih longgar.