logo

Shi Jing V

Sanjak dari Negeri Wei

    1. Pandanglah tebing sungai Qi, hijau berkilau jajaran bambu, adalah seorang Junzi yang mengesankan! Laksana (tanduk) dibelah, dikikir, --- laksana (batu) dipahat, digosok, betapa teliti dan tekun dia! Betapa terang dan mulia! Adalah seorang Junzi yang mengesankan, --- senantiasa tak boleh dilupakan. (Da Xue III.4)
    2. Pandanglah tebing sungai Qi, dengan bambu yang hijau, betapa kuat dan subur! Adalah seorang Junzi yang mengesankan, --- dengan penutup telinga dari batu kumala, Topi berkilau bagai bertabur bintang! Betapa ia berwibawa! Betapa mantap bicaranya! Adalah seorang Junzi yang mengesankan, --- senantiasa tidak boleh dilupakan !
    3. Pandanglah tebing sungai Qi, dengan jajaran bambu yang lebat! Adalah seorang Junzi yang mengesankan, --- murni bagai emas bagai perak, bagai tongkat komando dari batu kumala! Betapa berwibawa dan lembut! Ia mengendarai kereta sambil berdiri! Betapa terampil ia mengendalikan, tetapi tanpa kekasaran!
  1. Catatan:

    Sanjak ini memuji pangeran Wei Wu Gong yang memerintah tahun 812 – 757 s.M. Ia membina pemerintahan baik-baik, sehingga rakyat menjadi bertambah jumlahnya. Pada tahun 770 s.M. ketika raja Zhou You Wang dibunuh dan ibukotanya dihancurkan oleh orang-orang Rong, ia memimpin bala bantuan mengenyahkan musuh. Maka raja Zhou Ping Wang yang menggantikan kedudukan mengangkatnya menjadi menteri di istananya.

    1. Ia membangun gubuk di tepi sungai, --- seorang tinggi besar, demikian bersantai. Sendirian ia tidur, terjaga dan bicara. Senantiasa ia tidak dapat melupakan (gembira dalam kebenaran).
    2. Ia membangun gubuk di tikungan bukit , --- seorang tinggi besar, bebas dari keraguan. Sendirian ia tidur, bangun dan menyanyi. Senantiasa ia terjaga dari kekeliruan
    3. Ia membangun gubuk di dataran tinggi , --- seorang tinggi besar, penuh percaya diri. Sendirian, ia tidur, bangun dan tidur lagi. Kebahagiaannya tidak pernah diucapkan
  2. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang pertapa yang bahagia. Ada yang menafsirkan sanjak ini mengecam pangeran Wei Zhuang Gong (757 – 735 s.M.) yang tidak dapat mengikuti jejak ayahnya, Wei Wu Gong sehingga banyak orang-orang yang memiliki kemampuan meninggalkan jabatan menjadi pertapa.

    1. Ia seorang putri yang anggun, mengenakan jubah berlapis kain halus: Ia putri pangeran Qi Hou, istri pangeran negeri Wei. Adik perempuan putra mahkota negeri Qi. Ipar pangeran Xing Hou. Pangeran Tan Gong juga kakak iparnya.
    2. Jari-jarinya bagai pucuk muda rumput Yi, kulitnya bagai lemak mengental; lehernya langsing bagai tempayak; giginya bagai jajaran biji melon; dahinya bagai riang-riang; alisnya melengkung bagai busur; senyumnya berlesung pipit! Betapa indah matanya yang hitam-putih!
    3. Sungguh besar dan anggun ia, ketika berhenti di ladang pinggir kota. Betapa kuat keempat ekor kudanya, dengan hiasannya yang merah dan beragam. Demikianlah keretanya yang tirainya dihiasi bulu pegar menuju istana. Pagi-pagi telah undur para menteri besar; menjadikan pangeran tidak lelah-lelahnya!
    4. Bergelombang air bengawan He, mengalir deras ke arah utara. Jaring diturunkan menimbulkan suara, berlompatan ikan besar dan kecil, semuanya penuh kesibukan. Para adik perempuannya berhias mewah; para pengawal terus bersiap.
  3. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan saat putri Zhuang Jiang tiba di negeri Wei, melukiskan betapa besar ia memiliki jalinan; betapa cantik ia berpenampilan; dan menggambarkan kekayaan negeri Qi. Sayang putri Zhuang Jiang tidak punya anak.

    1. Dia seorang muda yang nampak sederhana, membawa kain, menukarkan dengan sutera. Sesungguhnya engkau bukan hendak bertukar sutera, engkau datang akan melamarku. Kuantar engkau melewati sungai Qi, sampai sejauh Dun-Qiu. Bukan aku mengulur waktu; engkau tidak mempunyai telangkai yang baik/Liang Mei, Kuharap engkau tidak marah, musim rontok itulah waktunya!
    2. Kunaiki tembok rusak itu, kuarahkan pandangan ke Fu-Guan. Ketika kulihat engkau tidak keluar. Mengalir deras air mataku. Ketika kulihat engkau datang dari Fu-Guan, aku tertawa dan bicara. Engkau telah mengkaji lewat batok kura-kura dan rumput Shi, dan tiada yang menunjukkan kata-kata nahas, datanglah,’ dengan keretamu, dan aku akan pindah bersama barang-barangku.
    3. Sebelum pohon besaran itu gugur daunnya, betapa rimbun dan berkilau ! O! engkau merpati, jangan terlalu banyak memakan buahnya, O! engkau putri, jangan berbuat maksiat dengan laki-laki. Bila laki-laki menawarkan kemaksiatan, masih ada hal yang harus dipertanyakan; bila seorang putri melakukan itu tidak ada lagi yang dapat dikatakan.
    4. Bila pohon besaran telah gugur daunnya, akan jatuh menguning di tanah. Sejak aku pergi bersamamu, tiga tahun aku makan dalam kemiskinan; Kini sungai Qi meluap airnya, membasahi tirai keretaku. Itu tiada beda bagiku, tetapi engkau telah mendua jalanmu. Engkaulah yang telah melanggar garis, mendua-meniga kebajikanmu.
    5. Tiga tahun sudah aku menjadi istrimu, tidak kupikirkan betapa berat bebanku. Bangun pagi dan tidur larut malam, tidak menghalangi kerjaku pagi harinya. Segenap janji telah kupenuhi, tetapi engkau telah tidak adil padaku. Kakak dan adikku tidak tahu, melainkan hanya menertawakan. Di dalam diam aku merenungi dan meratapi diriku.
    6. Aku telah menjadi tua bersamamu, menjadi tua dan berkeluh kesah. Sungai Qi ada tepinya, danau ada pantainya. Pada masa mudaku dengan rambut hanya diikat, dalam harmoni kita bicara dan tertawa. Jelas-jelas kita bersumpah untuk berlaku setia, tiada kusangka semuanya berantakan. Tidak terpikirkan itu akan berantakan. Kini semuanya telah berlalu.
  4. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang istri yang mengeluh atas perilaku suaminya yang tidak setia, diperkirakan terjadi pada zaman Wei Xuan Gong (718 – 700 s.M.). Ini adalah sanjak panjang pertama di dalam kitab Shi Jing.

    1. Dengan tangkai bambu yang panjang dan melengkung, engkau memancing di sungai Qi. Adakah aku tidak memikirkanmu? Tetapi aku jauh untuk datang kepadamu.
    2. Sumber Quan Yuan di kiri, sungai Qi di kanan. Bila seorang perempuan pergi (menikah), ia jauh dari kakak, adik, ayah dan bunda.
    3. Sungai Qi di kanan, sumber Quan Yuan di kiri. Betapa putih berkilau gigi saat tersenyum. Betapa batu Yu ban pinggangnya mengiringi langkah!
    4. Sungai Qi deras mengallir; di situ ada dayung dari pohon Gui (kesturi/cedar). Dan perahu dari cemara, dapat kugunakan untuk keluar mengembara. Untuk melepaskan kepedihanku.
  5. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang putri dari negeri Wei yang menikah dengan pangeran negeri lain, mengungkapkan kerinduannya kembali ke Wei.

    1. Cabang-cabang batang Huan Lan (sejenis labu), bagai anak muda dengan kunci sabuknya. Biarpun ia berkunci sabuk, ia tidak tahu akan diriku. Betapa sembarangan dan angkuh, sehingga kunci sabuknya melorot!
    2. Daun-daun Huan Lan, bagai sarung panah di sabuk anak muda. Biarpun ia membawa sarung panah di sabuknya, tidak mampu melebihi perisaiku. Betapa sembarangan dan angkuh, dengan ujung sabuknya yang menggelantung!
  6. Catatan:

    Sanjak ini menyindir kesombongan anak muda bangsawan. Ditujukan kepada Shuo yang bergelar pangeran Wei Hui Gong (699 – 696 s.M.), putra pangeran Wei Xuan Gong dengan putri Xuan Jiang yang menaiki takhta setelah saudaranya yang bernama Ji Zi dan Shou terbunuh

    1. Siapa berkata bengawan He lebar? Dengan rakit dapat diseberangi. Siapa berkata negeri song jauh? Dengan mengangkat tumit aku dapat melihatnya.
    2. Siapa berkata bengawan He lebar? Dengan perahu dapat diarungi arusnya. Siapa berkata negeri song jauh? Itu tidak memerlukan waktu sebagian saja
  7. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan anak perempuan putri Xuan jiang yang menikah dengan pangeran Song Hoan Gong (681 – 651 s.M) dari seberang sungai He. Setelah mempunyai anak laki-laki yang kemudian menjadi pangeran Song Xiang Gong (650 – 637 s.M.) ia diceraikan dan pulang ke negeri Wei. Ketika putranya naik tahta ia ingin kembali ke negeri Song; tetapi berdasarkan Li, karena ia sudah dicerai hal itu tidak memungkinkan; karenanya ia membuat sanjak ini.

    1. Suamiku yang bangsawan betapa gagah perkasa! Dia adalah pahlawan Negara! Suamiku memegang tombak berkepala kapak, mengendarai kereta pelopor baginda.
    2. Sejak suamiku tugas ke timur, kepalaku bagai daun Feng (artenisia) beterbangan. Itu bukan karena aku tidak dapat meminyaki dan mencuci rambut; tetapi untuk siapa aku berhias?
    3. Hujanlah! Hujanlah! Tetapi matahari bersinar terang. Rindu aku mengenang suami, sampai hatiku lelah dan kepalaku sakit.
    4. Betapa aku dapat memperoleh rumput pelupa? Akan kutanam itu di utara rumah. Rindu aku mengenang suami, dan hatiku menjadi resah.
  8. Catatan:

    Sanjak ini menceritakan seorang istri yang menderita sedih karena ketidakhadiran suaminya yang mengabdi raja; menerima titah raja dinasti Zhou harus menyerang negeri Zheng (706 s.M). Diperkirakan diciptakan pada zaman Wei Xuan Gong.

    1. Bagai rubah terkucil resah, di tanggul sungai Qi. Hatiku pedih, tidak memiliki jubah bawah.
    2. Bagai rubah terkucil resah, di dasar sungai Qi. Hatiku pedih, tidak memiliki sabuk
    3. Bagai rubah terkucil resah, di pinggir sungai Qi. Hatiku pedih, tidak memiliki pakaian.
  9. Catatan:

    Sanjak ini kiasan tentang seorang perempuan yang mengharapkan suami. Ini juga ditulis pada zaman Wei Xuan Gong; karena carut marutnya kondisi Negara banyak laki-laki dan perempuan yang hidup tidak berkeluarga.

    1. Ia melontarkan buah papaya (Mu Gua) kepadaku, kuberikan kepadanya batu Ju hijau; ini bukan sekadar membalas, hanya untuk persahabatan baik dan lestari.
    2. Ia melontarkan buah Persik (Mu Tao) kepadaku, kubalas dengan batu Yao putih; ini bukan sekadar membalas, hanya untuk persahabatan baik dan lestari.
    3. Ia melontarkan buah plum (Mu Li) kepadaku, kubalas dengan batu Jiu yang indah; ini bukan sekadar membalas, hanya untuk persahabatan baik dan lestari.
  10. Catatan:

    Sanjak ini kiasan bahwa pemberian terkecil dibalas dengan yang lebih berharga karena persahabatan itu lebih dari segalanya. Ini berkait raja muda pemimpin Qi Huan Gong yang menolong negeri Wei yang hampir dihancurkan oleh orang-orang Di.